KUDUS (jatengtoday.com) — Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung pengelolaan sampah berkelanjutan. Kali ini, BLDF menyerahkan bantuan berupa insinerator untuk mengolah sampah residu di dua desa, yakni Jati Kulon dan Kedungdowo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Bantuan tersebut menjadi bagian dari upaya jangka panjang BLDF untuk mendorong pengurangan sampah yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sekaligus mendukung target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, yaitu 90 persen sampah diolah dan hanya 10 persen yang ditimbun di TPA pada 2029.
Sampah residu merupakan jenis sampah anorganik yang telah melalui proses pemilahan, namun tidak memiliki nilai ekonomi dan sulit diolah lebih lanjut—seperti popok sekali pakai, plastik multilayer, atau kemasan makanan sekali pakai.
“Setelah hampir delapan tahun menginisiasi program pengelolaan sampah organik, kini kami melengkapi pendekatan tersebut dengan solusi untuk sampah residu. Namun perlu disadari, kunci utama pengelolaan limbah tetap berada pada individu. Alat secanggih apa pun tidak akan efektif jika tidak ada perubahan pola pikir dari masyarakat sebagai produsen sampah,” ujar Jemmy Chayadi, Program Director BLDF.
Tanpa Bahan Bakar Fosil
Insinerator yang diserahkan BLDF dirancang secara khusus dengan teknologi yang mematuhi delapan standar baku mutu, sehingga aman bagi lingkungan. Uniknya, alat ini tidak memerlukan bahan bakar fosil karena energinya berasal dari pembakaran sampah residu itu sendiri. Dengan sistem pemanasan suhu tinggi, insinerator ini bisa bekerja selama 24 jam penuh dengan kebutuhan input mencapai 6,5 ton sampah residu per hari, yang dikumpulkan dari tiga desa.
“Selama operasionalnya tidak tercampur dengan sampah organik, alat ini tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Maka dari itu, pemilahan sampah sejak dari rumah tangga sangat penting,” kata Redi Joko Prasetyo, Deputy Manager Program BLDF yang turut memberikan pelatihan penggunaan insinerator kepada warga dan pengelola TPS desa.
Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, mengapresiasi langkah konkret BLDF dan menyatakan bahwa insinerator akan mendorong desa-desa untuk lebih mandiri dalam mengelola sampah.
“Kami atas nama masyarakat Kabupaten Kudus menyampaikan terima kasih atas bantuan ini. Saat ini baru dua desa, namun kami berharap bantuan serupa bisa menyusul di desa-desa lain. Kehadiran insinerator memberi semangat baru untuk desa-desa mengelola sampah secara mandiri. Kami harap alat ini dirawat dan dimanfaatkan dengan baik,” ujar Sam’ani.
Kapasitas Masyarakat Jadi Kunci
Menurut Abdul Halil, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus, pengelolaan sampah yang efektif tidak hanya bergantung pada teknologi, tapi juga pada kapasitas dan komitmen masyarakat.
“Saat ini, gunungan sampah di TPA luar biasa banyak. Baru separuhnya yang dikelola dengan baik. Maka dari itu, 60 persen rumah tangga di desa harus mampu memilah sampahnya sendiri. Fasilitas seperti insinerator ini akan lebih optimal jika didukung oleh kesadaran dan partisipasi warga,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa desa yang memiliki fasilitas pengolahan memadai berperan penting dalam menampung dan mengolah sampah residu harian dari dusun-dusun di sekitarnya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), pada tahun 2024 lalu, Kabupaten Kudus menghasilkan 159.650,27 ton sampah, atau sekitar 4,5 persen dari total timbulan sampah nasional. Angka ini menunjukkan pentingnya langkah-langkah strategis untuk menurunkan beban TPA.
Melalui program insinerator ini, BLDF berharap bisa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memilah sampah sejak dari sumbernya, hingga pada akhirnya tak ada lagi sampah yang berakhir di TPA.
“Manusia adalah produsen sampah. Jika tidak dikelola dengan bijak, maka akan menjadi masalah yang serius. Dengan sinergi antara masyarakat dan dukungan dari pihak seperti BLDF, kami yakin desa-desa di Kudus bisa menjadi contoh pengelolaan sampah yang berkelanjutan,” pungkas Halil. (*)