SEMARANG (jatengtoday.com) – Viralnya kasus perundungan atau kekerasan fisik yang dilakukan oleh sejumlah siswa SMP di Cilacap Jawa Tengah baru-baru ini menjadi rapot merah bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Para orang tua semakin was-was bahwa sekolah selama ini ternyata belum sepenuhnya memberikan ruang aman bagi anak-anak. Beredarnya video kekerasan para pelajar itu benar-benar menjadi cermin bahwa sistem pendidikan perlu mendapatkan evaluasi serius.
Kasus di Cilacap bukan kali pertama, sebelumnya di Kota Semarang juga terjadi kasus serupa.
Plt Kepala Disdik Kota Semarang, Bambang Pramusinto mengatakan aksi perundungan harus bisa dicegah. Ini menjadi persoalan yang harus mendapatkan penanganan serius.
“Kami mewajibkan setiap sekolah di Kota Semarang menjalankan dan menyuarakan gerakan anti-bullying. Maka Kota Semarang memiliki inovasi Gerakan Bersama Sekolah Semarang Peduli dan Tanggap Bullying (Geber Septi) untuk mencegah aksi perundungan,” katanya, Rabu (4/9/2023).
Dikatakannya, sekolah wajib menanamkan nilai-nilai persatuan melalui Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Menurutnya, ini juga salah satu upaya untuk mengantisipasi terjadinya perundungan antar-siswa.
“Pelajar wajib diberi pemahaman agar tidak nekat melakukan bullying dan merundung siswa lainnya, karena itu bisa menjadi ranah hukum. Sebab, sekolah harus menjadi tempat yang nyaman dan aman,” katanya.
Menurutnya, sekolah tidak hanya menjadi tempat menempa akademik saja, tetapi 30-40 persen harus bisa dimanfaatkan untuk mengexplore bakat anak-anak. “Termasuk membangun moral dan integritas peserta didik,” ujarnya.
Sekarang, lanjut dia, rapot pendidikan memuat tujuh elemen indikator yang harus dibangun, salah satunya integritas. “Kebijakan kurikulum merdeka ini sudah komprehensif. Akademis dibangun, karakter kebhinekaan juga dibangun,” ujarnya.
Selain itu, paguyuban orang tua atau wali siswa perlu aktif memantau kegiatan anaknya. Kolaborasi antara sekolah dengan Komite Sekolah untuk terus mengkampanyekan semangat anti-bullying.
“Kami mendorong media sosial yang dikelola setiap sekolah lebih aktif mengingatkan tentang bahaya perundungan,” katanya.
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan Kota Semarang memiliki pengalaman menangani kasus perundungan atau bullying pelajar pada 2022 silam.
“Waktu itu, kami membuat RDRM (Rumah Duta Revolusi Mental), tim ini muter ke sekolah-sekolah,” tambah Mbak Ita.
Sekarang, Pemkot Semarang juga memiliki program Geber Septi atau Gerakan Bersama, Sekolah Semarang Peduli dan Tanggap Bullying di Kota Semarang.
“Alhamdulillah, sekarang sudah tidak ada kasus bullying,” ujarnya.
Menurutnya, fenomena bullying yang mengarah ke tindakan kekerasan ini dipengaruhi banyak aspek. Mulai dari lingkungan pergaulan hingga pengaruh dengan tontonan atau tayangan di media sosial.
“Sekarang ini di era digital, mereka bisa melihat film atau konten hanya menggunakan gadget,” katanya.
Cara penanganannya, menurutnya, adalah dengan memaksimalkan kegiatan positif. “Kalau siswa sudah disibukkan dengan banyak kegiatan positif, maka mereka akan lupa dengan hal-hal negatif,” terangnya.
Saat ini projek P5 di Kota Semarang telah bergulir di 60 sekolah dari SD, SMP hingga SMA. “Kepala sekolah, guru harus mensupport. Kita tidak boleh lengah, karena kejadian serupa bisa saja terjadi di mana saja dan kapan saja,” katanya. (*)