SEMARANG (jatengtoday.com) – Sejak beroperasi pertama pada 2017, hingga saat ini transportasi umum Trans Jateng telah memiliki 6 koridor dengan total panjang 235 km dan dilayani 98 armada bus, 439 halte dan 35 rambu bus stop. Pada 2023 ini direncanakan akan bertambah lagi, yakni Koridor 7; Surakarta – Wonogiri sepanjang 40 km.
Berdasarkan data dari Kepolisian Resor Wonogiri bahwa korban kecelakaan di wilayah Wonogiri selama tahun 2022 sebanyak 2.408 korban dan 567 korban atau 24 persen adalah pelajar.
“Kedua terbesar setelah wirausaha 1.485 korban atau 61,67 persen. Sebanyak 14 pelajar meninggal, 391 pelajar luka ringan dan 612 pelajar tidak luka,” ungkap pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, Selasa (21/2/2023).
Maka dengan adanya Bus Trans Jateng koridor Surakarta-Wonogiri paling lambat Bulan Agustus 2023 ini diharapkan akan mengurangi angka kecelakaan terutama di kalangan pelajar.
“Minimnya layanan angkutan umum telah menyebabkan sebagian besar pelajar menggunakan motor ke sekolahnya, hal ini memicu tingginya angka kecelakaan,” katanya.
Sepanjang koridor ini direncanakan akan dilayani 14 bus sedang dengan 128 halte. Bus yang akan beroperasi berlantai rendah (low entry). Catatan riset, kata dia, menyebut bahwa sejauh ini terjadi perpindahan (share mode) ke Bus dari pengguna angkutan umum sebanyak 50,71 persen dan dari kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) 46,39 persen.
“Sekitar 75 persen penumpangnya berkelamin perempuan. Penurunan biaya transportasi rata-rata per penumpang per bulan setelah menggunakan Bus Trans Jateng adalah Rp 103.321,00,” katanya.
Kondisi angkutan umum di Jawa Tengah pada 2012), lanjut dia, jumlah armada Angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP) sebanyak 6.445 kendaraan. “Saat ini hanya tertinggal 3.827 kendaraan yang beroperasi karena pengusaha tidak sanggup meremajakan armada. Rata-rata sudah di atas 25 tahun,” ungkap Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu.
Lebih lanjut, kata Djoko, usia kendaraan lebih 10 tahun mencapai 60 persen. Sebanyak 90 persen armada Bus AKDP tidak dilengkapi pendingin, alat pemadam kebakaran, palu pemecah kaca dan tidak ramah difabel.
“Akibatnya, penumpang berkurang, pendapatan berkurang, sehingga tidak mampu menutup biaya operasional kendaraan,” terangnya.
Layanan Angkutan Aglomerasi Perkotaan Bus Trans Jateng dengan skema pembelian layanan (buy the service) ini telah berlangsung sejak Juli 2017 menggunakan APBD Provinsi Jawa Tengah.
Artinya, lanjut dia, ini telah jauh mendahului Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang meluncurkan Program TEMAN BUS dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek dengan Program BISKITA yang menggunakan skema pembelian layanan (buy the service/BTS) pada 2020.
Untuk diketahui, hingga sekarang telah beroperasi di 4 wilayah aglomerasi, yaitu Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi) 3 trayek, Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen) 1 trayek, Purwomanggung (Purworejo, Wonosobo, Magelang, Temanggung) 1 trayek dan Subosukowonosraten (Sukoharjo, Boyolali, Surakarta, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten) 1 trayek.
BACA JUGA: Rute Tumpang Tindih, Koridor III Trans Jateng Dianggap Tak Efektif
Bus Trans Jateng melayani rute-rute yang menghubungkan wilayah aglomerasi perkotaan di Jawa Tengah. Melayani sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keteraturan, kesetaraan dan keterjangkauan. Total dilayani menggunakan 98 unit bus.
“Prinsip yang digunakan adalah tidak menggusur tetapi menggeser. Operator yang ada dengan rute yang dilalui layanan Bus Trans Jateng dapat menjadi bagian dari operasional Trans Jateng. Tidak menambah jumlah kendaraan di trayek yang akan dilayani, tetapi justru mengurangi dengan sistem scraping kendaraan berdasarkan kapasitas kendaraan,” katanya.
BACA JUGA: Pramujasa Trans Jateng Dilatih Komunikasi dengan Penumpang Penyandang Disabilitas
Armada Bus Trans Jateng menggunakan jenis bus medium dengan kapasitas 40 penumpang (duduk dan berdiri). Adapun aturan perbandingan scraping adalah 4 kendaraan angkot/angkudes berbanding 1 armada Bus Trans Jateng, 3 kendaraan bus kecil berbanding 1 armada Bus Trans jateng, 2 kendaraan bus sedang berbanding 1 armada Bus Trans Jateng, 1 kendaraan bus besar berbanding 1 armada Bus Trans Jateng.
“Di samping itu, para operator yang ada dapat membentuk konsorsium sebagai calon operator layanan Bus Trans Jateng dan mengikuti proses lelang melalui ULP,” katanya.
Anggaran yang dikucurkan melalui APBD Provinsi Jawa Tengah sejak beroperasi tahun 2017 hingga 2022 sebesar Rp 333,3 miliar. Tahun 2017 sebesar Rp 9,4 miliar, tahun 2018 Rp 28 miliar, tahun 2019 Rp 45,9 miliar, tahun 2020 Rp 64,1 miliar, tahun 2021 Rp 91 miliar dan tahun 2022 Rp 94,9 miliar. (*)