SEMARANG (jatengtoday.com) – Belakangan ini profesi ojek online (ojol) cenderung mendapat perhatian lebih dari pemerintah maupun BUMN. Para pengemudi online cenderung ‘dimanjakan’ dengan berbagai bantuan kerena pendapatannya berkurang akibat terdampak pandemi global.
Mulai berbagai aksi pembagian makan siang untuk para driver online hingga promo cashback sebesar 50 persen untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi khusus ojek online di SPBU PT Pertamina. Perlakuan istimewa untuk ojek online itu memicu kritik, bahwa pemerintah tidak adil.
Peneliti Senior Institut Studi Transportasi (Instran) Felix Iryantomo, mengatakan profesi pengemudi ojek online bukanlah satu-satunya pengemudi angkutan umum yang mengalami penurunan pendapatan di masa pandemi Covid-19. Namun, perhatian pemerintah dan BUMN cukup berlebihan terhadap pengemudi ojek daring.
“Seyogyanya pemerintah, sekalipun melalui BUMN, dalam mengambil kebijakan sektor transportasi harus berlaku adil, tidak memihak hanya kepada kelompok tertentu. Karena hal itu sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan pada pengusaha jasa angkutan lainnya,” kata Felix, Senin (20/4/2020).
Dikatakannya, masih banyak pekerja sektor informal lainnya yang terdampak Covid-19. Seperti halnya transportasi angkutan kota (angkot), taksi, ataupun bus-bus angkutan antar kota dalam Provinsi (AKDP) maupun angkutan antar kota antar Provinsi (AKAP), bus pariwisata, angkutan antar jemput antar provinsi (AJAP) atau travel, bajaj, becak motor, bentor (becak nempel motor), ojek pangkalan (opang), dan pelaku usaha jasa angkutan barang atau logistik.
“Pengemudi ojek online masih punya peluang mendapatkan penghasilan dengan membawa barang. Sementara pengemudi angkutan umum lainnya tertutup peluang itu. Karena mobilitas orang berkurang dan moda yang digunakan dibatasi jumlah penumpangnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, keberadaan ojek online sendiri, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bukan termasuk angkutan umum.
“Perhatian apa yang sudah diberikan oleh pemerintah maupun BUMN terhadap angkutan umum itu?” ujarnya mempertanyakan.
Senada, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan, Masyarakaat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan pemerintah dan BUMN harus bertindak adil terhadap seluruh profesi pengemudi angkutan umum.
Data Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mencatat terdapat 3.650 perusahaan bus/angkutan di tahun 2019.
Jumlah perusahaan bus angkutan itu merupakan gabungan dari enam jenis layanan, yaitu bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP); mobil Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP), bus pariwisata, angkutan sewa, angkutan alat berat, dan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3).
“Itu belum termasuk bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota. Bagaimana pemerintah menyikapinya dampak nyata di sektor transportasi akibat wabah Covid-19 tersebut?” katanya.
BUMN PT Pertamina, lanjut dia, mengeluarkan kebijakan istimewa untuk para pelaku angkutan berbasis daring khususnya ojek online (ojol), yakni berupa pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian BBM.non subsidi.
“Jika pemerintah dan BUMN mau adil, tentu tidak hanya pengemudi ojek daring yang mendapatkan cash back untuk pembelian BBM atau bentuk bantuan lainnya, akan tetapi diberikan pula bantuan pada seluruh pengemudi transportasi umum yang lainnya,” ungkapnya. (*)
editor: ricky fitriyanto