KENDAL (jatengtoday.com) – Dedikasi selama 18 tahun (2007-2025) membersamai anak-anak agar gemar membaca mengantarkan Heri Condro Santoso meraih Penghargaan kategori Pegiat Literasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Penghargaan diberikan bersama penerima kategori lainnya, Jumat (23/05) di Gedung Gradhika Bhakti Praja Jl. Pahlawan Semarang.
Penghargaan diserahkan oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin yang mewakili Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi. Selain Heri, ada tiga pegiat literasi yang juga mendapatkan penghargaan. Mereka yakni: RR. Hendarti (Purbalingga), Endah Kurniasih (Banyumas), dan Setyo Nugroho (Demak). Sementara, untuk kategori Komunitas Literasi, penghargaan diberikan pada: Read Aloud Banyumas, Read Aloud Semarang, TBM Wadas Kelir Banyumas, dan Read Aloud Grobogan. Sementara, untuk kategori Duta Baca diberikan pada: Nofia Dwi Pangesti (Banyumas), Alda Aulia Nadhila (Kota Magelang), Shofi Astika (Kendal), dan Belva Dama Denaya (Kendal). Dalam kesempatan itu juga dikukuhkan sebanyak 35 bunda PAUD dan Bunda Literasi di tingkat kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Sejak tahun 2007 Heri menggagas Pondok Baca Ajar di Dusun Slamet RT 01 RW 08 Desa Meteseh Kec Boja Kab Kendal. Ajar didirikan di ruang tamu orangtuanya (Hadi Sugito-Ngatipah Darmini) untuk meningkatkan minat baca anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya. Pada mulanya hanya untuk keluarga dan kerabat. Namun, seiring waktu juga diakses oleh anak-anak se-kampung.
Selang beberapa tahun, tepatnya, tahun 2023, ia dapat membangun sebuah gedung perpustakaan mandiri di belakang rumahnya. Dananya berasal tabungan pribadinya serta ditambah dari uang pembinaan dari penghargaan yang didapatnya dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikdasmen tahun 2023.
Sebagai upaya meningkatkan minat baca, ia tak hanya sekadar menumpuk atau menambah koleksi buku bacaan serta menggelar lapak buku. Untuk menghidupkan spirit perpustakaan serta berliterasi pada umumnya, ia juga membuat gerakan serta mengaktivasi ruang/ kegiatan sebagai sarana sinau anak-anak di sekeliling dengan spirit: asah-asih-asuh. Semua kegiatan yang dilakukan Heri, bersifat sosial alias tanpa dipungut biaya.
Beberapa kegiatannya antara lain: Sastra Sepeda, Reading group, Litera Tour, Sanggar Ajar, Tilik Karetan, Pelatihan Mendongeng, Dolanan Anak, Menabung Sampah, hingga terkini, dalam upaya meningkatkan apresiasi masyarakat pada bacaan sastra, ia bersama jejaring komunitas di Kabupaten Kendal menginisiasi Sayembara Sastra berhadiah hewan ternak (kambing Etawa betina, kelinci, ayam, dan bebek) Saat ini juga tengah menyiapkan rintisan Sekolah Ajar berbasis Konservasi–di mana peserta membayar melalui sampah melalui Bank Sampah Sebumi yang didirikan.
Tak hanya, menggagas Pondok Baca Ajar, pada 3 Agustus 2008, bersama Sigit Susanto ia menggagas komunitas sastra di Boja bernama Komunitas Lerengemedini (KLM). Komunitas itu bertujuan untuk meningkatkan literasi dalam skup yang lebih besar–melalui pendekatan sastra dan seni. Beberapa kegiatan antara lain jemuran puisi, puisi senja di pinggir kali, sastra sepeda, maraton puisi, parade obrolan sastra, kemah sastra di Medini, hingga sayembara penulisan sastra berhadiah hewan ternak (2022-sekarang).
