SEMARANG (jatengtoday.com) – Negeri berjuluk khatulistiwa, Indonesia, dikenal subur dan memiliki kekayaan alam berlimpah. Berjejer ribuan pulau, hamparan samudera, sawah, rimbun pohon hijau dan gunung-gunung berpanorama indah.
Namun dataran tanah nusantara itu dibentuk dua lempeng tektonik besar yakni Lempeng Eurasia dan Lempeng India–Australia. Topografi itu membuat negeri ini banyak memiliki gunung berapi yang tertidur pulas.
Mata dunia kerap terpana melihat keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Namun di balik tidur pulasnya sederet gunung berapi itu menyimpan ancaman letusan dahsyat. Sejarah gempa bumi dan tsunami seiring letusan gunung berapi menewaskan ribuan jiwa manusia.
Jatengtoday.com berusaha merangkum sedikitnya ada empat riwayat letusan gunung berapi paling mengerikan sepanjang ingatan manusia, bahkan paling dahsyat di dunia. Sebab, dampak letusan gunung berapi tersebut selain menewaskan ribuan manusia juga melumpuhkan sendi-sendi kehidupan dunia.
1. Letusan Gunung Toba
Seorang geolog asal Belanda, Van Bemmelen, pernah melaporkan penelitiannya tentang riwayat Danau Toba pada tahun 1939. Terletak di tengah Pulau Sumatera bagian utara dengan memiliki panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer, kedalaman 505 meter, dan ketinggian permukaan 900 meter, menjadi danau vulkanik terbesar di dunia.
Danau tersebut merupakan kaldera gunung berapi super yang pernah meledak dahsyat ribuan tahun silam. Letusan dahsyat Gunung Toba dikenal dengan istilah Youngest Toba Tuff (YTT).
Memang, tidak ada catatan sejarah yang menceritakan kedahsyatan letusan Toba karena terjadi pada peradaban lampau. Namun para peneliti masih bisa menelusuri dan mendeteksi berdasarkan jejak geologis.
Van Bemmelen diperkuat dengan hasil penelitian beberapa ahli, menyebut Kaldera Toba tercipta melalui beberapa kali letusan raksasa. Letusan pertama diperkirakan terjadi kurang lebih 840.000 tahun lalu dan letusan terakhir pada 74.000 tahun silam.
Partikel letusan dahsyat dari Gunung Toba tidak hanya berdampak di daratan Malaysia dan India, tetapi menyebar di seluruh dunia. Bahkan sisa ledakan dahsyat diyakini mengandung partikel asam belerang di inti es yang berdampak mendinginkan samudra. Hal tersebut menjadi penyebab kekacauan iklim dunia di masa lampau, karena terjadi perubahan iklim panas menjadi dingin.
Bahkan National Geographic mencatat:
“Saat Toba meletus, jutaan ton asam sulfat dilepaskan ke stratosfer sehingga menciptakan kegelapan total selama enam tahun dan suhu beku sedikitnya 1.000 tahun, lalu diikuti cuaca dingin ribuan tahun. Fotosintesis melambat, bahkan hampir mustahil terjadi, menghancurkan sumber pakan manusia dan hewan.Vulkanolog mengadopsi istilah humongoustuk letusan Toba guna menggambarkan bencana global yang nyaris memusnahkan spesies manusia di bumi ini.”
Wah, mengerikan sekali ya…
2. Letusan Gunung Krakatau
Sejarah mencatat, 26-27 Agustus 1883 silam menjadi riwayat kelam Gunung Krakatau meletus dahsyat. Guiness Book of Records mencatat letusan gunung berapi yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, yakni di Selat Sunda ini juga menjadi bagian ledakan paling mengerikan sepanjang sejarah di dunia.
Dampak letusan gunung tersebut menghancurkan sebagian besar dari pulau, hingga memisahkan Pulau Jawa dan Sumatera. Konon, suara letusannya terdengar hingga Alice Springs, Australia. Abu vulkanik, batu apung dan letusannya terdengar hingga ribuan kilometer bahkan hingga di pulau-pulau kecil di Afrika Timur.
Dampaknya berlangsung selama berbulan-bulan, mengakibatkan mega-tsunami dengan ketinggian gelombang hingga 40 meter dan memakan tak kurang 34.000 korban jiwa. Kekuatan ledakan Krakatau diperkirakan mencapai 13.000 kali bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Saat meletus pada 1883, ketinggian Gunung Krakatau sekitar 700 meter dpl. Kini, Krakatau merosot ke dalam laut dan memunculkan “Anak Gunung Krakatau” yang hingga kini masih aktif sebagai gunung berapi dengan ketinggian 200 meter dpl.
Letusan Krakatau juga menyebabkan perubahan iklim global, hingga selama dua setengah hari, dunia sempat gelap akibat atmosfer bumi yang tertutup debu vulkanik. Sinar matahari bisa bisa tampak cerah dalam kurun waktu setahun berikutnya.
3. Letusan Gunung Tambora
Pada 10 April 1816 silam, menjadi catatan mengerikan di Gunung Tambora Sumbawa Nusa Tenggara Barat (NTB). Puluhan ribu jiwa menjadi korban ganasnya lahar panas dari gunung setinggi 3.962 meter (sebelum meletus), sekarang tingginya 2.743 meter.
