SEMARANG (jatengtoday.com) – Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang, Sutrisno menegaskan, instruksi pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja/buruh di perusahaan wajib diberikan oleh perusahaan kepada karyawan maksimal tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Pembayaran THR yang dimaksud dilaksanakan dalam bentuk uang dengan cara kontan atau tidak boleh dicicil. Mengenai aturan pemberian THR ini mengacu dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Surat Edaran (SE) Nomor M/1/HK.04/IV/2022 tanggal 6 April 2022 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2022 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
“Perusahaan wajib membayarkan THR kepada pekerja secara penuh. Tidak dicicil,” tegasnya, Senin (11/4/2022).

Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2022
Bagi Pekerja / Buruh di Wilayah
Kota Semarang.
Ditegaskan, perusahaan wajib memberikan THR tersebut kepada karyawan maksimal tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. “Pemberian THR harus diberikan secara penuh, agar hak pekerja diterima dengan baik. Tahun lalu, ada banyak aduan terkait THR, ada yang dicicil. Maka tahun ini, kami minta perusahaan memberikan secara penuh sesuai aturan pemerintah,” katanya.

MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : Ml 1 lHK.MllV 12022
TENTANG
PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN
TAHUN 2022BAGI PEKERJA/BURUH DI PERUSAHAAN.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Muhammad Afif mengatakan, kebijakan pemerintah mewajibkan bagi pengusaha untuk membayar THR.
“Kami mendukung itu, kami memahami beban ekonomi masyarakat saat ini cukup berat. Terlebih mendekati lebaran. Kelangkaan dan naiknya harga bahan kebutuhan pokok dan seterusnya. Maka THR merupakan hak pekerja yang harus diberikan penuh,” katanya.
Menurutnya perlu adanya pengawasan, agar THR tersebut diberikan oleh setiap perusahaan kepada karyawannya. Tujuannya, agar setiap pengusaha taat Undang-Undang dengan memberikan hak karyawan tepat waktu dan tanpa dikurangi.
“Sehingga karyawan bisa merayakan momen Idul Fitri bersama keluarga dengan penuh kesenangan dan keceriaan,” katanya.
Pengusaha Minta Penyelesaian Jalur Dialog
Sementara itu, Ketua Apindo Kota Semarang, Dedi Mulyadi mengatakan, pihaknya menginginkan agar pengusaha membayar THR kepada karyawan secara penuh sebagaimana aturan yang ditetapkan pemerintah.
“Namun saat ini, dunia usaha harus diakui belum normal seluruhnya. Sebab, selama dua tahun kemarin, pelaku usaha atau pengusaha terdampak sangat berat akibat pandemi. Dampaknya, banyak karyawan atau pekerja yang terpaksa dirumahkan, bahkan ada perusahaan tutup,” katanya.
Kondisi mulai bekerja normal pada bulan Januari lalu. “Sekarang ini baru mulai bangkit untuk menggerakkan ekonomi,” katanya.
Menurutnya, pemerintah menginstruksikan untuk membayar THR secara penuh sah-sah saja. “Tapi juga tergantung dengan kondisi perusahaan masing-masing. Misalnya ada yang kondisi perusahaan atau pabriknya sehat, itu tidak menjadi persoalan. Namun ada yang memang nantinya perlu dibicarakan antara pengusaha dan pekerja atau melalui tripartit,” katanya.
Sebab, lanjut dia, kondisi perusahaan tertentu saat ini belum sepenuhnya tumbuh akibat terdampak kondisi ekonomi global. “Baiknya bisa dibayarkan penuh, tetapi juga tergantung kekuatan perusahaan masing-masing,” katanya.
Dia meminta agar ada kebijaksanaan dan solusi terbaik apabila menemukan kondisi perusahaan tidak mampu membayar THR. “Kalau memang pengusaha belum mampu membayar THR, bisa dibicarakan atau berdialog dengan pekerja. Jangan sampai justru ditanggapi dengan aksi demo, ini bisa merugikan banyak pihak baik dari perusahaan maupun pekerja sendiri,” katanya.
Dedi meminta agar pengusaha dan pekerja bisa bermitra. Apabila menemukan kendala, agar dilakukan penyelesaian menggunakan jalur dialog. “Perlu ada keterbukaan dari manajemen, dialog jika memang perusahaan tidak mampu membayar, bisa dengan cara penundaan, atau dicicil sesuai kesepakatan,” ujar dia.
Menurutnya, siapa pun tidak ingin terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha juga menginginkan ekonomi perusahaan berjalan, gaji karyawan tidak telat dan seterusnya. “Namun kondisi saat ini memang tidak mudah untuk recoveri. Apalagi perusahaan harus menutup kerugian tahun lalu, sedangkan modal kerja habis,” katanya. (*)