SEMARANG (jatengtoday.com) – Cuaca panas menyengat bercampur polusi udara dari ribuan knalpot kendaraan begitu terasa ketika memasuki jalur Pantura Mangkang menuju Kota Semarang. Jalan itu kerap disebut jalur tengkorak karena kerap menelan tumbal nyawa pengendara di jalanan.
Tidak hanya berbahaya, tetapi pengendara kerap pusing terperangkap dalam deretan kemacetan panjang. Tak heran, jalur Pantura di wilayah Mangkang ini menjadi jalur satu-satunya dari arah Jakarta menuju ke Semarang. Sebab, jalur Tol Trans Jawa belum dioperasionalkan.
Hampir setiap hari, semua jenis kendaraan tumpah di jalanan. Mulai dari bus kota, bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), Bus Rapid Transit (BRT), angkutan kota, kendaraan berat jenis kontainer gandeng, mobil pribadi hingga pengendara roda dua berebut jalur tanpa penataan maupun pemilahan.
Tak jarang kecelakaan beruntun merenggut nyawa pengendara dengan murah. Kondisi korban kecelakaan pun kerap bernasib tragis dan mengenaskan. Pekerja, mahasiswa, hingga ibu-anak pernah menjadi tumbal akibat terlindas kontainer yang beringas. Kroditnya lalu-lintas di jalur tersebut seringkali memicu pengendara stres di jalanan.
“Saya sangat takut kalau melintasi jalur Mangkang hingga Jrakah. Kalau pas lancar sangat berbahaya karena kendaraan besar-besar melaju kencang. Pengendara kerap menjadi korban akibat terlindas. Tapi begitu macet hingga berjam-jam bikin stres. Bagaimana tidak, mau ke Kota Semarang saja butuh waktu dua jam akibat terjebak macet,” kata Surendra Raharjo (45), salah seorang pengendara yang terjebak macet, Selasa (7/8).
Menurutnya, aktivitas lalu-lintas di jalur Pantura Mangkang terlalu parah. Kapasitas jalan sudah tidak berimbang dengan jumlah kendaraan yang setiap hari melintas. Faktanya, setiap kali terjadi kemacetan, banyak mobil dan kendaraan roda dua melintas di luar aspal.
“Jalur ini sangat berbahaya, karena tidak ada penataan atau pengaturan jenis kendaraan yang melintas. Seharusnya kendaraan berat memiilki jalur tersendiri. Selain memicu kemacetan juga kerap memicu kecelakaan. Misal kecelakaan akibat rem blong, karambol, hingga truk terguling. Semua kecelakaan rata-rata melibatkan kendaraan berat,” katanya.
Menurut dia, sejauh ini pemerintah terkesan belum serius melakukan penanganan kemacetan di Kota Semarang. Faktanya, kepadatan jalur Pantura Mangkang sudah berlangsung puluhan tahun dan terus bertambah parah. Sedangkan pembangunan infrastruktur jalan cenderung stagnan alias tidak ada penambahan.
“Misalnya jalur lingkar (SORR) yang kabarnya akan dibangun, nyatanya hingga sekarang juga baru sebatas wacana belaka. Sampai kapan masyarakat tetap bersabar menunggu di tengah kemacetan? Bisa-bisa kita tua di jalan,” katanya.
Sedangkan salah satu karyawan perusahaan garmen di kawasan Mangkang, Indrayani Kusumastuti, mengaku setiap hari melintasi jalan Pantura Mangkang mengaku telah terbiasa terjebak kemacetan. “Sedih juga sebetulnya kalau sedang macet. Tapi ya ke mana lagi harus mengadu, saya hanya rakyat kecil,” katanya.
Ia berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang tidak melupakan permasalahan kemacetan lalu-lintas seperti ini. Selain itu juga mestinya segera mencarikan solusi penanganan kemacetan agar tidak semakin parah. “Saya yakin, kalau ada pembangunan jalan lingkar, atau jalan tol, kemacetan di jalur Pantura Mangkang bisa berkurang,” katanya.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Supriyadi mendesak agar proyek pembangunan Semarang Outer Ring Road (SORR) segera direalisasikan. Jangan sampai proyek yang sudah direncanakan sejak bertahun-tahun silam tersebut terbengkalai.
“SORR harus jalan, karena Detail Engeenering Design (DED), Larap, Amdal, Andalalin, semua sudah jadi dan menghabiskan biaya banyak. Wajib untuk dijalankan,” katanya.
Apapun kendalanya, kata dia, pasti bisa teratasi apabila terjalin komunikasi berbagai pihak, antara pemkot, warga, dewan, maupun pihak-pihak lain. “Kalau diperlukan, bagaimana caranya mendapatkan bantuan dari pemerintah provinsi maupun pusat, kami siap membantu,” katanya.
Pembebasan lahan SORR harus segera dituntaskan. Segera bisa dianggarkan sebagaimana rencana akan dibantu oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam proses pembangunannya. “Tugas Pemkot Semarang hanya pembebasan lahan. Tetapi sampai sekarang ini belum ada pembebasan lahan,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto