BALIKPAPAN (jatengtoday.com) – Agustinus Bole Malo, jurnalis Borneonews.com merasa mendapatkan intimidasi yang mengancam keselamatan keluarganya. Diduga, intimidasi tersebut terkait dengan laporan berita tentang kasus pelecehan seksual yang melibatkan pejabat penting di daerah tersebut.
Atas kejadian ini, Agus meminta pendampingan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Wartawan Online (IWO) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), untuk melapor ke Polres Barito Timur agar mendapat perlindungan hukum.
“Pada Minggu 17 Juli 2022, rumah saya disambangi tiga pria tak dikenal. Mereka menggedor-gedor rumah dan membentak istri,” ungkap Agus dalam keterangan yang dituangkan dalam keterangan pers AJI, PWI dan IWO diterima Selasa (19/7/2022).
Aksi intimidasi terhadap keluarga Agus bermula pada Minggu 17 Juli 2022 kurang lebih pukul 13.45 WIB. Ketiga pria tersebut mengenakan masker dan salah satunya menggunakan topi.
Istri Agus yang saat itu sendirian di rumah merasa ketakutan karena menerima perkataan kasar. Mereka membentak dengan nada tinggi sembari menanyakan keberadaan Agus. Mereka mencari-cari Agus dengan melihat dari jendela-jendela samping kiri dan kanan rumah.
“Istri saya sudah menjelaskan bahwa saya tidak berada di rumah. Namun jawaban tersebut tidak digubris. Dua di antaranya lalu memeriksa lewat jendela-jendela kamar. Setelah melihat tidak menemukan yang mereka cari, akhirnya ketiganya pergi menaiki mobil yang diparkir agak jauh dari rumah,” katanya.
Saat kejadian, Agus sedang beraktivitas kerja sebagai jurnalis. “Saya sedang memantau persiapan pameran pembangunan. Sementara anak saya sedang mengikuti turnamen futsal. Saya baru mengetahui kejadian ini setelah istri menelepon agar saya segera pulang karena ada tiga pria tak dikenal yang mencari saya dengan membentak. Istri saya punya riwayat jantung,” tutur Agus.
Selama ini, Agus merasa tidak mempunyai masalah dengan orang lain, baik lisan maupun tindakan. “Saya tidak mempunyai silang sengketa dengan orang lain, baik karena ucapan maupun karena utang piutang,” ujarnya.
Agus menduga teror terhadap keluarganya ini berkaitan erat dengan profesinya sebagai seorang jurnalis. Belakangan, dia intens memberitakan kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan oknum pejabat Dinas Sosial Barito Timur (Bartim).
PWI, IWO dan AJI mengecam keras aksi intimidasi dan premanisme ini.
“Sesuai ketentuan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, siapapun yang merasa dirugikan dengan pemberitaan jurnalis, silakan menggunakan hak jawab. Jangan menggunakan cara-cara kekerasan yang justru akan berimplikasi hukum. Kami meminta polisi untuk memberikan perlindungan hukum kepada yang bersangkutan dan melakukan patroli di sekitar rumah,” jelas Ketua PWI Barito Timur, Prasojo Eko Aprianto.
Senada, Ketua Harian Ikatan Wartawan Online (IWO) Barito Timur, Yovan C Piai menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal laporan Agustinus di Polres Bartim. “Tindakan hukum harus berjalan. Polisi harus mengusut tuntas para pelaku intimidasi terhadap jurnalis tersebut,” tegasnya.
Sedangkan Ketua AJI Balikpapan, Teddy Rumengan mengatakan aksi teror terhadap Agus berpotensi membungkam jurnalis yang berani bersuara lantang terhadap kasus kekerasan seksual di lingkar kekuasaan.
“Kami meminta agar polisi bergerak cepat menangkap para pelaku teror. Jurnalis bekerja untuk kepentingan publik, sudah sepatutnya mendapat perlindungan dan rasa aman. Baik dari kepolisian maupun dari kantor media tempat bekerja,” katanya.
Menurutnya, intimidasi terhadap jurnalis tidak bisa dianggap sepele. Jika kasus Agus tidak diusut tuntas, jurnalis akan takut mencari kebenaran. “Pada akhirnya publik yang akan dirugikan. Siapa saja dengan sengaja yang melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja-kerja jurnalistik bisa dikenakan Pasal 18 UU 40/99, ada ancaman pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 500 juta,” terang Teddy.
Sebelumnya, Agus menulis laporan tentang kasus pelecehan seksual yang melibatkan oknum pejabat di Dinas Sosial Barito Timur (Bartim), yakni Kabid Sosial berinisial SN. Kasus pelecehan seksual bermula saat seorang mahasiswi (18), ditemani orang tuanya, melaporkan perbuatan pelecehan seksual tersebut di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bartim.
Pelecehan seksual menimpa mahasiswi tersebut saat hendak mengurus Kartu Indonesia Pintar atau KIP Kuliah di Dinas Sosial Barito Timur. Korban bersama teman-temannya datang ke Bidang Sosial Dinas PMDSos atau Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Sosial Bartim untuk mengantarkan berkas.
Namun berkas tersebut dinyatakan belum lengkap. Salah satunya yaitu slip gaji ayahnya. Karena itu korban terpaksa harus datang lagi beberapa hari kemudian. Saat datang kembali, korban diarahkan untuk masuk ke dalam ruangan pribadi Kabid Sosial berinisial SN.
Awalnya SN memang menanyakan kelengkapan berkas KIP kuliah ini. Namun lama-kelamaan SN menggeser kursinya hingga berada di sebelah korban.
“Dia pindah dari tempat duduknya ke samping tempat duduk anak saya sambil berkata bahwa dia gemas dan ingin mencium pipi anak saya, dan ditolak anak saya,” kata IH, ayah korban.
Setelah itu, SN memegang pundak korban dan tetap memaksa untuk mencium. Meski berhasil lolos, namun saat kembali ke rumah, korban menerima pesan via WhatsApp dari SN yang mengatakan bahwa kemarin belum berhasil dicium.
Tak berhenti di situ, pada hari-hari selanjutnya saat korban menanyakan kepastian terkait KIP Kuliah, SN kembali mengingatkan bahwa syarat untuk dia terdaftar KIP Kuliah yaitu harus mau dijadikan sebagai pacar.
Geram dengan dugaan pelecehan yang dilakukan SN, IH kemudian melapor ke kepolisian dengan harapan dapat memeriksa SN dan mengusut tuntas kejadian ini.
Korban Lain Bermunculan
Anak IH diduga bukan satu-satunya korban. Calon peserta KIP Kuliah yang menjadi korban pelecehan SN bermunculan dan membuat pengakuan. Setelah seorang korban membuat laporan polisi, kini dua korban lagi berencana melapor ke Polres Barito Timur.
BACA JUGA: Pelecehan Seksual Suporter Sepak Bola terhadap Jurnalis Perempuan di Yogyakarta
Salah satu korban lain, yakni DA, mengaku mendapati perlakuan serupa saat ia mengurus KIP Kuliah. Dalam ruangannya, SN kemudian menutup gorden rapat-rapat lalu menuntun tangan DA untuk bersandar ke tembok dengan agak mendorong, lalu menunjukkan gerakan hendak meraba bagian dada korban serta akan mencium.
Sedangkan korban berinisial E yang juga berusia 18 tahun mengaku dilecehkan SN dengan meminta foto saat tiduran. Hal tersebut terjadi sekitar 2 bulan lalu. (*)