SOLO (jatengtoday.com) – Kerabat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggelar Wilujengan Nagari Mahesa Lawung di Sitihinggil Kompleks Keraton Solo, Kamis (26/12/2019).
“Karena acara ini diselenggarakan di luar Kompleks Kedaton makanya kami bersama keluarga besar trah PB ke-2 sampai ke-13 mengadakan upacara juga ke Krenda Wahana (Alas Krenda Wahana, Kabupaten Karanganyar). Ini sudah jadi momentum atau upacara adat yang sesuai dengan paugerannya,” kata kerabat Keraton yang juga merupakan salah satu puteri Paku Buwana ke-12 GRAy Koes Moertiyah di sela kegiatan.
Ia menambahkan, sebagai tata cara kegiatan wilujengan nagari tersebut kepala kerbau dibawa terlebih dahulu ke Sitihinggil. Kemudian ada lantunan doa yang dipimpin oleh penghulu keraton.
“Selanjutnya kepala kerbau ini baru dibawa ke Krenda Wahana kemudian dipendam, yaitu untuk memenuhi klibat atau ‘papat limo pancer’. Semua atas kehendak Allah dan atas izin Allah,” ujarnya.
Wanita yang akrab disapa Gusti Mung ini mengemukakan pelaksanaan dilakukan di Sitihinggil karena hingga saat ini sejumlah kerabat keraton dan sentono dalem yang berseberangan dengan PB ke-13 masih dilarang untuk memasuki keraton.
“Sentono kita karena belum boleh masuk ke keraton ikut upacara itu maka kami menyelenggarakan dari luar atau di Sitihinggil. Ini menjadi satu ajang yang tujuannya untuk bersama-sama mengadakan pembersihan diri dan ‘ngilangi sengkala’ (menghilangkan celaka) yang selama ini selalu melanda Keraton Surakarta agar secepatnya kembali pulih,” jelasnya.
Menurut dia, keraton merupakan sebuah dinasti yang hukum adatnya sudah ada dan diakui oleh NKRI.
“Oleh karena itu, kami mohon pemahaman semua pihak terutama pemerintah dari tingkat atas sampai ke bawah agar paham. Bahwa kita berjalan lestari sampai sekarang, yang kami pakai adalah hukum adat. Kalau keturunannya tidak menjalankan hukum adat tentu itu melanggar konstitusi. Itu sangat salah,” terangnya.
Menurut dia, apa yang dilakukan oleh PB ke-13 yang tidak memperbolehkan sentono dalem maupun sebagian kerabat keraton masuk ke dalam keraton merupakan tindakan yang salah dan melanggar hukum adat itu sendiri.
Ia mengatakan jika hal itu dibiarkan bukan tidak mungkin suatu saat komunitas adat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat akan hilang karena kepentingan pihak-pihak tertentu.
“Sinuwun silakan tetap jadi sinuwun karena selama terikat paugeran kalau tidak meninggal tidak bisa diganti. Meski demikian, sinuwun harus betul-betul menjalankan konstitusi, aturan adat seperti apa. Kalau melanggar adat ya akhirnya tidak punya kawula, sentono hanya penjilat. Ini repot sekali,” tambahnya. (ant)
editor : tri wuryono
in Seni Budaya