Dampak letusan Gunung Tambora menyebabkan perubahan suhu atmosfer di berbagai belahan dunia. Tidak hanya di Indonesia, tapi mengakibatkan dampak gagal panen di Eropa dan Amerika.
Data Volcanic Explosivity Index (VEI), tercatat sebesar VEI 7, dari skala rentang terdahsyat adalah VEI 8. Letusannya terdengar hingga Sumatera yang jaraknya 1.930 km. Awan dan abu tebal menyebar hingga ke Srilanka dan Australia.
Peristiwa ini diyakini merenggut korban jiwa 71.000 orang. 11.000 hingga 12.000 di antaranya tewas secara langsung. Awan panas yang menyembur melubangi atmosfer hingga menyebabkan perubahan iklim dunia. Eropa dan Amerika mengalami “The Year Without Summer”, karena tidak ada musim panas.
Akibatnya, manusia dan hewan membeku, gagal panen, dan menjadi bencana yang melumpuhkan aktivitas di berbagai belahan dunia.
Suhu dingin mengakibatkan bahan makanan menipis, kelaparan terjadi di mana-mana. Kerusuhan, penjarahan, harga bahan pokok melambung, penyakit kolera dan tifus mewabah, akibat cuaca terganggu di segala penjuru Eropa Barat, Amerika dan Asia. Termasuk mengakibatkan embun beku sepanjang tahun di New England dan Kanada.
Peneliti mencatat, letusan Gunung Tambora 100 kali lebih dahsyat dari Gunung Thera. Sedangkan letusan Gunung Thera 4 kali lebih dahsyat dari letusan Gunung Krakatau. Abu vulkanik letusan Tambora menutupi langit Eropa.
Sebelum Tambora mengamuk dengan menyemburkan lahar panas, terdapat tiga kerajaan yang berkuasa di sekitar lokasi. Yakni Kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat dan Kerajaan Sanggar. Ketiga kerajaan itu musnah terkubur akibat tumpahan lahar panas dan hujan batu.
Pada tahun 2005, para arkeolog menemukan jejak sisa kebudayaan yang terkubur di kedalaman 3 meter pada endapan piroklastik. Merujuk ukuran yang disebut Volcanic Explosivity Index (VEI), yaitu indeks letusan gunung–mirip skala Richter pada ukuran kekuatan gempa. Jika menilik skala VEI angka 1 hingga 8, letusan Gunung Tambora memiliki skala 7.
Sebagai perbandingan, Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus 2010 hanya berada di skala 4 VEI. Volume letusan Tambora sekitar 100 kilometer kubik.
4. Letusan Gunung Samalas
Nama Gunung Samalas ini belum akrab terdengar di telinga orang awam. Secara fisik, gunung yang terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat ini “menghilang”. Setelah Samalas meletus, sisa generasinya adalah Gunung Rinjani, Gunung Baru Jari, dan kawah raksasa Segara Anakan.
Para peneliti gunung berapi menemukan fakta mengejutkan, bahwa Gunung Samalas adalah gunung berapi besar yang pernah meletus dahsyat pada tahun 1257. Dokumen kuno yang memuat penggambaran kengerian meletusnya Gunung Samalas dicatat dalam kitab Babad Lombok yang terbuat dari daun lontar. Babad ini nyaris dilupakan dan dianggap sebagai dongeng belaka.
Namun peneliti menemukan fakta bahwa dampak dari letusan Gunung Samalas yang terjadi pada tahun 1257 itu melampaui imajinasi penulis Babad Lombok. Sebab, letusan Samalas berdampak global dan diduga memicu kelaparan serta kematian massal di Eropa setahun setelah letusan.
Jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) edisi akhir September 2013 menyebut, ditemukannya ribuan kerangka manusia di London yang dipastikan berasal dari tahun 1258, kemungkinan berkaitan erat dengan dampak global dari letusan Gunung Samalas pada tahun 1257.
Tulisan jurnal tersebut merupakan hasil penelitian 15 ahli gunung api dunia. Dari Indonesia yang terlibat adalah Indyo Pratomo, geolog dari Badan Geologi Bandung, Danang Sri Hadmoko dari Geografi Universitas Gajah Mada (UGM) dan Surono, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Sedangkan dari luar negeri yang terlibat meliputi 12 ahli dari berbagai kampus ternama di Eropa. Diantaranya Frank Lavigne dari Université Panthéon-Sorbonne, Jean-Philippe Degeai dari Université Montpellier, Clive Oppenheimer dari University of Cambridge, Inggris, dan sejumlah ahli lainnya.
Letusannya berdampak global hingga menyebabkan pendinginan mendadak, gagal panen di Eropa, hingga memicu terjadinya kelaparan dan kematian massal di Eropa. Dampak letusan Samalas, Kerajaan Lombok musnah akibat terkubur muntahan 40 kubik kilometer batu dan abu ke udara setinggi 40 km.
Letusan Gunung Samalas diperkirakan mencapai 7 skala. Untuk perbandingan, letusan Gunung Merapi 2010 memiliki 4 skala saja sudah berbahaya. Letusan 7 skala Gunung Samalas ini memiliki kekuatan 1.000 kali lipat dari erupsi Gunung Merapi 2010 di Jawa Tengah. (*)
editor : ricky fitriyanto