JAKARTA (jatengtoday.com) – Delegasi mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Universitas Indonesia (UI), serta jajaran Badan Pengurus Harian Pekan Progresif 2024 melakukan audiensi di Komisi III DPR RI Jakarta pada Selasa (20/05/2025).
Mereka mewakili aspirasi 16 delegasi mahasiswa fakultas hukum dari berbagai universitas di Indonesia.
“Audiensi ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan Pekan Progresif 2024 yang telah dilaksanakan pada 4–9 November 2024 di Semarang dan menghasilkan 21 poin rekomendasi pembaharuan KUHAP,” kata Ketua Pelaksana Pekan Progresif 2024, Ilman Nurfathan.
Dikatakannya, dalam pertemuan tersebut, disampaikan secara langsung hasil perumusan rekomendasi dari 16 delegasi mahasiswa fakultas hukum dari berbagai universitas di Indonesia.
“Rekomendasi tersebut disusun berdasarkan diskusi dalam konferensi selama pelaksanaan Pekan Progresif, dengan fokus pada penguatan keadilan substantif dalam sistem peradilan pidana nasional,” katanya.
Ilman menyebutkan, salah satu isu yang disorot oleh delegasi adalah perlunya menghadirkan kembali Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) sebagai lembaga pengganti praperadilan.
“Menurut kami, keberadaan HPP akan memperkuat pengawasan pada tahap pra-ajudikasi dan memastikan tersangka serta korban mendapatkan perlindungan hukum secara seimbang,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Ilman, audiensi ini menyoroti juga pentingnya penyediaan dan optimalisasi rekaman audio-visual dalam interogasi untuk mencegah penyimpangan dan pelanggaran HAM.
“Kami mendorong agar penggunaan teknologi ini dijadikan standar dalam proses penyidikan, selaras dengan prinsip due process of law,” katanya.
Selain itu, masih kata Ilman, penguatan fungsi investigatif Kompolnas terhadap kinerja aparat penegak hukum juga menjadi pusat perhatian.
“Fungsi pengawasan eksternal perlu diperkuat agar pelanggaran yang dilakukan oleh aparat bisa ditindak secara adil dan transparan,” tegasnya.
Delegasi dan BPH Pekan Progresif juga mengusulkan perubahan terminologi dalam beberapa pasal, seperti penggantian frasa “permintaan” menjadi “kewajiban” pada Pasal 64 ayat (3). Selanjutnya pengaturan lebih lanjut tentang perlindungan bagi saksi mahkota, penambahan waktu bagi HPP dalam memutus perkara, dan pembebanan sanksi administratif bagi hakim pengawas yang lalai menjalankan tugas.
“Kami juga menekankan diperlukannya pengkajian ulang terhadap restorative justice demi menciptakan pemulihan keadaan bagi para pihak,” imbuh dia.
Anggota Komisi III DPR RI yang hadir dalam audiensi memberikan respons positif atas masukan yang diberikan oleh delegasi dan berjanji akan mempertimbangkan setiap poin dalam proses legislasi.
“Mereka menilai masukan dari mahasiswa hukum seperti ini penting untuk memperkaya perspektif pembuat kebijakan,” katanya.
Menurutnya, audiensi seperti ini menjadi bentuk nyata sinergitas dan kaloborasi antara mahasiswa dan lembaga legislatif dalam merespons kebutuhan hukum masyarakat.
“Kami berharap, suara mahasiswa dari berbagai universitas yang telah dirumuskan bersama dapat benar-benar didengar dan diimplementasikan dalam kebijakan hukum nasional,” ujarnya. (*)