SEMARANG (jatengtoday.com) – Wanita hamil, terutama yang berisiko tinggi, butuh satu pendamping untuk memonitor kondisi ibu dan kandungan. Karena itu, sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi, pemprov Jateng mencari relawan sebagai pendamping ibu hamil.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menjelaskan, salah satu upaya paling efektif dalam penurunan angka kematian ibu (AKI) melahirkan adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia, yang kemudian bisa saling mengawal dan mengawasi periode kehamilan.
“Ini berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia. Jateng sudah punya program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng. Ini sebenarnya ada temannya, yakni one student one client,” jelasnya, Selasa (9/10/2018).
Sebenarnya, lanjut dia, student itu tidak berarti harus mahasiswa, tapi juga bisa kelompok masyarakat, LSM, pemerhati, kelompok atau pihak manapun yang peduli. Dengan program 5NG, Pemprov Jateng telah berhasil menurunkan angka kematian ibu sebanyak 14 persen atau 88,58 per 100 ribu kelahiran. Hal itu melampaui batas dari target yang ditetapkan SDG’s sebesar 3 persen per tahun atau 90 per 100 ribu kelahiran hidup.
Ganjar meminta pada forum tersebut, agar melahirkan reformulasi terkait penanganan AKI dan AKB. Dia menghendaki masukan apa yang mesti diperbaiki, muncul anggaran, kapasitas, Infrastruktur, sistem evaluasi, dan fasilitas.
“Terus saya hitung, berapa rata-rata orang hamil per tahun di Jawa Tengah? Yang bermasalah berapa? Nah kita cari relawan untuk mendampingi ibu hamil yang bermasalah,” katanya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jateng, pada 2017 jumlah ibu hamil mencapai 596.349 orang. Dengan jumlah ibu hamil risiko tinggi sebanyak 20 persen atau 124.276 orang.
“Kita cari relawan sekitar 180.000. Kita harapkan kalau itu didampingi ceknya rutin, bagaimana asupan gizinya, kondisi hariannya, diantarkan, ditungguin sampai dia melahirkan. Kalau sampai dia melahirkan mereka ditunggui, Insya Allah bisa mengurangi risiko kematian yang ada,” katanya.
Sehingga, kata Ganjar, kalau terdapat kendala di lapangan dapat segera diatasi. Misalnya, jika ibu hamil dengan risiko tinggi ini desanya jauh di remote area dia perlu nginep dan standby. Sehingga relawan pendamping tersebut bisa memberi masukan agar dekat dengan pelayanan.
“Atau jika menghendaki pelayanan yang lebih bagus atau dokter lebih bagus ya sudah ditaruh di rumah singgah. Dipaksa diedukasi agar mereka nyaman yang penting mereka selamat,” katanya.
Meskipun saat ini program one student one client memang kontributor terbesarnya masih dari kampus, menurut Ganjar tidak menutup kemungkinan ada kontribusi berbagai pihak.
“Ormas agama akan masuk. Nanti kita dorong dari PKK, posyandu, banyaklah. 180 ribu tidaklah banyak jika dibanding 35 juta warga Jateng. Tentu banyak orang yang peduli soal ini,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto