in

Mengapa Banyak Warga Tak Patuhi Imbauan Pemerintah? Riset Anima Mundi Menjawab

KUDUS (jatengtoday.com) – Perkumpulan untuk Pendidikan Riset dan Literasi, Anima Mundi, mengeluarkan hasil survei persepsi publik tentang penanganan dan dampak Covid-19 di Kabupaten Kudus, Jateng.

Hasil survei yang dilakukan pada 12-15 April 2020 tersebut mencatat bahwa 64,6 persen responden menganggap Kudus darurat Covid-19. Jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pemantauan (PDP), dan pasien positif Covid-19 cukup tinggi ketimbang daerah lain.

Sesuai data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kudus pada 19 April 2020, ada 10 orang yang positif virus corona. Dua di antaranya meninggal dunia. Kemudian PDP ada 183 orang, 17 di antaranya meninggal dunia. Sedangkan ODP sebanyak 158 jiwa dan orang tanpa gejala (OTG) ada 23 jiwa.

“Ditambah gelombang kedatangan pemudik juga cukup besar membuat warga semakin cemas. Warga juga meminta Pemkab Kudus untuk melakukan rapid test bagi pemudik 73,3 persen dan orang yang berpotensi menjadi penular 89,4 persen,” ungkap Afthonul Afif, ketua peneliti dalam survei ini, Rabu (22/4/2020).

Dijelaskannya, riset ini melibatkan 322 responden dari berbagai profesi yang tersebar di 9 kecamatan. Dari survei ini warga menilai Pemkab Kudus belum maksimal dalam menangani Covid-19.

“Penilaiannya berdampak pada tingginya tuntutan masyarakat agar Pemkab membuka informasi pribadi pasien corona sebanyak 56,2 persen,” katanya.

Angka penularan corona agar dapat dikendalikan 64,3 persen. “Jika penularan semakin tak terkendali, warga meminta Pemkab untuk memberlakukan kebijakan PSBB. Persentasenya mencapai 90,1 persen. Sangat tinggi,” imbuh Afif.

Lebih lanjut, dalam survei ini persepsi tentang kedatangan pemudik juga semakin tinggi yakni 67,7 persen. Masyarakat menganggap Pemkab Kudus sudah mendata dan mengimbau pemudik untuk melakukan isolasi mandiri 14 hari yakni 54,3 persen.

“Namun, masyarakat menilai pendataan dan isolasi tidak cukup karena belum bisa memastikan pemudik terpapar Covid-19 atau tidak. Maka perlu ditempuh kebijakan lebih terukur dan menyeluruh dalam bentuk karantina sebanyak 94,7 persen dan rapid test bagi pemudik mencapai 97,8 persen,” katanya.

Afif mengatakan dampak ekonomi juga sudah dirasakan warga. Menurunnya pendapatan sebanyak 69,6 persen, membengkaknya pengeluaran 54,3 persen, dan kehilangan pekerjaan mencapai 23 persen.

“Kondisi ini diperparah dengan banyaknya pengeluaran warga untuk membeli alat pelindung diri seperti masker dan hand sanitizer yakni 65,5 persen dan suplemen kesehatan 62,7 persen,” katanya.

Untuk kebutuhan sehari-hari, lanjut dia, warga juga terbebani dengan lonjakan harga kebutuhan pokok seperti gula, bumbu dapur, telur, beras, dan kuota internet.

“Kendati ada lonjakan harga untuk sejumlah bahan pokok, sejauh ini belum ada kelangkaan. Untuk mengantisipasi kelangkaan, masyarakat menyarankan agar Pemkab Kudus memastikan ketersediaan bahan pokok aman hingga 4-12 bulan ke depan,” kata Afif.

Meskipun pemerintah sudah menerapkan kebijakan tetap tinggal di rumah dan physical distancing, namun masih ada sejumlah kegiatan umum yang melibatkan banyak warga. Di antaranya peribadatan massal di tempat ibadah yakni 56,8 persen, kegiatan keagamaan 30,7 persen, dan pertemuan warga 16,6 persen.

“Tidak efektifnya imbauan ini karena tokoh agama tidak melarang kegiatan keagamaan yakni 27 persen. Selain itu masyarakat tak mematuhi imbauan pemerintah yakni 61,5 persen dan tidak adanya larangan pemerintah desa yakni 31,1 persen,” katanya.

Afif menilai pemerintah desa tidak berkutik membendung keinginan tokoh agama dan kesepakatan masyarakat. Meski pembubaran kerumunan dilakukan oleh pihak kepolisian, personel pemdes, dan satgas gabungan, hal ini tak membuat warga menghindari tempat berkerumun.

“Misalnya di warung kopi 48,1 persen, rumah warga 38,2 persen, warung makan 37 persen, dan kafe 20,2 persen. Untuk membuat kebijakan physical distancing lebih efektif, pemerintah harus bertindak lebih tegas dengan menempuh sejumlah cara. Di antaranya mempersuasi tokoh agama, menindak lebih tegas warga yang berkerumun, rutin melakukan pembubaran, dan bila perlu menutup tempat kerumuman warga,” tambahnya.

Tingginya jumlah warga yang mengakses situs resmi Pemkab Kudus untuk mengetahui informasi Covid-19 yakni 60,6 persen harus diimbangi dengan transparansi dalam menyajikan informasi penanganan dampak Covid-19 di Kudus. Baik di level pencegahan, pengobatan, dan pemberian bantuan ekonomi kepada warga terdampak.

“Dengan demikian, warga menjadi kooperatif dengan kebijakan Pemkab Kudus, sehingga tidak mudah terpapar kabar bohong dalam situasi darurat ini,” ujarnya.

Sementara itu, Plt. Bupati Kudus Hartopo mengaku sudah melakukan berbagai pencegahan penularan corona. Salah satunya dengan penertiban kerumunan dengan bekerja sama dengan Satpol PP, Polres, dan Kodim. Selain itu pihaknya juga membatasi jam buka pedagang hingga pukul 20.00.

“Kalau ada warga yang bandel dan tidak mau pulang saat ditertibkan, maka akan kami karantina di kantor polisi. Sudah disiapkan tempatnya,” katanya.

Terkait rekomendasi PSBB, dia mengaku belum bisa membuat kebijakan itu. Sebab akan berdampak pada ekonomi. “Kalau PSBB belum dulu. Berat karena menyangkut masalah ekonomi,” jelasnya.

Sedangkan soal rapid test, pihaknya mengaku belum sanggup. Dia mengklaim alatnya hingga saat ini terbatas. “Jujur saja kami kekurangan,” katanya.

Beberapa waktu lalu Hartopo mengaku mendapatkan kiriman alat rapid test, namun jumlahnya terbatas. Karena keterbatasan itu, dia mengaku penggunaan rapid test juga dibatasi.

“Untuk kebutuhan sembako, kami sudah melakukan koordinasi dengan beberapa pihak agar stok kebutuhan pokok terjamin hingga pandemi ini berakhir,” katanya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto