SEMARANG (jatengtoday.com) – Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyiapkan anggaran sekitar Rp 250 miliar untuk penanganan Covid-19 di Kota Semarang.
“Dari anggaran kurang lebih Rp 250 miliar, terserap kurang lebih Rp 190 miliar. Di antaranya untuk Bantuan Sosial Tunai (BST), pembelian alat, kebutuhan membuat rumah karantina di Balai Diklat dan Rumah Dinas, dan seterusnya,” kata Hendi sapaan akrabnya, Jumat (24/7/2020).
Mengacu kebijakan pemerintah pusat, kata dia, saat ini istilah “Gugus Tugas” telah dibubarkan. Namun secara tugas dan fungsi, ada perubahan istilah dalam penanganan ini. “Gugusnya kan harus dibubarkan, bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), kami menyusun satuan tugas menyesuaikan kebijakan pemerintah pusat,” katanya.
Dia mengaku bahwa prinsip transparansi tetap akan dipertahankan. Baik terkait data perkembangan, peta sebaran, termasuk warga mana saja yang positif akan diinformasikan kepada masyarakat. Ia mengakui, sejauh ini seringkali terdapat perbedaan antara data milik Pemkot Semarang dan Pemprov Jateng. Pihaknya mengaku telah menelusuri sebab munculnya perbedaan data tersebut.
“Sudah ketemu. Jadi, waktu itu Pemprov mengambil satu per-satu dari setiap rumah sakit di Kota Semarang. Sedangkan kami juga mengambil satu-satu dari rumah sakit di Kota Semarang ditambah tempat penanganan di Rumah Dinas dan Balai Diklat. Mereka tidak menghitung dari Balai Diklat dan Rumah Dinas,” terangnya.
Selain itu, Hendi mengatakan bahwa penanganan dampak akibat pandemi ini terus dilakukan dalam banyak sektor. Penyebaran anggaran penanganan, lanjut dia, secara makro harus jelas dan tepat sasaran. Termasuk penanganan di sektor UMKM yang terkena dampak pandemi ini.
“Sehingga bisa dirasakan masyarakat. Misalnya pos-pos belanja, harus optimal dan dirasakan oleh kelompok-kelompok produktif. Kami juga mengembangkan pola-pola kemitraan dengan UMKM, bagaimana kemudian UMKM menjadi sasaran agar produknya dibeli,” katanya.
Persoalan lain yang terjadi di tengah masyarakat, lanjut Hendi, seringkali terjadi permasalahan di lingkup RT. “Misalnya, terkait portal jalan di kampung, dari awal saya bilang kalau warga mau membuat pos siaga Covid di kampung-kampung. Yang harus dilakukan adalah mengumpulkan warga untuk menemukan kesepakatan,” katanya. (*)
editor: ricky fitriyanto