SEMARANG (jatengtoday.com) — Kasus dugaan penggelapan dana pembebasan lahan untuk proyek Harbour Tol Road Semarang-Kendal disebut menimbulkan kerugian hingga Rp 6,7 miliar. Yang dirugikan adalah anak perusahaan Mitra Jaya Group selaku pemrakarsa proyek.
Pernyataan tersebut disampaikan kuasa hukum Mitra Jaya Group, Arif NS untuk membantah fakta persidangan yang menyebut Gopal Krisna sebagai terdakwa penggelapan, hanya disebut merugikan perusahaan Rp 69,9 juta dan sudah dikembalikan.
Arif mempertanyakan kenapa jaksa penuntut umum hanya mencantumkan kerugian dengan nilai yang sangat sedikit. Padahal, katanya, ada banyak modus penggelapan lain yang perlu didalami.
“Belum lagi perusahaan juga menderita kerugian imateriil berupa hambatan dalam pembebasan lahan akibat ulah terdakwa,” ujarnya, Jumat (11/9/2020).
Arif membenarkan bahwa Gopal dulunya adalah karyawan PT Mitra Permai Internasional (Mitra Jaya Group) yang diberi tugas untuk melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Mangkang Kulon, Kota Semarang. Tetapi justru melakukan penyelewengan.
Mark Up Tanah
Modus yang dilakukan terdakwa di antaranya melakukan mark up harga tanah, merekayasa dengan dua harga. Selisihnya bervariasi, ada yang Rp 5.000/m2, Rp 7.000/m2, hingga Rp 20.000/m2.
Lahan yang dibeli dengan uang perusahaan tersebut ternyata diatasnamakan Gopal. Total ada 5 bidang, yakni lahan yang semula milik Akroni (2 bidang), Kemisah, Soleh, dan Munzilin. “Ini tentu sangat merugikan perusahaan karena kami tidak bisa menguasai lahan tersebut,” papar Arif.
Tak berhenti di situ, terdakwa juga melakukan modus lain berupa pembelian tanah warga yang sudah abrasi tetapi dilaporkan ke perusahaan sebagai tanah produktif. Padahal kalau begitu seharusnya harganya berbeda. Jumlahnya cukup banyak.
Arif mencontohkan pembelian 8 bidang tanah dari warga. “Itu ternyata yang 4 bidang yang tidak terlalu luas memang produktif, tetapi 4 bidang lain yang notabene lebih luas ternyata tanah abrasi,” ungkapnya.
Petani Dirugikan
Menurut Arif, penggelapan yang dilakukan terdakwa Gopal sebenarnya tak hanya merugikan pihak perusahaan, tetapi juga merugikan petani yang lahannya telah dibeli dengan cara yang tidak sehat.
Dalam hal ini, para petani terpaksa memberi komisi kepada Tim 11 selaku makelar tanah yang ditunjuk terdakwa Gopal. “Seharusnya petani tak perlu memberi fee karena sudah dianggarkan sendiri oleh perusahaan,” katanya.
Dengan berbagai pernyataan tersebut, pihak perusahaan berharap agar terdakwa Gopal bisa dihukum setimpal dengan perbuatannya. Kuasa hukum perusahaan tidak bisa intervensi lantaran kasusnya merupakan tindak pidana umum yang ditangani jaksa.
Saat ini, kasus tersebut masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang. Terakhir ketika pemeriksaan terdakwa, Gopal mengaku salah tetapi meminta belas kasihan jaksa dan majelis hakim supaya bisa dihukum ringan.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum Nunuk Dwi Astuti menjerat terdakwa Gopal Krisna dengan pasal berlapis, dakwaan primer Pasal 374 dan dakwaan subsider Pasal 372 KUHP. (*)
editor : tri wuryono