in

Transportasi Kereta Rel Listrik Jogja-Solo Patut Ditiru Kota Lain

SEMARANG (jatengtoday.com) – Beroperasinya Kereta Rel Listrik (KRL) Yogyakarta-Solo diharapkan menginspirasi kota lain. Tidak hanya memberikan peningkatan aksesibilitas dan memudahkan integrasi dalam bertransportasi, tetapi juga dinilai akan memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, sejumlah wilayah perkotaan lain yang perlu model transporasi KRL di antaranya Semarang Perkotaan (Gubug-Semarang-Weleri), Surabaya Perkotaan (Surabaya-Lamongan, Surabaya-Sidoarjo dan Surabaya-Mojokerto), dan Bandung Perkotaan (Padalarang-Bandung-Rancaekek).

“Harapannya dengan pengoperasian KRL ini mampu meningkatkan pelayanan jasa angkutan penumpang KA, meningkatkan keselamatan lalu lintas perjalanan KA, meningkatkan pelayanan aksebilitas dan mobilitas antar moda, serta keselamatan dan kenyamanan pengguna jasa,” katanya, Jumat (19/2/2021).

KRL juga bebas polusi udara dan suara serta kapasitas penumpang dapat lebih banyak. Dengan adanya KRL Yogyakarta-Solo, dia optimistis akan mendongkrak jumlah pelancong domestik dan mancanegara untuk menikmati potensi wisata di sekitar Yogyakarta, Klaten dan Solo.

“Perlu dikembangkan atau diperpanjang hingga Kutoarjo, Bandara Internasional Yogyakarta (YIA), Bandara Internasional Adi Sumarmo dan Sragen. Layanan KRL Yogya-Solo harus dapat terintegrasi dengan Bus Trans Yogya dan Bus Batik Solo Trans (BST),” ungkapnya.

Integrasi tidak hanya fisik, melainkan integrasi jadwal, sistem pembayaran atau single trip ticket dan layanan.

“Kota Klaten harus didukung pula dengan transportasi umumnya karena saat ini belum ada. Konektivitas atau keterhubungan fisik berupa jembatan penghubung antara Terminal Ir. Soekarno dengan Stasiun Klaten dapat dilakukan seperti halnya jembatan penghubung antara Terminal Tirtonadi dan Stasiun Solo Balapan di Surakarta,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Pemda yang dilewati mestinya betul-betul dapat memanfaatkan keberadaan moda transportasi ini sebagai peluang meningkatkan perekonomian di daerahnya.

Sebelumnya, lintas Kutoarjo-Yogyakarta-Solo dilayani KA Prameks. Untuk lintas Yogyakarta-Surakarta singgah di 6 stasiun, yaitu Stasiun Kutoarjo, Stasiun Tugu, Stasiun Lempuyangan, Stasiun Maguwo, Stasiun Klaten, Stasiun Purwosari dan Stasiun Solo Balapan.

Setelah ada pelayanan KRL Yogya-Solo akan singgah di 11 stasiun elektrifikasi, yaitu Yogyakarta, Lempuyangan, Maguwo, Brambanan, Srowot, Klaten, Ceper, Delanggu, Gawok, Purwosari, Solo Balapan. Ada tambahan 6 stasiun untuk disinggahi. Selanjutnya, KA Prameks hanya melayani lintas Kutoarjo-Yogyakarta.

“Untuk kelancaran operasional KRL Yogya Solo dibutuhkan lima sumber daya PLN dan delapan gardu listrik. Sementara, persiapan pengoperasian elektrifikasi Yogyakarta –Solo, ada sejumlah perlintasan sebidang yang sudah rambu WCM (Wire Caution Marker) atau rambu penanda listrik aliran atas, terpasang 108 WCM,” katanya.

Elektrifikasi lintas Yogyakarta-Solo, lanjut Djoko, membutuhkan biaya Rp 1,2 triliun selama dua tahun anggaran. Rata-rata Rp 50 miliar per km. Proses pembangunan KRL Yogyakarta – Solo dimulai 2011 dengan dilakukan Studi Kelayakan Pembangunan Elektrifikasi Lintas Kutoarjo–Yogyakarta –Solo. Pada 2012 dilakukan Detail Engineering Design. Tahun 2019 dimulai pekerjaan konstruksi Pembangunan Elektrifikasi Segmen Stasiun Tugu Yogyakarta – Stasiun Klaten.

Berikutnya tahun 2020, pengoperasian elektrifikasi segmen Stasiun Tugu Yogyakarta – Stasiun Klaten dan pembangunan segmen Stasiun Klaten – Stasiun Solo Balapan. Tahun 2021 mulailah pengoperasian elektrifikasi Lintas Yogyakarta –Solo Balapan.

BACA JUGA: KRL Solo-Jogja Beroperasi Normal Mulai 10 Februari, Tarif Rp 8 Ribu

“Surakarta – Yogyakarta dapat ditempuh dalam waktu 1 jam 50 menit dengan jalur darat. Dengan KRL Yogya Solo menempuh jarak 60 kilometer, dengan waktu perjalanan normal 1 jam 8 menit. Berarti perjalanan dengan KRL Yogya-Solo menghemat waktu sekitar 34 menit,” katanya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto