in ,

Mengenang Ajip Rosidi, Maestro Sastra dan Impian yang Terpotong

MAGELANG (jatengtoday.com) – Sastrawan Ajip Rosidi merupakan sosok yang semasa hidupnya memikirkan negara ini melalui dunia sastra, seni dan budaya. Bahkan, suami Nani Wijaya itu tetap semangat untuk menulis hingga menjelang meninggal dunia pada Rabu (29/7) di RSUD Tidar Kota Magelang, Jawa Tengah.
Ketua Yayasan Dokumentasi Sastra HB Yasin Abrory Abdul Djabbar mengatakan, tujuannya bukan sastra itu sendiri, tetapi untuk membentuk karakter bangsa ini supaya menjadi bangsa yang maju dan untuk itu almarhum memulainya dengan mendirikan penerbitan supaya orang bisa membaca.
Ia menyampaikan hal tersebut usai pemakaman sastrawan dan budayawan Ajip Rosidi di makam keluarga di Dusun Pabelan I, Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Kamis (31/7/2020).
Setelah mendirikan penerbitan, katanya almarhum Ajip Rosidi menginisiasi membuat perpustakaan, juga memberikan hadiah Rancage serta aktivitas-aktivitas lain yang sifatnya penulisan buku.
“Itu tujuan beliau supaya bangsa kita, masyarakat kita menjadi melek membaca dan mengerti keadaan sehingga menjadi bangsa yang maju,” katanya.

Membangun Sastra Daerah

Menurut dia, yang lebih penting dari hal itu, Ajip Rosidi sekarang ini adalah orang satu-satunya orang yang sangat tekun memikirkan sastra dan bahasa daerah, karena menurut almarhum hanya dengan membangun sastra daerah bisa menyatukan bangsa ini.
“Jadi dengan menghargai dan membangun sastra daerah kecintaan terhadap bangsa kita akan bertambah kuat. Hal itu yang kita mesti berterima kasih kepada beliau,” katanya.
Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ranting Desa Pabelan Mahfud Masduki dalam testimoninya menyampaikan selama kurang lebih 12 tahun almarhum Ajip Rosidi berdomisili di Pabelan, pihaknya cukup sering bergaul, berinteraksi dengan almarhum.
“Kami selalu mengadakan pertemuam dan selalu menghadirkan beliau di forum pengajian silaturahim dan dimohon untuk menyampaikan tausiah pengajian. Beliau ketika masih dalam kondisi sehat selalu menyempatkan untuk hadir,” katanya.
Ia menuturkan Ajip Rosidi merupakan maestro sastrawan Indonesia yang karangannya sudah tidak terhitung lagi. Ajip Rosidi menginisiasi Yayasan Rancage yang memberikan penghargaan bagi karya-karya berbahasa daerah dan itu atas inisiatif dan biaya sendiri.
“Insya Allah karya-karya beliau yang tidak terhitung jumlahnya akan mengabadi dibaca dan menginspirasi seluruh bangsa Indonesia,” katanya.

