in ,

Begini Cara Data Facebook Dicuri

Terbongkarnya skandal pencurian data Facebook yang dilakukan Cambridge Analytica membikin heboh dunia. Perusahaan analisis data asal Inggris itu mengantarkan Donald Trump pada 2016 silam terpilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat.

Mereka melakukan propaganda kampanye dengan memanfaatkan big data dari facebook hingga bisa ‘memanipulasi’ atau mengotak-atik Dapil. Tidak hanya itu, melalui big data bisa memelajari karakter daerah pemilih atau masyarakat tertentu. Termasuk memetakan demografi, sejarah kontribusi pemilih dalam politik, mengetahui informasi pandangan politik warga, membaca berapa perkiraan jumlah pendukung lawan politik dan lain-lain.

Meskipun tidak bisa disebut akurat, tetapi setidaknya analisis berdasarkan data milik facebook tersebut dipercaya mampu menjadi alat propaganda secara masif yang menggilas cara lama seperti iklan konvensional. Sementara pengguna media sosial tidak menyadari bahwa datanya dicuri oleh para elite politik untuk memuluskan tujuannya.

Donald Trump dalam Pemilu 2016 silam menggunakan taktik tersebut melalui tangan Cambrige Analytica untuk menganalisis data penduduk. Taktik ini lantas mencuri perhatian dunia karena dipercaya ampuh untuk memengaruhi masyarakat agar memilih kandidat pemilu presiden maupun kepala daerah.

Indonesia sendiri tercatat menempati urutan ketiga yang data facebooknya turut dicuri, yakni dengan jumlah 1 juta pengguna. Peringkat paling atas adalah Amerika dengan 79,6 juta pengguna dan Filipina 1,17 pengguna.

Solichul Huda

“Isu ini muncul pertama kali, ketika data akun facebook dicuri dan diduga untuk pemenangan salah satu tim sukses Presiden Amerika. Ketika ada informasi bahwa Indonesia termasuk tiga besar yang dibobol data facebooknya, saya menganggap itu biasa saja,” kata Pakar Informasi Teknologi (IT) asal Salatiga Jawa Tengah, Sholicul Huda, Rabu (11/4).

Mengapa demikian? Sebab, pengguna akun facebook di Indonesia tak sepenuhnya menggunakan data asli. “Bahkan kita tidak pernah punya data akun facebook yang sesuai dengan identitas aslinya. Kita juga sering menjumpai seseorang yang punya akun facebook lebih dari satu. Sehingga seandainya bobol datanya, infonya kurang valid,” katanya.

Menurut dia, informasi tentang Indonesia termasuk tiga besar yang dibobol datanya, tidak perlu dirisaukan. “Untuk mencuri data akun facebook, yang dilakukan selama ini ada dua. Pertama mencuri data identitas akun tidak dengan passwordnya. Mereka mencuri menggunakan metode social engineering dengan cara misalnya meminta akun facebook dan identitas pribadinya. Biasanya dilakukan dengan cara menempelkan software backdoor yang meminta menulis nama akun facebook dan identitas pribadi. Biasanya mereka menawarkan undian hadiah,” katanya.

Sedangkan cara kedua lebih ekstrim, yakni masuk ke server facebook dan meng-copy data akun. “Kalau menggunakan cara ini, biasanya terdeteksi, tapi sulit melacaknya karena dipastikan hackernya pakai proxi. Model ini yang berbahaya, karena dia bisa mencuri akun dan password,” katanya.

Semuanya harus disampaikan ke masyarakat dengan jelas dan detil, biar tidak ada keresahan. “Indonesia juga banyak punya akun facebook yang sangat vital, sampai sekarang hacker yang mencoba mencuri data akun dari server sebagian besar terdeteksi. Biasanya laporannya ke interpol,”

Supaya data di facebook aman, lanjut Huda, pertama pengguna sebaiknya langsung menolak jika ada penawaran sesuatu yang mensyaratkan identitas Anda dan akun facebook Anda. Kedua, password akun atau email diganti dengan kombinasi huruf, angka dan karakter khusus. “Ketiga, jika akun facebook tidak dipakai lagi, lebih baik dihapus saja. Keempat, hindari memasang nomor handphone dan alamat email di facebook,” katanya.

Jika merasa ada hack atau mengubah password, segera saja lapor ke kepolisian dan dimintakan ke Kominfo untuk meminta admin facebook menutup akun tersebut. “Data akun facebook kurang efektif kalau untuk kampanye di Pilkada serentak ini, karena kesulitan memilah asal daerah pemilik akun. Tetapi kalau untuk Pilpres 2019 bisa lebih efektif,” katanya. (abdul mughis)

editor : ismu puruhito