SEMARANG (jatengtoday.com) – Kota Semarang dikepung pengembangan perumahan. Tapi ternyata, penjualannya justru lesu.
Fenomena tersebut terlihat dari sejumlah pameran perumahan yang digelar sepanjang 2018. Rata-rata, penjualannya tak bisa tembus target.
Dari pameran perumahan yang digelar selama tahun ini, hanya membukukan potensi penjualan 297 unit. Padahal targetnya 600 unit. Capaian itu merosot dari tahun lalu yang tercatat ada 407 unit rumah terjual.
Ketua Property Expo Semarang, Dibya K Hidayat menduga, lesunya bisnis properti bisa jadi karena kondisi ekonomi nasional yang belum stabil. Praktis, masyarakat belum berani mengambil risiko membeli rumah. Entah untuk tempat tinggal, atau investasi.
Padahal, menurutnya, dengan menunda pembelian rumah tidak akan memberikan harga terbaik. Sebab, harga rumah akan terus mengalami kenaikan mengikuti instrumen pendukungnya.
“Kenapa di perbankan penjualannya kurang, karena juga penjualan properti lesu sepanjang tahun ini. Kami juga melihat barometer pameran, memang turun. Sepanjang tahun ini 60 persen potensi penjualannya selama pameran 2018. Jadi, bisa disimpulkan jika pasar properti turun dan tidak bagus. Faktornya banyak sekali,” paparnya, Kamis (13/12/2018).
Lesunya penjualan rumah tidak hanya dialami pengembang rumah komersial saja. Rumah subsidi juga ikut merasakan dampaknya. Hanya saja, persoalannya berbeda dengan penjualan rumah komersial.
“Kalau rumah subsidi faktornya adalah ketersediaan lahan, dan pendapatan minimal pekerja sebesar Rp 4 juta,” ujarnya.
Karena itu, untuk menggenjot penjualan rumah selama pameran tahun depan, pihaknya akan menganti strategi penjualannya. Salah satunya, dengan semakin banyak menggandeng pihak perbankan untuk ikut memasarkan produk kredit perumahannya.
“Sebagian besar konsumen, biasanya beli rumah lewat KPR. Makanya, dengan makin banyak bank yang ikut di pameran akan semakin bagus. Masyarakat akan banyak pilihan, dari produk yang ditawarkan bank,” tandasnya. (*)
editor : ricky fitriyanto