in

Indonesia Gagal di Thomas-Uber Cup 2022, Saatnya PBSI Lakukan Koreksi dan Membuka Diri

Kualitas kepelatihan dan lainnya perlu dievaluasi, karena ini akan menentukan keberhasilan pemain.

Tunggal putri India Pusarla V. Sindhu (kanan) mendengarkan arahan pelatihnya Mulyo Handoyo dalam babak kualifikasi grup Piala Sudirman 2017 di Carrara Sport and Leisure Centre, Queensland, Australia, Senin (22/5). (antara/rosa panggabean)

KEGAGALAN Indonesia memertahankan Piala Thomas menjadi pukulan telak bagi Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI). Induk organisasi tepok bulu di Tanah Air itu sudah saatnya membuka diri dan lebih berani melakukan regenerasi.

Sosok Mulyo Handoyo belakangan menjadi perbincangan dan kerap disebut berbagai media di Tanah Air setelah India mengukir sejarah menjadi juara Thomas Cup 2022 usai menang 3-0 atas Indonesia yang hadir dengan status juara bertahan.

Bukan tanpa sebab, Mulyo Handoyo dianggap sebagai sosok yang melahirkan deretan pebulu tangkis tunggal putra kelas dunia negeri Bollywood seperti Srikanth Kidambi yang menjadi tulang punggung dan kunci kemenangan India di Piala Thomas edisi ke-32 tersebut.

Mulyo memang tak lagi berada di pinggir lapangan saat India mengukir sejarah pada supremasi kejuaraan bulu tangkis dunia yang berlangsung di Impact Arena, Nonthaburi, Thailand, 8-15 Mei, namun kontribusi dalam meningkatkan prestasi olahraga tepok bulu India tak bisa dilepaskan.

Baca Juga: Dilumat India 0-3, Indonesia Gagal Pertahankan Piala Thomas

Tak ayal kemenangan India pun dikait-kaitkan dengan namanya. Selain Srikanth Kidambi, ada HS Prannoy juga tak lepas dari sentuhan tangan dingin dari pelatih spesialis tunggal putra tersebut. Mulyo pun menyampaikan sejumlah masukan saat dihubungi melalui telepon seluler, Selasa (17/5/2022).

Pelatih yang mengorbitkan Taufik Hidayat itu mengapresiasi perjuangan atlet Indonesia yang menunjukkan usaha luar biasa hingga bisa tembus ke final Piala Thomas 2022. Sayang, Jonatan Christie dan kawan-kawan kalah dari India yang menurutnya memang tampil dalam performa terbaiknya.

Evaluasi Total

“Harus ada evaluasi secara keseluruhan dengan kekalahan ini (final Piala Thomas 2022). Terutama dalam kaitannya dengan tim. Kalau dilihat dari peringkat, Indonesia lebih diunggulkan. Tetapi, kenapa rasanya seperti terbebani, sehingga tidak maksimal atau tidak konsisten. Harusnya bisa lebih percaya diri,” kata Mulyo.

Secara pembinaan, Mulyo menegaskan bahwa Indonesia masih yang terbaik dibandingkan negara lainnya, termasuk India. Terlebih Indonesia memiliki banyak talenta.

“Indonesia punya pelatnas baik dan semuanya baik. Artinya kualitas kepelatihan dan lainnya perlu dievaluasi, karena ini akan menentukan keberhasilan pemain. Talenta kita banyak. Singapura mungkin hanya satu atau dua pemain. Jadi sayang kalau bakat-bakat ini lewat,” ujarnya.

Dia membagikan pengalaman saat menangani Srikanth Kidambi pada 2017. Menurutnya Kidambi adalah pemain yang memiliki bakat. Sehingga dia hanya perlu memoles dan memberikan pola pelatihan yang sesuai.

Hasilnya dalam kurang dari satu tahun, Mulyo sukses membawa Kidambi menjadi pebulu tangkis nomor satu dunia pada April 2018.

Baca Juga: Pemerintah Cairkan Bonus Rp 10 Miliar untuk Tim Piala Thomas

Kidambi bukan satu-satunya pemain yang sukses dari tangan dingin Mulyo. Jauh sebelumnya, ada Taufik Hidayat yang kala itu sukses meraih medali emas Olimpiade 2004 di Athena, Yunani.

