in , ,

Cewek-cewek Belia ini Mengolah Tumbuhan Jadi Cat Air

Sekelompok mahasiswi di Kota Semarang ini terbilang usil. Mereka berpikir bagaimana caranya membuat cat air tanpa menggunakan bahan Kimia. Sebab, bahan kimia berbahaya bagi anak saat berlatih melukis atau mewarnai menggunakan cat.

Mereka kemudian melakukan eksperimen tumbuh-tumbuhan diolah menjadi cat air. “Awalnya, kami melakukan pengamatan di lingkungan. Permasalahan awalnya, anak-anak suka bermain cat untuk mewarnai. Tetapi, cat air selama ini cukup berbahaya bagi anak-anak karena mengandung bahan kimia,” kata Selvia Eri Kuntari.

Akhirnya, ia bersama rekan-rekannya Agnes Yunitasari, Dita Cahya, Gisky Ichza Anindya, dan Sawitri Kemala Putri, melakukan eksperimen sederhana. Mereka adalah mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang.

“Eksperimen kami lakukan sejak September 2017 lalu. Kami lakukan percobaan berbagai tumbuhan untuk diolah menjadi pewarna,” katanya.

Saat ini, setidaknya ia bersama timnya mampu menghasilkan tiga warna dari pengolahan tumbuhan menjadi cat air. Tiga warna tersebut adalah merah, kuning dan hijau.

“Warna merah terbuat dari kayu Secang yang kami rebus, kemudian menghasilkan cairan kental dan dituangkan,” terangnya.

Warna hijau terbuat dari daun Suji. Prosesnya dilakukan penumbukan hingga mengeluarkan cairan. Sedangkan warna kuning dibuat dari Kunyit yang ‘diparut’ untuk diambil sarinya. “Tiga warna itu sudah bisa dikombinasikan menjadi berbagai warna lain,” katanya.

Eksperimen yang mereka lakukan sederhana. Mereka menggunakan metode ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). “Kami berpikir agar ada inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Cat air ini bisa digunakan anak-anak balita. Karena tidak ada bahan kimia. Sehingga aman bagi anak-anak,” katanya.

Secara kualitas warna, kata dia, memiliki ketajaman sebagaimana cat air yang menggunakan bahan kimia. “Bedanya, ini lebih ramah lingkungan karena terbuat murni dari tumbuhan, tanpa campuran zat kimia apapun,” katanya.

Ia mengaku, eksperimen yang dilakukan sempat gagal. Semula, ia mengaku menggunakan campuran tepung tapioka, ditimbuk, dan disaring. Tetapi ternyata mengakibatkan bau tidak sedap. “Baru sehari saja baunya tidak enak. Akhirnya, kami melakukan pembenahan dengan cara mengambil sari-nya saja. Tidak menggunakan campuran apapun. Hasilnya sangat menggembirakan dan tahan lama,” katanya. (Abdul Mughis)

Editor: Ismu Puruhito

Abdul Mughis