in

Pembeli bakal Dikenakan PPN Produk Digital Impor, Ini Kriterianya

JAKARTA (jatengtoday.com) – Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Arif Yanuar menjelaskan kriteria pembeli barang atau penerima jasa yang akan dikenai pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi dari luar negeri melalui sistem elektronik.
“Konsumen yang diatur dalam PMK 48/2020 adalah orang pribadi atau badan baik yang melakukan transaksi melalui business to business (B2B) maupun Business to Consumer (B2C),” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (24/7/2020).
Arif menyebutkan kriteria pertama adalah bertempat tinggal di Indonesia yang secara rinci alamat korespondensi atau penagihan pembeli terletak di Indonesia dan pemilihan negara saat registrasi di laman atau sistem yang ditentukan oleh pemungut PPN adalah Indonesia.
Kedua yaitu melakukan pembayaran menggunakan fasilitas debit, kredit, dan/atau fasilitas pembayaran lain yang disediakan oleh institusi di Indonesia. Ketiga adalah pembeli yang bertransaksi menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon negara Indonesia.
Arif menambahkan pembeli akan dikenakan PPN sebesar 10 persen dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau nilai berupa uang yang dibayar belum terkena PPN. “Itu akan dipungut saat pembayaran oleh pembeli,” ujarnya.

Enam Perusahaan

DJP juga resmi menunjuk enam perusahaan luar negeri sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi barang atau jasa dari luar negeri melalui sistem elektronik. Menurut Arif Yanuar penunjukan tersebut langsung dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020.
“Dalam PMK 48 kewenangan penunjukan dilimpahkan dari Menteri Keuangan ke Dirjen Pajak sehingga saat ini sudah ditunjuk enam pelaku usaha luar negeri untuk menjadi pemungut mulai 1 Agustus 2020,” katanya.
Arif menuturkan enam pelaku usaha ditunjuk setelah melalui diskusi yang panjang bersama DJP dalam rangka mempersiapkan dokumen dan mekanisme pembayaran. Ia mengatakan para pelaku usaha itu wajib membuat perubahan atau penambahan konten dalam dokumen-dokumen yang digunakan untuk bertransaksi.
“Minimal menambahkan PPN plus PPN 10 persen karena tanpa itu pembeli tidak mempunyai kewajiban untuk membayar PPN-nya,” tegasnya.
Tak hanya itu, ia menyatakan DJP juga berkoordinasi dan belajar dari negara yang telah menerapkan kebijakan ini lebih dulu dibandingkan Indonesia seperti Australia. “Kami mencoba cari tahu yang sudah ditunjuk di sana mana saja. Kami bisa tahu alamat emailnya lalu kemudian kami mencoba melakukan korespondensi,” ujarnya.
Secara umum, Arif menyebutkan enam pengusaha dipilih karena telah memenuhi kriteria yakni memiliki nilai transaksi melebihi Rp 600 juta dalam satu tahun atau Rp 50 juta dalam satu bulan. Kemudian mereka juga memiliki traffic atau pengakses lebih dari 12 ribu dalam satu tahun atau seribu dalam sebulan.
Ia melanjutkan, DJP akan melakukan penunjukan terhadap perusahaan pemungut PPN produk digital setiap awal bulan karena sebenarnya telah ada beberapa pelaku usaha yang mengaku siap memungut pajak tersebut. (ant)
editor : tri wuryono