in

Dana Pembebasan Lahan Proyek Semarang Outer Ring Road “Menguap”

SEMARANG (jatengtoday.com) – Salah satu rencana megaproyek pembangunan di Kota Semarang yang belum terealisasikan adalah proyek Semarang Outer Ring Road (SORR) atau jalur lingkar yang mengelilingi Kota Semarang.

Meski telah direncanakan bertahun-tahun silam, hingga kini proyek SORR ini belum ada progres berarti. Progresnya jauh tertinggal dari proyek jalan tol Semarang-Batang yang telah diujicoba untuk jalur mudik dan balik lebaran 2018 lalu.

Proyek ini masih tahap pembebasan lahan. Itupun terganjal kendala anggaran. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Semarang yang diberi kewenangan menangani pembebasan lahan proyek SORR menyatakan telah menyelesaikan pengukuran tanah. Namun APBD Kota Semarang yang sedianya digunakan untuk membayar pembebasan lahan tersebut justru ‘menguap’.

Informasi yang berkembang di Pemkot Semarang, dana pembebasan lahan SORR digunakan untuk pembebasan lahan proyek Kampung Bahari Tambaklorok. Sehingga pembebasan lahan proyek SORR kembali tersendat karena anggaran tidak siap.

Ketua DPRD Kota Semarang, Supriyadi mengatakan persoalan pembebasan lahan untuk pelaksanaan proyek pembangunan di Kota Semarang seringkali menjadi kendala. Saat ini banyak proyek terkesan mandek, seperti halnya proyek SORR, Pasar Johar maupun Kampung Bahari. “Bisa dilihat, hingga pertengahan 2018 tidak ada progres berarti. Mengapa bisa mandek?” katanya, Selasa (26/6).

Ia menyayangkan pembebasan lahan tidak berjalan maksimal. Menurutnya hal itu karena tidak dipersiapkan secara matang. “Selain itu tidak ada komunikasi secara baik. Seharusnya ada sinergi dengan duduk bersama mencari solusi,” katanya.

Kepala Seksi Pengadaan Tanah, BPN Kota Semarang, Wibowo Prasetyo, mengatakan pihaknya telah melakukan pengukuran tanah lahan SORR. “Tetapi dana untuk pembebasan lahan dari APBD Pemkot belum siap,” katanya.

Belum siapnya anggaran Pemkot Semarang membuat BPN Kota Semarang tidak bisa berbuat banyak. “Secara administrasi, pembebasan lahan SORR tidak ada masalah berarti. Kalaupun ada sengketa itu wajar, bisa diselesaikan dengan Undang-Undang nomor 2 Tahun 2012. Justru yang menjadi pertanyaan besarnya adalah kesiapan anggaran,” katanya.

Pihaknya menyatakan segera mengonfirmasi terkait kesiapan anggaran pembebasan lahan proyek SORR tersebut. “Kami mengirim surat ke Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang untuk mengonfirmasi kesiapan anggaran pembebasan lahan,” katanya.

Sejauh ini, lanjut dia, beberapa lahan di Kelurahan Wates, Ngaliyan telah dilakukan pembayaran. Tetapi itu hanya sebagian kecil dan masih banyak lahan yang belum dibebaskan. “Karena dana belum siap, akibatnya kami tidak bisa melanjutkan ke tahap selanjutnya. Ini yang membuat kami bingung,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Binamarga Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang, Saelan mengakui pembebasan lahan SORR belum apa-apa, atau belum ada 10 persen. Ia mengakui terkendala keterbatasan anggaran. Padahal untuk pembebasan lahan SORR kurang lebih membutuhkan anggaran Rp 350 miliar. “Saat ini baru terbayarkan kurang lebih Rp 10 miliar,” katanya.

Sedangkan anggaran Pemkot Semarang terbatas dan dibagi-bagi untuk pekerjaan proyek lain. “Belum lagi pembebasan lahan Kampung Bahari,” katanya.

Selain terkendala anggaran, lanjutnya, kendala sengketa administrasi lahan warga juga membutuhkan waktu cukup lama. “Misalnya lahan tersebut telah dijual ke orang lain dan dibalik nama. Tapi targetnya kami upayakan akhir 2018 pembebasan lahan bisa selesai,” katanya.

Proyek SORR digadang-gadang menjadi solusi permasalahan kemacetan di Kota Semarang. Proyek ini sebetulnya telah direncanakan sejak 2010 silam, tepatnya pada masa pemerintahan Wali Kota Sukawi Sutarip. Namun di masa kepemimpinan Wali Kota Hendrar Prihadi, proyek ini kembali diangkat.
SORR merupakan jalur yang lingkar Kota Semarang. Sempat diisukan akan berubah skema menjadi jalan tol. Namun diperkirakan hanya bagian utara saja yang menjadi tol.

Ada dua outer yakni Trase Mangkang-Mijen (Ring Road Selatan) dan Trase Mangkang Arteri Utara (Outer Ringroad Barat-Selatan). Di dua outer tersebut, melintasi wilayah sebanyak 15 kelurahan. Trase Mangkang-Mijen, yakni dimulai dari depan Terminal Tipe A Mangkang, kemudian menyusur ke Selatan hingga ke Mijen. Panjangnya 10 kilometer.

Trase Mangkang-Mijen melintasi sebelah selatan Kawasan Bukit Semarang Baru (BSB) hingga sebelah Utara Kantor Sabhara Polda Jateng. Setelah itu, untuk tahap pembangunan berikutnya nanti adalah berbelok ke arah selatan menuju Simpang Cangkiran, kemudian mengarah ke timur menuju Gunungpati dan berakhir di depan Terminal Ungaran.

Pekerjaan tahap pertama adalah Ring Road Selatan. Lahan tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan Jalur Lingkar Mijen-Mangkang ini seluas 389.815 meter persegi. Ada 6 kelurahan yang terkena dampak pembangunan Jalur Lingkar Mijen-Mangkang. Diantaranya Kelurahan Ngadirgo, Podorejo, Pesantren, Wates, Gondoriyo, dan Wonosari. Sedangkan di Mangkang-Arteri Utara terdapat 9 kelurahan yang terkena dampak, yakni Mangkang Kulon, Mangkang Wetan, Mangunharjo, Randugarut, Tugu, Tambakrejo, Karanganyar, Tawangsari, dan Panggung Lor.

Secara rinci, lanjutnya, lahan hutan yang terkena dampak proyek pembangunan jalan Lingkar Mijen-Mangkang seluas 24,2 hektare, terdiri atas milik Perhutani seluas 16,4 hektare, PT KAL (BSB) seluas 7,9 hektare.

Konsepnya memisahkan jalur cepat dan jalur lambat. Rencana ruas lalu-lintas cepat ada 4 lajur 2 arah dengan lebar masing-masing lajur 3,5 meter. Sedangkan untuk lajur lalu-lintas lambat ada 2 lajur 2 arah, lebar masing-masing lajur 3 meter. Total kebutuhan daerah manfaat jalan (Damaja) ruas jalan Mangkang-Mijen selebar 30 meter. (abdul mughis)

editor : ricky fitriyanto