JAKARTA (jatengtoday.com) – Ketua Mahkamah Agung yang baru terpilih, Muhammad Syarifuddin mengaku optimistis dapat mencapai visi misi “Mewujudkan Badan Peradilan yang Agung” sebelum 2035 seperti yang tertera dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035.
“Saya yakin visi kita mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung tidak perlu menunggu tahun 2035 akan bisa kita capai,” ujar Syarifuddin dalam sidang paripurna khusus, di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (6/4/2020).
Ia yakin inovasi yang telah dilakukan pimpinan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya dapat ditingkatkan dengan pola-pola perubahan untuk kemajuan.
Untuk mencapai hal itu, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial sejak 2016 tersebut, meminta semua hakim agung untuk bekerja sama dan mendukungnya.
“Tanpa bantuan dan kerja keras serta kerja sama yang baik dari bapak ibu semua sebagaimana yang telah bapak ibu berikan kepada Yang Mulia Hatta Ali juga diharapkan diberikan kepada saya dan lebih ditingkatkan lagi,” ujar Syarifuddin.
Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Muhammad Syarifuddin terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung setelah mendapat suara terbanyak dalam sidang paripurna khusus di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin.
Dalam putaran pertama, Syarifuddin memperoleh 22 suara, disusul Andi Samsan Nganro 14 suara, Sunarto 5 suara, Amran Suadi 1 suara, Supandi 1 suara dan Suhadi 1 suara. Terdapat suara tidak sah sebanyak 2 suara dan abstain 1 suara.
Tidak adanya calon terpilih memenuhi 50 persen ditambah 1 suara yang sah dalam putaran pertama itu, maka dilanjutkan dengan putaran kedua untuk pemilih dua calon dengan suara terbanyak.
Selanjutnya dalam putaran kedua, Syarifuddin memperoleh 32 suara, sementara Andi Samsan Nganro memperoleh 14 suara sehingga Syarifuddin ditetapkan sebagai Ketua Mahkamah Agung.

Berdasarkan ketentuan keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 96/KMA/SK/IV/2020 tentang tata tertib pemilihan Ketua Mahkamah Agung RI berdasarkan Pasal 7 huruf 1, calon ketua Mahkamah Agung yang mendapat suara terbanyak dalam putaran kedua, langsung ditetapkan sebagai ketua Mahkamah Agung terpilih.
Selanjutnya, nama Syarifuddin akan diserahkan kepada Presiden untuk dilantik sebagai Ketua Mahkamah Agung periode 2020-2025.
Hakim Karier
Syarifuddin yang dilantik menjadi hakim agung sejak 18 Februari 2013 itu mengawali kariernya sebagai hakim.
Ia pernah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Muara Bulian, Ketua PN Padang Pariaman, Ketua PN Baturaja, Wakil Ketua PN Bandung, Ketua PN Kelas 1A Khusus Bandung, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi (PT) Palembang, Kepala Badan Pengawasan MA, Hakim Agung dan Ketua Kamar Pengawasan MA.
Selanjutnya sejak Mei 2016 ia terpilih dalam sidang paripurna khusus sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial.
Sementara untuk pendidikan, pada 1980, ia memperoleh gelar sarjana hukum dari UII Yogyakarta, kemudian ia menempuh pendidikan Magister Hukum di Universitas Djuanda pada 2006. Selanjutnya ia mendapat gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Katolik Parahyangan pada 2009.
Pekerjaan Rumah
Koalisi Pemantau Peradilan menyebut masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menikmati layanan pengadilan yang independen dan kompeten.
Perhimpunam Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyebut masih kerap terjadi pungutan liar di pengadilan. Yang terbaru pada 2019, Tim Saber Pungli Badan Pengawasan MA berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Panitera PN Jepara dan Panitera Muda Perdata PN Wonosobo.
“Belum lagi berbagai pungutan liar lain yang terjadi di pengadilan dan dialami oleh para pencari keadilan dan penasihat hukumnya,” papar Sekjen PBHI Julius Ibrani.
Standar layanan keadilan pun mendapat catatan, misalnya, penyampaian salinan putusan masih berlarut-larut dan melampaui waktu 14 hari seperti yang diatur undang-undang.
Selain itu, juga pelaksanaan sidang sering kali molor berjam-jam, tidak sesuai dengan waktu yang disebutkan dalam panggilan sidang.
Pekerjaan rumah Ketua Mahkamah Agung baru selanjutnya adalah masih adanya pejabat pengadilan yang tertangkap tangan menerima suap.
Selama masa kepemimpinan Hatta Ali, terutama pada periode kedua, hakim yang terkena OTT antara lain Hakim PN Balikpapan (2019), Hakim Ad Hoc Tipikor PN Medan (2018), Hakim PN Tangerang (2018).
Selanjutnya Panitera Pengganti PN Tangerang (2018), Ketua PT Manado (2017), Hakim Ad Hoc Tipikor pada PN Bengkulu (2017), Panitera Pengganti Pengadilan Tipikor pada PN Bengkulu (2017), dan Panitera Pengganti PN Jakarta Selatan (2017).
“Sebagian masalah tersebut bersifat sangat mendasar dan sering terjadi dalam penyelenggaraan proses peradilan di pengadilan,” tutur Julius. (ant)
editor : tri wuryono