in

Warga Pinggiran Ibu Kota Memangkas Jarak dengan Perahu Eretan

Di balik sibuknya aktivitas Ibu Kota Jakarta, masih ada masyarakat pinggiran yang menyiasati kesulitan akses transportasi dengan perahu.

Perahu eretan mengangkut penumpang dari Kapuk Muara menuju "dermaga" yang mengarah ke PIK di Jakarta Utara, Rabu (6/7/2022). Transportasi alternatif ini disebut penumpangnya dapat memangkas jarak dan waktu menuju lokasi tujuan seperti kantor maupun sekolah. ANTARA/Sinta Ambarwati

JAKARTA (jatengtoday.com) –  Sepoi-sepoi tiupan angin berhembus mengantarkan derasnya arus melewati Kali Cagak, Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara yang meningkat usai hujan mengguyur sejumlah kawasan Ibu Kota pada Rabu (6/7/2022) pagi.

Suasana Jalan Kapuk Muara hingga ke ujung pemukiman penduduk terlihat antrean panjang pesepeda motor, pejalan kaki hingga pedagang. Mereka bersiap menyeberangi Kali Cagak menuju sisi seberang dengan perahu eretan.

Ya, perahu eretan itu nampak mengangkut sejumlah pesepeda motor, tampak pula pedagang minuman buah lontar hingga pedagang es cincau dengan gerobak khasnya dari Muara Karang menuju Pluit juga PIK dan sebaliknya.

Bagaikan tongkang versi mini, perahu tanpa atap ini nampak berlayar dengan stabil membawa pengguna setianya ke dermaga sisi lainnya.

Usai mengantar dari sisi seberang, dan mengantar pengguna ke sisi lainnya. Dengan sigap sang “nakhoda” mengarahkan pelanggannya untuk turun dari perahu bekas nelayan ini untuk turun perlahan melewati dermaga kayu yang hanya dapat dilewati satu persatu sepeda motor.

Perahu eretan mengangkut penumpang dari Kapuk Muara menuju “dermaga” yang mengarah ke PIK di Jakarta Utara, Rabu (6/7/2022). Transportasi alternatif ini disebut penumpangnya dapat memangkas jarak dan waktu menuju lokasi tujuan seperti kantor maupun sekolah. ANTARA/Sinta Ambarwati

Sebaliknya, setelah perahu dikosongkan pengguna yang telah mengantre kemudian mulai tancap gas menuju perahu kayu itu, perlahan tapi pasti, barisan rapi pengguna motor memenuhi perahu menandakan perahu siap dijalankan menuju ke seberang.

Tanpa mesin motor dan hanya menggunakan tali tambang besar yang diikatkan dengan bambu ke kedua tepian sisi sungai, sang nakhoda menggunakan sarung tangan menarik perahu dengan tenaga penuh mengantarkan pelanggan ke tujuan.

Sekira berukuran 10 meter, dengan lambung datar hasil modifikasi perahu ini memudahkan roda sepeda motor dan roda lainnya memasuki perahu. Terlihat sederhana, tapi tak disangka kapasitasnya mampu memuat maksimal sekitar 10 motor dan sejumlah alat transportasi lain seperti sepeda gowes.

Arus sungai yang terkadang kuat menjadi tantangan tersendiri bagi nakhoda. Keseimbangan, ketepatan mengatur transportasi yang diangkut serta ketelitian dibutuhkan agar perahu berjalan dengan seimbang dan stabil.

Setibanya di “pelabuhan” seberang, ditemui kendala lain yakni menurunkan penumpang. Layaknya kapal yang bersandar di pelabuhan, begitulah perahu ini menurunkan penumpang. Perahu harus menempel pada tepian dermaga sehingga penumpang dapat menurunkan kendaraannya dengan aman.

Seorang pekerja AM (30) yang baru pertama kalinya menggunakan jasa ini menceritakan pengalaman pertamanya berlayar dengan perahu ini.

“Ngeri banget, tapi bisa memangkas waktu lumayan sih (sehingga tidak telat masuk kantor),” tuturnya.

Menurutnya dengan menggunakan jasa ini, dapat memotong jarak sekitar 5 kilometer, sehingga ia dapat tiba di kantor lebih cepat dan dapat istirahat terlebih dahulu.

Senada dengan AM, seorang pesepeda motor Fadillah mengatakan ia menghemat waktu dan tenaga dengan tongkang mini ini.

“Kalau ke Pluit (tempat kerja) lebih dekat lewat sini, bisa ngirit 2 kilometer. Mendingan banget lah,” jelasnya.

Awak kapal

Salah seorang nakhoda Jaya (40) mengatakan tarif perahu ekspres miliknya dikenakan biaya Rp 2.000 untuk satu motor dengan satu penumpang, sedangkan satu motor dengan dua penumpang (boncengan) dikenakan biaya Rp3.000 rupiah.

Dalam keseharian, Jaya mengaku dapat mengangkut ratusan penumpang, omset yang dihasilkan disebutnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tiga anak dan istrinya di Bumiayu, kampung tercinta.

Tak sendirian, Jaya dibantu tiga orang lainnya menjalankan transportasi alternatif ini. Waktu operasi perahu mulai pukul 04.00 hingga 22.00 WIB, setiap timnya pun memiliki “jatah narik” dengan durasi dua jam.

Arus Kali Cagak yang cukup kuat membuat Jaya istirahat lebih lama dari waktu seharusnya, karena menguras tenaga yang cukup banyak terangnya.

Dinding rumah yang terbuat dari triplek, beratapkan lembaran besi seng dengan terpal berlokasi tak jauh dari kali ini menjadi tempat istirahat Jaya dan rekan lainnya.

Di situlah tempat mereka bercengkerama, melepas lelah dengan sekedar bersenda gurau. Ada yang menyapa anak istri di kampung melalui sambungan telepon, ada yang sekedar rebahan melepas lelah.

Dalam suasana itu, Jaya menceritakan bahwa ia hanya meneruskan usaha yang ada dari pengelola sebelumnya. Bermodalkan membeli perahu bekas untuk menambang pasir yang tak disebutkan harganya, ia pun merajut usaha yang telah ada sejak tahun 1970 an jelasnya.

Ia menerangkan dahulunya saat ia tiba di sini yakni sekitar 15 tahun yang lalu, masih banyak penumpangnya adalah pengguna sepeda “onthel” kemudian tahun ke tahun berkembang menjadi pengguna pesepeda motor yang mayoritas adalah pekerja juga orang tua yang mengantar anak sekolah.

Eretan perahu ini hanya beroperasi saat air surut, dan saat air tinggi atau terlihat tanda-tanda banjir, maka berhenti beroperasi demi keselamatan penumpang dan “awak kapal”.

“Saya pernah waktu musim hujan tahun lalu libur beberapa hari, air nggak surut-surut, jalanan nggak kelihatan,” jelasnya.

BACA JUGA: Spot Tersembunyi Desa Wisata Jamalsari, Surganya Para Pemancing

Eretan perahu yang menjadi andalan penumpang setia berada di bawah Jalan Tol Pluit dan tol arah Bandara Internasional Soekarno Hatta. Dalam perjalanan yang sudah dekat dengan lokasi dermaga perahu eretan, akan ditemui gang sempit yang diapit rerumputan. Tak lama akan dijumpai jalanan melewati kolong jalan layang dengan imbauan “awas kepala” menandakan lokasi penyeberangan hanya berjarak beberapa ratus meter lagi. (Sinta Ambarwati/ant)