SEMARANG (jatengtoday.com) – Musim kemarau tidak hanya berdampak pada krisis air di permukiman saja. Wilayah hutan pun menjadi kering dan rawan terjadi kebakaran.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng pun meningkatkan pengawasan terhadap hutan-hutan kering. Pasalnya, pemadaman api menjadi sangat sulit jika si jago merah muncul di daerah perbukitan.
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Jateng, Sarwa Pramana menjelaskan, pada musim kemarau beberapa tahun lalu, pernah terjadi kebakaran hutan.
“Seluruh gunung hampir semua hutannya terbakar. Sulit kalau terjadi di perbukitan, karena (pemadaman) yang memungkinkan pakai model manual,” jelasnya, Selasa (7/8).
Secara manual, maksudnya, tidak memungkinkan menggunakan helikopter untuk mengangkut air dan memadamkan api. Pasalnya, sumber mata air untuk saat ini tidak cukup tersedia.
“Kalau bicara pakai heli pasti ada sumber mata air seperti sungai-sungai besar. Jangan dibayangkan pemadaman api (seperti di) Riau, Karhutla (kebakaran hutan dan lahan), di Jawa Tengah nggak bisa,” sambungnya.
Karena itu, pihaknya mengimbau kepada para penjaga kawasan gunung untuk dapat mengawasi. Terlebih, apabila daerah tersebut dibuka untuk lokasi pendakian. “Kalau membuat api unggun, ekstra hati-hati. Pada saat mereka naik, pembekalan air juga terbatas, tiupan angin juga kencang,” imbuhnya.
Imbauan juga diberikan kepada masyarakat yang tinggal di kawasan gunung. Mereka diminta untuk tak sembarangan membuang puntung rokok atau pun saat memasak menggunakan kayu bakar maupun kala membakar tumpukan jerami.
“Kalau pembakaran paling sering di Kudus, lahan tebu. Sudah hampir 3-4 kali terjadi. Untuk itulah kita taruh satu mobil damkar untuk back up di samping mobil damkar yang ada. Di Kudus ini kita spot juga tanki air dan satu truk. Di sana sering terjadi, atau mungkin dibakar saya tidak tahu,” tandasnya. (*)
editor : ricky fitriyanto