SEMARANG – Pemprov Jateng terus menjajaki e-commerce untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Terlebih, harga komoditas pertanian di pasar cenderung fluktuatif. Seperti harga bawang merah yang anjlok beberapa waktu terakhir.
Terobosan e-commerce Regopantes pun resmi diluncurkan pada triwulan lalu demi mengikis rantai middle man dalam distribusi komoditas pertanian. Sehingga memberikan keuntungan lebih besar bagi petani.
Pendiri dan pemilik Regopantes, Wim Prihanto mengungkapkan 1.100 petani di Jawa Tengah sudah memanfaatkan e-commerce tersebut. Sebagian besar adalah petani asal Kabupaten Magelang dan sekitarnya. Sementara konsumen yang sudah mengakses website ini sekitar 8.000 orang.
“Tiga bulan beroperasi kemarin kita sudah berhasil mentransaksikan 5,7 ton. Kalau dinilai rupiahnya memang belum terlalu banyak, sekitar Rp 90 juta. Tetapi efek sosial mulai terasa. Beberapa petani di Kabupaten Batang dan Kabupaten Magelang mengatakan kami mendapatkan penghasilan dua hingga tiga kali lipat,” bebernya saat mengikuti Audiensi Kepala Biro ISDA dan Tim E–Commerce Pangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam rangka Paparan Sistem Aplikasi E–Commerce Pangan di Ruang Rapat Lantai II Gedung A Kantor Gubernur, Senin (5/2/2018).
Selain Regopantes, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga melakukan penjajakan dengan e-commerce Eragano sejak awal 2018. CEO Eragano, Stephanie, menerangkan, e-commerce yang dikelolanya merupakan solusi dari hulu ke hilir berbasis teknologi platform untuk memberikan kemudahan bagi petani dalam mengakses pinjaman/ kredit perbankan, memperoleh pelatihan budi daya dan pascapanen hingga mereka siap menjual hasil panennya. Untuk pasarnya, e-commerce Eragano berorientasi pada segmen industri agar petani dapat menjual komoditasnya dalam skala besar.
“Kami punya network ke arah hotel, restoran, dan kafe. Tapi kami fokuskan pada market industri agar kita stabil dahulu. Tujuan yang kami sudah ada seperti Unilever, Nestle, Charoen Pokphand Indonesia, Cargill, dan lainnya,” terangnya.
Perempuan muda itu menambahkan, selama beroperasi, Eragano telah membantu petani Kupang untuk menjual 40 ton jagung pakan ternak, 36.5 ton tomat dari petani Jabar, 40 ton bawang merah dari petani Brebes Jateng dan petani Nganjuk Jatim.
Secara teknis, petani yang mengawali keikutsertaannya di e-commerce Eragano harus mengisi data profil petani, titik lahan, dan titik geo tagging untuk memudahkan monitoring budi daya hingga pascapanen.
“Dari profil petani mereka masukkan data seperti dari nama, tanggal lahir, nomor KTP sampai nama ibu kandung untuk membantu bank menerapkan laku pandai. Titik profil lahan dan titik geo tagging (juga diinput) sehingga langsung ketahuan lahannya dimana dan bisa dikroscek. Karena ketika nanti monitoring, ada pengecekan antara geo tagging lokasi foto dengan lokasi lahannya,” jelasnya.
Dengan segmen industri yang ada, Stephanie mengungkapkan, Eragano mendorong petani untuk menjual komoditasnya dengan bobot minimal 2,5 ton. Sehingga ongkos kirim yang dikucurkan tidak banyak.
“Petani bisa jual 2,5 ton agar mereka bisa meningkatkan pendapatannya. Kalau di bawah 2,5 ton nanti biaya ongkos kirimnya terlalu tinggi,” ujarnya.
Tak hanya menambah pendapatan, Eragano juga memacu petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Dengan pelatihan rutin setiap minggunya, baik online maupun offline, petani bisa meningkatkan produktivitas sekitar 30 persen.
“Dari arah penjualan, harga yang diterima petani bisa minimal 30 persen sampai dua kali lipat. Di luar itu, untuk produktivitas kita bisa tingkatkan minimal 30 persen. Dengan training kita (berikan), yang rata-rata lima ton bisa menjadi tujuh ton. Untuk kegagalan panen juga berkurang karena ada asuransi jadi bisa full cover,” lanjutnya. (ajie mh)
Editor: Ismu Puruhito