Selain itu ada deretan pemain lainnya dan terbaru adalah Loh Kean Yew. Di bawah bimbingan Mulyo, pebulu tangkis asal Singapura itu menyabet gelar juara di Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2021 yang berlangsung di Huelva, Spanyol.

“Pengalaman saat menangani pemain berbakat, satu atau dua tahun itu sudah muncul di level top dunia. Misalnya Taufik atau Srikanth (Kidambi) yang dalam satu tahun naik ke posisi teratas, meski pun ketika saya tangani dia tidak di posisi nol,” kata Mulyo.

“Saya datang ke India ketika Srikanth berada di peringkat 40-an. Tidak sampai satu tahun, dia bisa posisi satu atau dua dunia. Karena memang dia berbakat. Indonesia punya banyak atlet berbakat,” ujar Mulyo menambahkan.

Dengan melimpah atlet berbakat di Indonesia, Mulyo berpendapat bahwa PP PBSI sudah semestinya membuka diri untuk diskusi dengan berbagai pihak demi peningkatan prestasi bulu tangkis Indonesia.

“Saya pernah berbicara ke beberapa orang di PP PBSI, tapi tidak ada tanggapan. Sebetulnya forum-forum diskusi dengan pakar, mantan pemain, dan lainnya bisa dilakukan. Diskusi sekarang ini tak perlu datang langsung, kita bisa virtual. Semuanya sudah canggih. Karena ini organisasi bulu tangkis besar. Artinya bukan keperluan individu, tetapi untuk negara. Itu yang menjadi catatan,” kata Mulyo.

Menurutnya, PBSI sejauh ini masih menutup diri. Pengalamannya pada 2017, dia pernah menawarkan diri ke PBSI. Namun kala itu tidak mendapat respon yang baik.

Kemudian dia sebagai pelatih profesional pun memutuskan untuk terbang ke India untuk menangani Srikanth Kidambi dan kawan-kawan. Hasilnya, bisa dilihat hingga saat ini.

Pendekatan Emosional

Selaku pelatih spesialis tunggal putra, Mulyo menyoroti permainan Jojo, sapaan Jonatan Christie dan kawan-kawan. Menurutnya, sektor ini harus berbenah karena sejauh ini permainan cenderung monoton dan tidak konsisten, sehingga mudah terbaca lawan.

“Saya lihat tidak konsisten. Artinya kadang bagus, kadang jelek. Pengaruhnya dari mana, saya tidak tahu karena saya tidak menanganinya,” kata Mulyo.

Untuk itu, peningkatan pola permainan perlu dilakukan. Kemudian terkait inkonsistensi, menurut Mulyo menyangkut bagaimana dengan pola latihan.

Pendekatan secara emosional antara pelatih dan pemain juga tak bisa dipisahkan.

“Setiap negara punya kultur yang berbeda-beda. Dengan begitu ada pendekatan pribadi yang berbeda juga bagaimana kita bisa mengajak atlet termotivasi untuk berlatih,” ujarnya.

Dia pun mengatakan bahwa regenerasi pada sektor tunggal putra tertinggal negara lainnya seperti China, Thailand, dan India.

Dia berharap tunggal putra muda Indonesia memiliki kesempatan lebih banyak bertanding.

“Misalnya Thailand ada Kunlavut Vitidsarn. India punya Lakshya Sen. Pun demikian Singapura dan negara lainnya yang memunculkan pemain baru. Indonesia belum dan menurut saya terlambat karena masih mengandalkan pemain yang itu-itu saja,” kata Mulyo.

Jadi, lanjut Mulyo Indonesia harus berani mendorong pemain muda. Tentunya, dengan target-target tertentu yang diterapkan PP PBSI.

“Harus pembinaan harus betul-betul punya sistem atau progres yang baik. Ini bisa kita lihat dengan data-data untuk evaluasi. Dari situ kita tahu mana yang terbaik. Jika sudah memberikan yang terbaik, tinggal tunggu saja. Saya kurang tahu kalau di PBSI seperti apa,” ujarnya. (ant)