in

Blokir 8 Platform Digital, Rugikan Miliaran Rupiah, Kominfo Digugat

Pemblokiran tersebut juga menjadi ancaman kebebasan pers, ketidakpastian keamanan data digital, serta ancaman bagi para pekerja media dan industri kreatif selama aturan ini tidak dicabut.

Tim Advokasi Kebebasan Digital usai melayangkan gugatan kepada Kominfo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Rabu, 30 November 2022. (Foto dokumentasi Tim Advokasi Kebebasan Digital)

JAKARTA (jatengtoday.com) – Buntut pemblokiran delapan platform digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika digugat oleh Tim Advokasi Kebebasan Digital di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Rabu, 30 November 2022.

Para penggugat terdiri dari dua individu yakni Isdaru Pratanto dan Krishna Wisnuputra serta dua lembaga nonpemerintah yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI).

Gugatan tersebut terkait tindakan Kominfo memutus akses delapan platform digital yang belum melakukan registrasi pada 30 Juli 2022 yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA). Pemutusan akses tersebut merupakan pelaksanaan Peraturan Menteri Kominfo No 5 Tahun 2020 /2020, yang diubah melalui Permen Kominfo 10/2021.

Ketua SINDIKASI, Nur Aini mengatakan, pemutusan akses delapan platform digital tersebut menimbulkan kerugian materil dan immateril bagi para penggugat. Yakni tidak bisa mengakses delapan aplikasi tersebut serta kehilangan pendapatan dan pekerjaan.

“Isdaru Pratanto dan Krishna Wisnuputra misalnya, kehilangan akses akun pada Steam yang digunakan untuk melayani transaksi jual beli gim dan perangkat lunak,” katanya.

Isdaru dan Khrisna adalah dua dari 213 pangadu yang melapor ke Posko Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta saat pemutusan akses terjadi. “Dari pengaduan yang masuk, 47 orang di antaranya mengalami kerugiaan material sebesar Rp 1,5 miliar karena tak bisa mengakses aplikasi keuangan Paypal,” katanya.

Posko pengaduaan Sindikasi mencatat terdapat 44 anggotanya yang terdampak langsung dari pemblokiran 30 Juli 2022 dengan kerugian sekitar Rp 136 juta. “Sedangkan pengaduan yang diterima AJI Indonesia dan LBH Pers terdapat delapan jurnalis yang terdampak dengan kerugian Rp 36 juta,” katanya.

Nur Aini menjelaskan, dampak yang ditimbulkan oleh Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 ini tidak selesai dengan pembukaan pemblokiran situs. “Tetapi juga menjadi ancaman kebebasan pers, ketidakpastian keamanan data, serta mengancam pekerjaan para pekerja media dan industri kreatif selama aturan ini tidak dicabut,” katanya.

Terlebih, lanjut dia, tidak ada tanggung jawab pemerintah atas dampak pemblokiran yang telah dilakukan. Padahal kerugian pekerja jelas dari material maupun immaterial seperti tidak bisa mengakses pendapatan, kehilangan upah, hingga kehilangan klien atau pekerjaan.

“Oleh karena itu, SINDIKASI bergabung dengan Tim Advokasi Kebebasan Digital untuk menuntut pemerintah atau Kemenkominfo bertanggung jawab. Kami mengajak publik untuk mendukung dan memviralkan pencabutan Permenkominfo 5/2020 karena ancamannya nyata,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Ika Ningtyas, mengatakan pemutusan akses tersebut melanggar hak ekonomi, menghambat kerja-kerja jurnalis, dan menghalangi publik mendapatkan informasi.

BACA JUGA: Dua Tahun Terakhir, Kominfo Blokir 4.020 Fintech Ilegal

Menurutnya, dampak tersebut terjadi karena selama ini regulasi tersebut dibuat tanpa melibatkan partisipasi publik. “Kominfo seharusnya belajar dan memperbaiki kebijakan internet, setelah PTUN menyatakan pemutusan internet di Papua pada 2019 melanggar Undang-Undang karena menghambat kebebasan berekspresi, kebebasan pers dan hak publik atas informasi,” katanya.

Alih-alih memperbaiki tata kelola internet, masih kata Ika, Kominfo justru menerbitkan Permenkominfo 5/2020. “Pemutusan akses pada platform digital ini salah satu implementasi Permen tersebut, sudah nyata bukan untuk melindungi—justru menghambat hak-hak asasi manusia yang paling fundamental,” kata Ika.

Kuasa hukum para penggugat, Charlie Albajili dari LBH Jakarta, mengatakan perbuatan Kominfo tersebut bertentangan dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Merujuk Pasal 40 ayat 2 (a) dan 2 (b) UU ITE, pemutusan akses sebenarnya terbatas hanya diperuntukkan terhadap “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang”.

“Sehingga seharusnya tidak boleh ada pemutusan akses terhadap situs dan aplikasi hanya karena delapan platform tersebut belum melakukan registrasi,” katanya.

BACA JUGA: Blokir Internet di Papua Dianggap Salah, Ini Kata Pakar IT

Selain itu, Mulya Sarmono dari LBH Pers menambahkan bahwa perbuatan Kominfo bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, diduga melanggar asas kecermatan, asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, serta bertentangan dengan mekanisme pembatasan hak asasi manusia.

Tim Advokasi Kebebasan Digital menuntut kepada majelis hakim PTUN Jakarta untuk mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya, menyatakan tindakan administrasi Kominfo—selaku tergugat—berupa pemutusan akses terhadap delapan situs dan platform digital dari Paypal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA) pada Sabtu, 30 Juli 2022 Pukul 00.00 WIB ini merupakan perbuatan melawan hukum oleh badan maupun pejabat pemerintah.

“Menghukum tergugat untuk mengklarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf. Menghukum tergugat untuk melakukan serangkaian tindakan memperbaiki regulasi dan tata kelola Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat yang sesuai dengan Asas-asas umum Pemerintahan yang baik dan Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), serta menghukum menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara,” katanya. (*)

Abdul Mughis