in

Inflasi di Jateng Turun 0,69 Persen dalam Sebulan, Ini Rahasianya

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro Fx Sugiyanto mengatakan, meski mengalami penurunan, Pemerintah Provinsi Jateng mesti harus selalu waspada.

grafik inflasi berbentuk koin
Ilustrasi (Credit: Alexei Morozov)

 

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pada bulan Juni lalu Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan tingkat inflasi di Jateng mencapai 4,97 persen.

Dengan penyebab utama karena kenaikan harga kebutuhan pokok.

Setelah beberapa langkah dilakukan Gubernur Ganjar Pranowo, di bulan Juli inflasi Jateng berhasil turun 0,69 menjadi 4,28 persen.

Kepala BPS Jateng Adhi W mengatakan, pada Juli inflasi Jateng lebih rendah dibanding nasional 0,64 persen.

Di Jateng sendiri dari enam kota dengan Indeks Harga Konsumen atau IHK paling tinggi. Di antaranya Kota Semarang dan Kota Tegal yang mencapai 0,59 persen.

Tapi secara tahun ke tahun, inflasi terbesar ada di Cilacap yaitu 6,78 persen, Solo 6,63 persen dan Tegal 6,56 persen. Artinya, di Semarang lebih rendah secara tahun ke tahun 4,87 persen.

“Tapi secara umum, seluruh kota di IHK itu semua alami inflasi. Karena memang ada momen tertentu seperti penyesuaian harga BBM baik Pertaminadex atau Dexlite,” ujarnya via sambungan telepon.

Komoditas Penyebab Inflasi

Adhi menjekaskan komoditas penyebab inflasi di Jateng adalah cabai merah, bawang merah, tarif angkutan umum, angkutan udara, dan rokok kretek.

Dia juga menambahkan, untuk kondisi inflasi dan deflasi tergantung tiga faktor yakni uang beredar yang mana Juli lalu ada tunjangan gaji 13 sehingga uang beredar pun lebih banyak, mobilitas seperti nanti 17 Agustus, serta uang sekolah yang gratis, dan lainnya.

Harapannya di Agustus nanti kalau terjadi inflasi tidak terlalu besar. Setidaknya bisa di angka 0,2 persen atau bisa deflasi.

“Ini juga tidak hanya kebijakan di Jateng tapi juga kebijakan nasional. Kalau harga bensin bisa turun, mudahan bisa terjadi deflasi,” ucapnya.

Penurunan inflasi di Jateng tak lepas dari upaya Gubernur Ganjar Pranowo yang memerintahkan jajarannya di Pemprov Jateng untuk turut serta menekan laju inflasi dengan melakukan operasi pasar di enam daerah, yaitu Kota Semarang, Surakarta, Tegal Purwokerto, Kudus dan Cilacap.

Selain itu, Ganjar juga meminta Kadin Jateng untuk mengevaluasi kebutuhan dunia dagang dan industri saat ini. Khususnya dalam menyikapi kondisi VUCA (volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang sedang terjadi.

Dalam hal ini Kadin diminta untuk bisa mendesain bersama dengan dinas-dinas terkait agar dapat keluar dari kondisi sulit.

Ganjar juga menggerakkan BUMD, misalnya PT Citra Mandiri Jawa Tengah (CMJT) Perseroda dengan memberikan penugasan public service obligation (PSO) agar meng-cover beberapa komoditas yang berpotensi naik harga. Begitu juga terkait potensi kenaikan harga gas dan pupuk. 

Ganjar juga mendorong petani untuk bisa membuat pupuk sendiri. Ganjar mengatakan, hari ini masyarakat perlu diajari untuk memanfaatkan lahan yang ada di sekitar rumahnya.

“Maka kita hati-hati. Umpama minyak, pertalite ini mau naik apa nggak. Kalau naik berarti menjadi satu kebijakan dan pasti akan mendorong inflasi. Maka saya minta mereka (Kadin) terjun,” kata Ganjar.

Waspada Inflasi

Sementara itu Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro Fx Sugiyanto mengatakan, meski mengalami penurunan, Pemerintah Provinsi Jateng mesti harus selalu waspada.

“Kita perlu siap-siap untuk kemungkinan yang buruk, walaupun itu belum terlalu buruk dibandingkan banyak negara,” kata Sugiyanto ditemui di kantor Bank Indonesia Semarang, Selasa (2/8/2022).

Selain itu, ada juga tantangan yang menurut FX Sugiyanto mengkhawatirkan. Terutama tentang harga bahan pangan yang bergantung pada impor. Jadi menurutnya ada dua komoditas yang menentukan.

Namun pada sisi yang lain sebetulnya masih cukup baik yaitu Bank Indonesia belum mendorong kenaikan suku bunga. Walaupun di banyak negara lain itu sudah cukup meningkat.

“Tapi ini, sekaligus merupakan indikasi bahwa inflasi kita akan sangat terpengaruh oleh pasokan barang pangan dan energi. Itu cost plus yaitu inflasi karena dorongan biaya,” tambahnya.

Dia berharap tidak ada kegagalan panen karena itu akan sangat membantu untuk menahan inflasi agar tidak meningkat dengan tajam.

Harapannya juga akan dibuka ekspor dari Ukraina untuk bahan makanan, sehingga paling tidak akan lebih mengerem laju kenaikan inflasi.

“Jadi dua sisi itu lebih pada sisi penawaran, bukan pada permintaannya,” tandasnya. (*)