Museum Ajip Rosidi

Menurut dia Ajip Rosidi juga sering menceritakan kepadanya bahwa sebagian dari buku-bukunya yang berkontainer-kontainer dibawa dari Jepang sebagian ditaruh di Bandung dan sebagian berada di perpustakaannya di Pabelan ini dan di Bandung didirikan Perpustakaan Ajip Rosidi yang berisi buku-buku koleksinya.
“Pak Ajip juga bercerita bahwa hari-hari ini tengah diupayakan oleh teman-teman beliau di Bandung untuk mendirikan Museum Ajip Rosidi, mudah-mudahan nanti bisa terlaksana dan akan menjadi kenangan jasa baik beliau,” katanya.
Pada kesempatan terpisah, Titis Nitiswari, anak bungsu Ajip Rosidi  mengatakan sebelum meninggal ayahnya tengah menulis roman tahun 1960-1970an, namun belum sampai selesai.
Ia menuturkan pada suatu pagi habis menyampaikan mempunyai ide untuk membuat roman judulnya “Menjadi Indonesia”. Sudah ada di kepala tinggal diketik.
“Namun, karena bapak sudah susah untuk mengetik, maka saya bantu. Ternyata baru delapan halaman karena mungkin sudah sepuh, bapak bilang ada bagian fragmen yang harus dicek kebenarannya karena pada saat itu kondisi politiknya bapak sedikit lupa dan harus dicek dulu,” katanya.
Kemudian almarhum memintanya untuk mengambilkan majalah di perpustakaan pribadi yang berada satu komplek dengan rumah tinggal di Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
“Kemudian saya bawakan majalah Warta tahun 60-70an lalu ditaruh ke tempat bapak, 3 hari sudah dibaca, selanjutnya bilang akan meneruskan tetapi keburu jatuh untuk kedua kalinya dan masuk rumah sakit,” katanya.
Titis menyampaikan bahwa temannya pernah menanyakan pada almarhum tujuan terakhirnya apa dan dijawab ingin membuat sesuatu tentang Rosulullah SAW.
“Apakah itu buku, puisi atau lainnya saya belum tahu,” katanya.

Diagnosis Dokter

Titis menyebutkan bapaknya telah beberapa kali jatuh sebelum akhirnya setelah jatuh untuk kedua kalinya harus menjalani perawatan di RSUD Tidar Kota Magelang pada Kamis (23/7).
“Waktu jatuh yang pertama itu pantat duluan tetapi waktu itu tidak bisa gerak sama sekali lalu dibawa ke tukang pijat akhirnya bisa gerak dan bapak merasa sudah bisa jalan dan memang sudah bisa jalan tapi masih dituntun, ” katanya.
Ia menuturkan bapak merasa sehat dan suatu hari dia bangun mau jalan sendiri kebetulan ternyata tidak kuat dan jatuh dan terbentur kepalanya. Waktu terbentur kepalanya tidak merasa pusing, tidak muntah jadi tidak dibawa ke rumah sakit, selain itu khawatir terkena Covid-19.
“Keadaan bapak masih makan biasa, bertemu dengan tamu juga biasa jadi kita memutuskan tidak dibawa ke rumah sakit, tetapi setelah 10 hari dari kejadian jatuh, malam-malam bapak muntah, kemudian paginya kami minta dokter yang biasa memeriksa bapak untuk memeriksanya.
Hasil diagnosis dokter ada dua kemungkinan, pertama memang sakit atau masuk angin, satu lagi kemungkinan dari kepala yang terbentur itu dan disarankan untuk dibawa ke rumah sakit.
Selanjutnya dibawa ke IGN RSUD Tidar dan setelan dilakukan CT scan ada pendarahan di otaknya dan dokter menjelaskan kalau pendarahan di otak didiamkan akan menyiksa bapak dengan rasa sakit yang terus-menerus, maka harus diambil darahnya itu cara yang terbaik.
Setelah menjalani operasi pada Sabtu (25/7), almarhum sudah bercanda seperti biasa. Namun pada Minggu malam mengalami kejang-kejang, kemudian Senin pagi masuk IGD dan ternyata kejang itu tidak berhenti dan obat antikejang yang diberikan tidak berfungsi.
“Akhirnya kemarin doktor menyarankan untuk mengganti obat, karena selama ini yang digunakan obat kejang generik, supaya diganti obat paten dan harus dibeli di Yogyakarta. Pada Rabu malam pukul 21.45 WIB obat sudah disuntikkan, kemudian saya pulang, namun sekitar pukul 22.20 WIB dapat kabar bahwa bapak sudah meninggal,” katanya.
Ajip Rosidi meninggal di RSUD Tidar Kota Magelang pada Rabu (29/7) pukul 22.20 WIB setelah menjalani perawatan di rumah sakit tersebut sekitar satu minggu.
Jenazah Ajip Rosidi dimakamkan di makam keluarga di Dusun Pabelan I, Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, pada Kamis pukul 11.00 WIB. (ant)
editor : tri wuryono