Kebanyakan masyarakat mengkonsumsi ayam sebagai lauk sehari-hari. Daging ayam tersedia melimpah, mudah diolah menjadi aneka masakan lezat, disukai oleh semua kalangan dari anak-anak sampai orang tua.
Konsumsi Ayam di Indonesia tahun 2021 mencapai 8,1 ton /kapita, jauh lebih tinggi dari sapi dan kambing yang hanya 2,2 ton/kapita. Harga daging ayam lebih murah dibandingkan daging sapi dan kambing, juga dianggap lebih sehat karena mengandung zat besi dan lemak trans yang rendah, sedangkan daging sapi dan kambing mengandung lemak trans dalam jumlah tinggi.
Daging ayam menjadi pilihan masyarakat dalam memenuhi gizi seimbang terutama bagi penderita penyakit kardiovaskular.
Pernahkah kita berpikir bahwa ada bahaya resistensi antibiotik dari ayam yang tidak disadari, atau mungkin diabaikan? Resistensi antibiotik biasanya disebabkan terapi pengobatan karena dosis dan konsumsi yang tidak tepat. Tidak hanya terjadi pada terapi pengobatan, lingkungan sekitar kita dapat menjadi faktor resiko terjadinya resistensi antibiotik.
Industri perunggasan menggunakan antibiotik untuk pengobatan penyakit, pencegahan penyakit dan meningkatkan pertumbuhan hewan ternak.
Hasil riset CIVAS (Center for Veterinary Analytical Studies), menunjukkan persentase penggunaan antibiotik pada unggas terbanyak untuk pengobatan 83,3%, pencegahan penyakit 36,7%, pencegahan dan pengobatan 26,7 % serta peningkatan produksi 10 %.
Para pelaku industri unggas memberikan antibiotik bagi hewan ternaknya, semua dilakukan sebagai tuntutan permintaan pasar. Peternak ingin ternaknya sehat, gemuk, dan memberikan pemasukan ekonomi yang tinggi.
Beberapa peternak yang menyadari bahaya antibiotik, menggunakan probiotik atau herbal seperti jahe, kunyit untuk menjaga kesehatan ternaknya. Namun jika hal ini diterapkan pada peternakan dengan skala besar, dinilai kurang praktis dan memerlukan biaya yang lebih mahal untuk pengadaan herbal sebagai bahan utama.
- Antibiotik untuk ayam sama seperti antibiotik yang digunakan untuk pengobatan manusia.
- Antibiotik mudah dijumpai di toko obat, harganya terjangkau, dan penggunaannya praktis, bisa dilakukan oleh peternak tanpa melibatkan dokter hewan.
- Penggunaan antibiotik cukup dicampurkan pada pakan atau minuman ayam. Peternak ayam juga bisa mencampur atau mengkombinasikan beberapa antibiotik bagi ternak mereka.
Pemakaian antibiotik yang tidak sesuai prosedur dan berlebihan dapat menyebabkan residu atau bahan sisa pada jaringan-jaringan hewan atau organ hewan. Residu-residu antibiotik yang dikonsumsi ayam akan tertinggal di bagian daging dan telur dan 30-90 % antibiotik yang tidak terserap oleh ayam dikeluarkan melalui kotoran ayam.
Secara umum dampak negatif residu antibiotika pada produk hewan adalah dampak kesehatan yaitu bahaya toksikologis, mikrobiologis, dan imunopatologi serta dampak ekonomi.
Bahaya toksikologik, antara lain: mutagenik yaitu terjadinya perubahan genetik, teratogenik misalnya terjadinya cacat lahir, karsinogenik atau pemicu kanker, bahaya mikrobiologis terjadi resistensi pengobatan antibiotika serta gangguan pertumbuhan flora normal usus dan bahaya imunopatologi contohnya reaksi alergis.
Residu antibiotika juga berdampak negatif bagi ekonomi karena dapat mengakibatkan penolakan produk terutama bila produk tersebut di ekspor ke negara yang konsisten dan serius dalam menerapkan sistem keamanan pangan.
Serasah ayam broiler berupa kotoran, pakan yang tumpah, bulu ayam yang tertinggal pada alas ternak, dan microbiota yang terdapat pada sisa pakan. Serasah ayam broiler yang diberikan sebagai pakan dapat menyebabkan infeksi bakteri patogen ke dalam hewan. Serasah ayam broiler banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organic sehingga bisa menjadi jalur penularan utama masuknya antibiotic dan gen resistensi ke lingkungan.
Pemakaian antibiotik yang tidak tepat memicu kemunculan “superbug”, yaitu bakteri kebal antibiotik.
Residu antibiotik dalam sistem pencernaan ayam menganggu kehidupan bakteri saluran pencernaan seperti bakteri escherichia coli dan salmonella enterica. Beberapa penelitian telah membuktikan bakteri escherichia coli dalam faeces ayam telah resisten terhadap beberapa antibiotic seperti ampicillin, tetrasiklin, sulfametoksazol-trimetoprim dan asam nalidiksat.
Bakteri-bakteri ini telah resisten lebih dari 2 antibiotik dan disebut multidrug resistence (MDR). Dengan adanya MDR dikhawatirkan memicu munculnya superbug yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Superbug kebal terhadap semua pengobatan dan tidak menimbulkan gejala khusus, pasien akan sulit diobati dan jika infeksi terus berlanjut menjadi parah maka akan menyebabkan kematian.
Kehadiran antibiotic di lingkungan mengakibatkan gangguan ekologis dan fitotoksikologi.
Antibiotik tetrasiklin mampu bertahan lama ditanah dalam konsentrasi tinggi dibandingkan antibiotik lain. Residu antibiotik sulfonamid kemampuan bertahan di lingkungan rendah tetapi mampu bermigrasi ke lapisan tanah yang lebih dalam, mencapai akuifer, dan menunjukkan toksisitas yang lebih besar daripada antibiotic aslinya.
Residu antibiotik florfenicol diserap dan diakumulasikan oleh spesies tanaman. Tingkat toksik residu dari antibiotik amfenikol, tetrasiklin, dan sulfonamida dapat berdampak pada pertumbuhan kecambah dan pertumbuhan tanaman, reproduksi, dan kematian organisme yang hidup di air.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa residu antibiotik dapat tertinggal 10-30 hari di faeces dan bulu ayam, setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bahkan idealnya pemakaian antibiotic dihentikan minimal 13 hari sebelum pemotongan ayam, supaya tidak ada residu pada daging ayam. Mungkin dengan pengolahan dan proses pemasakan ayam yang baik residu ini bisa hilang, tetapi bagaimana dengan tauge atau tanaman yang dikonsumsi dalam bentuk mentah?
Keberadaan antibiotik dalam kotoran hewan menjadi faktor resiko kesehatan manusia dan lingkungannya karena adanya residu antibiotic di alam. Antibiotik dalam bakteri patogen mengembangkan resistensi terhadap antimikroba.
Resistensi antimikroba merupakan ancaman serius bagi kemunculan super bug di dunia kesehatan dan kehidupan manusia.
—
Yuliana Prasetyaningsih. Mahasiswa Program Doktoral, Fakultas Biologi UGM. Dosen Bakteriologi, Prodi TLM, Stikes Guna Bangsa Yogyakarta.