in

Gelombang Demo Buruh Desember 2025: Dari Penolakan PP Pengupahan hingga Ancaman Aksi Berjilid

Ilustrasi gelombang demo buruh (foto AI)

JAKARTA (jatengtoday.com) — Desember 2025 menjadi bulan penuh gejolak bagi dunia perburuhan Indonesia, dengan serangkaian demonstrasi yang dipicu penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Pengupahan baru yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 16 Desember. Isu utama adalah formula kenaikan upah minimum 2026 yang dianggap terlalu rendah, dengan rentang indeks tertentu (alfa) 0,5–0,9 yang berpotensi membatasi kenaikan hanya 5–7 persen nasional. Buruh menuntut alfa maksimal untuk menjamin upah layak di tengah inflasi riil dan biaya hidup tinggi. Rangkaian aksi ini menunjukkan ketegangan hubungan industrial yang belum mereda, dengan prediksi gelombang demo baru setelah 24 Desember ketika gubernur mengumumkan UMP daerah.

Kronologi Rangkaian Demo Desember 2025

Gelombang dimulai awal Desember dengan ancaman mogok nasional jika formula tidak memuaskan, setelah pembahasan RPP Pengupahan yang dianggap tidak melibatkan buruh secara substantif. Pada 15–16 Desember, rencana demo besar di Istana Negara pada 19 Desember muncul sebagai respons atas finalisasi PP, dengan puluhan ribu buruh dari Jabodetabek direncanakan turun ke jalan menolak rezim upah murah.

Namun, pada 17 Desember, KSPI mengumumkan penundaan atau pengalihan aksi pusat, setelah menerima rentang alfa 0,5–0,9 sebagai kompromi. “Kami menerima dengan catatan alfa 0,9 di semua daerah,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal.

Aksi dialihkan ke daerah untuk menekan gubernur menggunakan alfa maksimal. Di beberapa wilayah seperti Bandung Barat, ancaman mogok lokal selama tiga hari mulai 23–25 Desember muncul jika tuntutan tidak dipenuhi.

Sepanjang minggu kedua Desember, demo kecil hingga menengah terjadi di kawasan industri Jawa dan Sumatera, termasuk protes terhadap proses dewan pengupahan yang dianggap formalitas. Pada 18 Desember, suasana relatif tenang di pusat, tapi ketegangan tetap tinggi menjelang batas waktu penetapan UMP.

Isu Utama dan Ulasan Ringkas

Isu sentral adalah PP Pengupahan yang mengunci kenaikan upah pada formula Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi × Alfa), tanpa pengendalian harga pokok yang memadai. Buruh menilai ini melanggar prinsip Kebutuhan Hidup Layak sesuai putusan MK, serta mengabaikan partisipasi bermakna serikat pekerja.

“Proses ini hanya formalitas, buruh tidak benar-benar dilibatkan,” kritik Mirah Sumirat dari ASPIRASI.

Di sisi pemerintah, Menaker Yassierli yakin tidak ada demo besar karena formula sudah menampung aspirasi, dengan alfa lebih tinggi dari sebelumnya.

Ulasan ringkas: Gelombang ini mencerminkan ketidakpuasan kronis buruh terhadap kebijakan upah yang lebih pro-bisnis, di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Meski ada kompromi alfa, disparitas daerah dan inflasi riil tetap menjadi bom waktu sosial.

Prediksi Demo Selanjutnya: Gelombang Pasca-24 Desember

Setelah ini, demo besar diprediksi meletus setelah 24 Desember 2025, ketika gubernur mengumumkan UMP resmi. Jika banyak daerah menggunakan alfa rendah (0,5–0,7), KSPI ancam aksi nasional bergelombang hingga Januari 2026, termasuk mogok di ribuan perusahaan.

“Bisa berjilid-jilid, dari akhir Desember hingga Januari,” tegas Said Iqbal.

Potensi eskalasi tinggi di pusat industri seperti Jabodetabek, Jawa Barat, dan Banten, dengan risiko mogok massal jika tuntutan alfa 0,9 tidak dipenuhi.

Selain upah, isu lanjutan bisa menyatu dengan protes lain seperti pengendalian harga BBM atau listrik menjelang Nataru. Prediksi ini menunjukkan akhir tahun 2025 berpotensi panas, menguji kemampuan pemerintah baru dalam menangani konflik industrial tanpa mengganggu stabilitas ekonomi. [dm]