SEMARANG (jatengtoday.com) – Seorang difabel tuna netra, Muhammad Baihaqi digugurkan dalam seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) periode 2019 lalu. Ia dinilai tidak memenuhi syarat.
Melalui surat pengumumannya, Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Tengah selaku penyelenggara CPNS menganggap Baihaqi salah memilih jenis formasi. Yang dilamar adalah formasi khusus difabel daksa, sedangkan Baihaqi seorang difabel netra.
Kasus pengguguran Baihaqi dalam seleksi CPNS tersebut digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.
Pada sidang keterangan ahli, Baihaqi didampingi kuasa hukum LBH Semarang menghadirkan ahli dari Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) Pusat, Rabu (13/1/2021)
Ahli menjelaskan, formasi disabilitas pada CPNS merupakan jalur afirmatif untuk penyandang disabilitas. Menurutnya, tidak boleh ada pembedaan jenis maupun ragam disabilitas dalam seleksi CPNS.
“Peserta tidak boleh digugurkan hanya karena pembatasan syarat jenis disabilitas. Karena semua memiliki hak yang sama,” ungkapnya.
Ahli juga menyampaikan, semangat afirmatif action dengan menyediakan kuota khusus penyandang disabilitas itu sebenarnya memiliki roh kesetaraan. Sehingga, ketika itu dibatasi berarti telah melanggar ketentuan.
“Pembedaan jenis maupun ragam disabilitas dalam penerimaan formasi khusus penyandang disabilitas adalah bentuk diskriminasi,” ucap ahli.
Hal tersebut, katanya, menunjukan ketidakpahaman akan hak penyandang disabilitas sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan PP No.13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas.
Ahli menegaskan, pemerintah daerah harus hati-hati dalam menafsirkan perundang-undangan yang ada. Terrmasuk tidak boleh menafsirkan ke-disabilitas-an seseorang terutama dalam proses CPNS tanpa melibatkan ahlinya.
Dalam konteks diskriminasi yang diterima oleh Baihaqi terjadi karena adanya penafsiran pribadi oleh Pemprov Jateng termasuk adanya proses eliminasi peserta CPNS disabilitas dengan pribadi tanpa melibatkan ahli.
Raih Nilai Tertinggi
Baihaqi merupakan seorang tuna netra tetapi masih bisa melihat, salah satu matanya bisa berfungsi seperti biasa. Pada 2019 lalu, ia mendaftar sebagai guru matematika di SMAN 1 Randublatung melalui seleksi CPNS atau CASN Formasi Khusus Difabel.
Baihaqi cukup kompeten, dibuktikan dengan raihan nilai tertinggi pada Seleksi Kompetensi Dasar CPNS yang diikutinya.
Kualifikasi yang dimiliki Baihaqi juga telah sesuai. Dia adalah pemegang ijazah sarjana pendidikan matematika dari Universitas Negeri Yogyakarta, linier dengan formasi yang dilamar.
Selain itu, Baihaqi telah mengantongi Sertifikat Pendidik dari Kemenristekdikti. Sehingga, kondisi difabel yang dimiliki sama sekali tidak menghambat kemampuannya sebagai guru profesional. (*)
editor: ricky fitriyanto