in

Presiden Teken PP soal Pengurusan dan Pengawasan BUMN

Presiden menetapkan beberapa pasal perubahan terkait direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN.

Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka Jakarta, Senin (13/6/2022). (foto: bpmi setpres/kris)

JAKARTA (jatengtoday.com) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan atas PP Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dikutip dari salinan PP 23/2022 yang diperoleh di laman Kementerian Sekretariat Negara, Senin (13/6/2022), Presiden menetapkan beberapa pasal perubahan terkait direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN.

Seperti pada Pasal 14 PP Nomor 23/2022, tertulis bahwa dalam pengangkatan direksi, menteri menetapkan daftar dan rekam jejak. Menteri juga dapat meminta masukan dari lembaga/instansi pemerintah terkait untuk menetapkan daftar dan rekam jejak.

“Dalam pengangkatan direksi sebagaimana dimaksud RUPS/Menteri memperhatikan dan mempertimbangkan rekam jejak,” bunyi Pasal 14 ayat (1c). Adapun pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dilakukan oleh RUPS untuk BUMN Persero, dan Menteri untuk BUMN Perum.

Melalui PP tersebut, Presiden juga melarang anggota direksi menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah, dan/atau kepala/wakil kepala daerah, sebagaimana tertulis di Pasal 22 ayat (1).

Begitu juga dengan posisi komisaris. Dalam Pasal 55 ayat (1), disebutkan anggota komisaris dan dewan pengawas dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah, dan/atau kepala/wakil kepala daerah.

Presiden juga mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan, seperti tertulis dalam Pasal 27 ayat (2).

Namun, pada Pasal 27 ayat (2a) disebutkan juga bahwa anggota direksi tidak dipertanggungiawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud apabila dapat membuktikan;

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tuiuan BUMN;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Kemudian, pada Pasal 27 ayat (3), tertulis bahwa atas nama perum (perusahaan umum), menteri dapat mengaiukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota direksi, yang karena kesalahan atau kelalaiannya, menimbulkan kerugian pada perum.

Selain kepada direksi, Presiden juga mengatur bahwa komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan, sebagaimana tertulis pada Pasal 59 ayat (2).

Namun pada Pasal 59 ayat (3), ditulis bahwa anggota komisaris dan dewan pengawas tidak dapat dipertanggungiawabkan atas kerugian sebagaimana apabila dapat membuktikan;

a. telah melakukan pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan/perum dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan/perum;

b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan Pengurusan Direksi yang kerugian;

c. dan telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Selain itu, pada Pasal 59 ayat (3), ditulis bahwa atas nama perum, menteri dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota dewan pengawas, yang karena kesalahan atau kelalaiannya, menimbulkan kerugian pada Perum.

PP tersebut ditetapkan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 8 Juni 2022 dan diundangkan pada tanggal yang sama. (ant)