in

Tumbuhkan Cinta NKRI, Anak-anak Dilatih Tari Tradisional

Materi yang tak hanya mengenalkan keberagaman seni budaya Tanah Air,  sekaligus menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada anak.

Siswa-siswi TK Sultan Fatah Demak saat menampilkan tarian kolosal Indang Aceh pada panggung TCF, dalam rangka menumbuhkan rasa cinta tanah air dan kepercayaan diri di depan publik. (istimewa)

DEMAK (jatengtoday.com) – Jaranan jaranan .. jarane jaran teji. Sing numpak Ndoro Bei .. Sing ngiring para mantri. Jrek jrek nong .. jrek jrek nong. Jrek jrek gedebug jeder.

Bagi orang Jawa, lagu berbahasa Jawa ini tentunya tak asing di telinga. Begitu pun Tari Jaranan, yang penampilannya diiringi alat musik tradisional gamelan.

Namun orang Jawa yang paham tembang dan tari jaranan tentunya mereka yang lahir di era tahun 1980an ke belakang. Lalu bagaimana dengan generasi Z? Apakah generasi yang lebih paham lagu-lagu K-Pop dan joged Tik Tok ini harus belajar lagu daerah, tari tradisional dan alat-alat musik khas tanah air ke negeri tetangga.

Dalam rangka menumbuhkan cinta tanah air dan seni budaya tradisional sejak dini, siswa-siswi Tamak Kanak-kanak (TK) juga Kelompok Bermain (KB) dan  Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diajarkan materi profil pelajar Pancasila dan penguatan karakter.

Materi yang tak hanya mengenalkan keberagaman seni budaya Tanah Air,  sekaligus menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada anak, sehingga mereka tumbuh sebagai pribadi yang cinta NKRI.

Seperti disampaikan Kepala TK Sultan Fatah Demak Khilyatusy Syarifah, di sela mendampingi anak-anak didiknya tampil menari kolosal Indang Aceh di acara Tembiring Creative Fun (TCF).

Bahwa mengenalkan Indonesia dengan beragam suku budaya harus dilakukan sejak dini, agar rasa cinta tanah air itu bersemi dan senantiasa tumbuh subur di sanubari.

“Alhamdulillaah kami yang sempat terkurung dua tahun oleh pandemi corona, kini dapat membawa anak-anak didik tampil di depan umum lagi melalui panggung TCF. Terimakasih Pemkab Demak. Sebab anak tidak cukup berani saja di depan kelas, namun mereka harus punya mental juga tampil di hadapan publik,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Ungkapan sama disampaikan Tampan Rama, pelatih tari Yayasan Ar Rahman Desa Kalisari Kecamatan Karangtengah.

Disebutkan, anak-anak sekarang cenderung menyanyi dan menari tidak sesuai dengan jenjang usia. Sehingga dikhawatirkan berimbas pada perkembangan spikologis yang tidak imbang.

Berangkat dari kondisi memprihatinkan tersebut, pemilik Sanggar Karnelis Budaya itu bertekad mengembalikan karakter anak-anak melalui tari-tarian tradisional maupun kreasi baru yang tetap mengangkat ciri khas Nusantara.

“Tidak sekadar menari, anak juga kami ajarkan gerakan-gerakan tari mengikuti alunan musik tradisional dengan wirama, wirasa dan wiraga. Sehingga penjiwaan tari yang ditampilkan muncul, dan berujung kecintaan pada ibu Pertiwi,” urainya.

Sementara Plt Kepala Dinas Pariwisata yang juga Kepala Dinas Komunikasi Informasi Kabupaten Demak Endah Cahya Rini mengatakan, TFC adalah inovasi yang diniati sebagai ruang kreatif sekaligus rekreatif. Sehingga menjadi episentrum  juga muara untuk beragam agenda.

“TCF dipersembahkan untuk dan oleh masyarakat.  Semua segmen, anak-anak hingga dewasa dapat memanfaatkannya untuk ajang unjuk kemampuan kreatifitas, termasuk seni dan budaya,” ujarnya.

Terlebih karena masih banyak potensi seni budaya dan ekonomi kreatif di Kota Wali yang belum terpamerkan. Maka itu TFC dapat menjadi ruang menggali potensi masyarakat Demak.

Bahkan di TCF juga disediakan lapak untuk UMKM dan produk ekonomi kreatif. Di samping tersedianya pelayanan umum seperti perpustakaan keliling, pelayanan administrasi kependudukan, hingga pembayaran  PBB.

“Sebab goalnya adalah memberi pelayanan untuk masyarakat, mulai dari hiburan, sosial ekonomi, hingga pelayanan publik,” pungkasnya. (*)

Ajie MH.