in

KPK Selidiki Korupsi Rp120 Triliun Proyek Whoosh, Mahfud MD Buka Suara

Kereta Cepat Whoosh (dokumentasi keretacepat.id)

KORUPSI proyek strategis ancam kepercayaan publik.

– Penyelidikan KPK jalan sejak Januari 2025, libatkan 30 saksi.
– Dugaan mark up tiga kali lipat standar China, capai Rp120 triliun.
– Pinjaman China Development Bank 75 persen dari total US$7,27 miliar.
Akuntabilitas kini jadi ujian besar proyek nasional ini.

JAKARTA-INDONESIA – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dikenal sebagai Whoosh, yang mulai beroperasi 2 Oktober 2023, kini jadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi melalui penggelembungan anggaran, dengan penyelidikan resmi dimulai Januari 2025 setelah laporan masyarakat dan temuan internal soal biaya proyek yang membengkak hingga US$7,27 miliar atau Rp120,38 triliun, jauh di atas standar global. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium dengan 60 persen saham BUMN Indonesia via PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan 40 persen China Railway International, kelola proyek ini dengan 75 persen dana dari pinjaman lunak China Development Bank. Penyelidikan KPK awalnya rahasia, fokus pada analisis kontrak dan tender, menemukan biaya per kilometer Rp740 miliar, tiga kali lipat dari US$17 juta per kilometer proyek serupa di China, memicu kecurigaan mark up pada pengadaan rel, stasiun, dan teknologi sinyal.

Pada Februari hingga Juli 2025, KPK memanggil 30 saksi, termasuk pejabat Kementerian Perhubungan, konsultan keuangan, dan auditor independen, untuk telusuri alur dana, dengan fokus pada dokumen tender 2019-2022 yang tunjukkan ketidaksesuaian harga komponen impor.

Meski temuan awal kuat, KPK menunda naikkan status ke penyidikan demi mengumpulkan bukti lebih lengkap, menghindari kebocoran informasi yang bisa menghambat proses.

Momentum berubah pada 14 Oktober 2025, saat Mahfud MD, mantan Menko Polhukam, mengungkap di YouTube Mahfud MD Official bahwa anggaran Whoosh diduga digelembungkan hingga tiga kali lipat berdasarkan data internal pemerintah sebelumnya.

Ini memicu tagar #KorupsiWhoosh yang ditonton 1 juta kali di X dalam tiga hari, mendorong tekanan publik untuk transparansi.

Dua hari kemudian, 16 Oktober, KPK minta Mahfud serahkan laporan tertulis dan bukti pendukung, termasuk nama pihak terlibat, untuk perkuat penyelidikan.

Mahfud merespons cepat, konfirmasi kesiapannya memberikan keterangan pada 18 Oktober. Melalui akun X @mohmahfudmd, menyatakan, “Saya punya data soal mark up ini dan siap bantu KPK ungkap fakta demi rakyat; proyek sebesar ini harus bersih.” Pernyataan ini, yang tayang 500 ribu kali dalam 24 jam, percepat langkah KPK, yang lalu tambah tim analis keuangan untuk memverifikasi klaim Mahfud terhadap laporan keuangan KCIC 2024, yang menunjukkan defisit Rp2 triliun per tahun akibat bunga pinjaman dan rendahnya pendapatan tiket. Pada 27 Oktober 2025, KPK gelar konferensi pers di Jakarta, umumkan penyelidikan makin intensif.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, bilang, “Kami dalami dugaan mark up sejak Januari, masukan Mahfud menambah kuat dugaan ini, namun bukti kuat masih kami kejar untuk naik ke penyidikan.” Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan KPK, menambahkan, “Fokus kami pada potensi pidana korupsi di tender dan gratifikasi; ini proyek strategis.”

KCIC langsung merespons hari itu, melalui General Manager Corporate Secretary Eva Chairunisa, yang menyatakan, “Kami hormati proses KPK dan siap serahkan data yang diminta; informasi resmi hanya dari KPK.”

Data KPK mencatat 500 dokumen keuangan sudah dianalisis, dengan 70 persen saksi dari BUMN dan mitra China, sementara fakta menarik ungkap biaya Whoosh per kilometer 142 km lintasan ini 200 persen lebih mahal dari kereta cepat Beijing-Shanghai menurut Asian Development Bank. Kebenaran harus terungkap. Dengan jadwal pemanggilan direktur KCIC minggu depan dan rencana audit forensik, penyelidikan ini bisa ungkap jaringan korupsi lintas negara. Di tengah keberhasilan Whoosh angkut 20 ribu penumpang harian, sorotan KPK ini tak hanya menguji integritas proyek, sekaligus membuka babak baru pengawasan ketat infrastruktur nasional, di mana setiap langkah salah bisa bayar mahal dengan kepercayaan publik. [dm]