Reading Group Kafka Diliput Majalah Jerman
Dari sekian kegiatan yang dilakukannya, salah satu yang menarik adalah reading group. Kegiatan reading grup novela Metamorfosa Samsa karya Franz Kafka diliput Majalah Kebudayaan di Jerman beberapa waktu lalu. Profil singkat reading group anak-anak dimuat di majalah Blickwechsel, majalah kebudayaan di Jerman milik deutsches Kulturforum di Dortmund. Foto anak-anak saat reading group itu dimuat di Blickwechsel edisi 9, Agustus 2021.
Pada ulasannya, tak hanya teks tetapi juga dilengkapi dengan foto kegiatan yang diselenggarakan—kebetulan foto yang dimuat majalah, saat aktivitas di tengah Pandemi Covid-19. Majalah memuat artikel berjudul Kafka auf Java (Kafka di Jawa). Artikel sebanyak dua halaman itu ditulis oleh Dr. Vera Schneider hasil dari wawancaranya dengan Sigit Susanto, penerjemaah karya-karya Framz Kafka.
Tak hanya, reading group Metamorfosa Samsa, heri sebelumnya juga menggelar reading group novel lainnya, yakni: novel The Old Man and the Sea dalam bahasa aslinya, Inggris (karya Ernest Hemingway) (berlangsung pada 2010-2013), novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari (2010-2011), dan novela Metamorfosa Samsa (2018-2022).
Prinsip dalam kegiatan yang digelar sepekan sekali itu yakni: membaca pelan-pelan, intens, dan sosial. Dalam membaca tak ada orientasi untuk cepat selesai, karena memang format reading group ini adalah membaca teks secara ‘super lelet’ alias pelan-pelan. “Harapannya, ada proses menyelami kedalaman teks, bukan semata membaca sekilas atau di permukaan,” ujarnya.
Reading group dipilih lantaran sedikitnya, tiga alasan yakni: format ini murah, sosial, dan intensif. Murah, karena gratis dan praktiknya mudah. Sosial, karena melibatkan orang banyak. Intensif, karena superlelet, bukan yang serba cepat.
Sejumlah Apresiasi
Heri ternyata, tak hanya kali ini saja meraih penghargaan. Penghargaan kategori Pegiat Literasi dari Dinarpus Provinsi Jawa Tengah ini tercatat sebagai penghargaan kelima yang diraihnya. Sebelumnya, beberapa apresiasi atau penghargaan telah ia raih dari sejumlah intitusi/ lembaga atas dedikasinya di bidang literasi serta sastra. Penghargaan itu yakni: SATU Indonesia Award 2011 dari PT Astra International Tbk, Bupati Kendal Award 2012, Prasidatama dari Balai Bahasa Jateng 2014, dan Penghargaan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) tahun 2023.
Saat ditanya mengenai penghargaan ini, Heri berujar, dirinya berterima kasih pada Dinarpus Provinsi Jawa Tengah atas penghargaan ini. Penghargaan ini wujud dari perhatian pemerintah atas persoalan literasi di masyarakat sekaligus menjadi kampanye pentingnya gerakan membaca. “Penghargaan ini juga wujud kehadiran negara bahwa persoalan literasi ini memang harus diatasi secara gotong royong atau kolaborasi. Ada pemerintah, penggerak/pegiat, komunitas literasi, kelompok masyarakat, pers, orang tua, sekolah, perusaahaan BUMN/swasta, hingga individu yang peduli pada literasi,” ujarnya.
Heri juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak, baik individu, institusi, ataupun swasta yang telah mendukung baik materiil maupun moril atas gerakan literasi yang ia lakukan selama ini. “Apalah saya ini tanpa dukungan dari segenap pihak. Tentunya juga doa dari ibu, keluarga, saudara, serta orang-orang baik yang peduli pada problem masih rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia. Saya meyakini, di luar sana, masih ada banyak lagi sosok pahlawan di jalan sunyi yang patut mendapatkan penghargaan semacam ini. Untuk itu, penghargaan ini juga saya dedikasikan untuk kawan-kawan penggerak literasi yang sepi dari sorot kamera maupun tepuk tangan tetapi masih setia membersamai anak-anak agar gemar membaca,” ujar Heri.
Penghargaan “Kontrak Moral”
Memaknai penghargaan dari Dinarpus Provinsi, Heri menyatakan, ini sesungguhnya semacam “kontrak moral” bagi kami. Sebagai pengikat agar kami tetap istikamah/ konsisten mengajak serta mengadvokasi masyarakat memperbaiki peradaban melalui peningkatan literasi. “Ini mungkin cara Tuhan memberi “bonus” tapi sekaligus mengikat secara halus agar tetap setia di jalur ini—mengingat tantangan mengajak anak-anak membaca saat ini semakin beragam,” tutur Heri.
Menurut Heri, ada banyak tantangan membaca di era digital dan media sosial saat ini. Di antaranya, sulitnya mengajak anak-anak membaca karena mereka lebih tertarik dengan hiburan digital yang menarik. Kemudian, kurangnya fokus anak-anak karena distraksi yang ditimbulkan perangkat digital (gawai). Selain itu, kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat juga menjadi tantangan tersendiri.
“Nah, tantangan itu saya kira tak perlu diratapi. Teknologi dan perubahan adalah sebuah keniscayaan zaman. Ini memang eranya. Pertanyaan kemudian, bagaimana menjadikan gawai itu sebagai sarana efektif untuk mengenalkan anak pada literasi,” tutur salah satu penggagas Komunitas Lerengmedini (KLM) Boja ini.
Heri berpandangan, meningkatkan budaya literasi bermula dari kesadaran kemudian pembiasaan. Pembiasaan membaca sejak dini pada anak di rumah merupakan hal pokok dalam upaya ini. Namun, itu juga bukan hal mudah sebab tidak semua anak hidup dalam keluarga yang ideal. Ideal secara ekonomi maupun ideal secara pendidikan. Artinya, ideal secara ekonomi, orangtuanya mampu membelikan buku bacaan secara rutin di rumah.
“Ideal secara pendidikan, orangtua mempunyai kesadaran atas pentingnya menanamkan bacaan sejak dini pada anak mereka sehingga ada proses pendampingan. Dan, faktanya di masyarakat, masih belum ideal. Cukup kompleks, bukan?” ujar Heri.
Tantangan Literasi
Dalam sambutannya, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin menyampaikan sejumlah tantangan literasi di Jawa Tengah. Berdasarkan data 2024, Skor Tingkat Kegemaran Membaca nasional berada di angka 73,91, sedangkan Jawa Tengah berada di bawahnya, yakni 72,44.
Sementara itu, Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat tingkat nasional tercatat sebesar 73,52, sedangkan Jawa Tengah di angka 70,57. Tak hanya itu, skor penilaian membaca untuk anak usia 15 tahun yang dirilis oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) menunjukkan bahwa Indonesia hanya meraih 359 poin, jauh di bawah rata-rata negara anggota OECD yang mencapai 476 poin.
“Budaya membaca masih lemah. Banyak anak hanya membaca judul tanpa memahami isi. Ini tantangan kita bersama,” katanya.
Untuk itu, di hadapan Bunda PAUD dan Bunda Literasi kabupaten/kota se-Jawa Tengah, Wabup berpesan, peran Bunda PAUD yang juga Bunda Literasi sangat strategis dalam membentuk karakter dan kebiasaan anak sejak dini. Terutama dalam menumbuhkan budaya membaca dan literasi keluarga.
“Ibu adalah madrasatul ula (pendidik pertama). Maka dari itu, Bunda PAUD tidak hanya menggerakkan PAUD tapi juga menjadi pelopor literasi keluarga,” tandasnya. (*)