SEMARANG (jatengtoday.com) – Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengakui sempat ditegur oleh Sekda Jateng karena menerapkan kebijakan berbeda dari Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah mengenai perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jilid II pada 26 Januari-8 Februari 2021.
Sesuai Surat Edaran Gubernur Jateng, PPKM diterapkan secara ketat di seluruh wilayah di Jateng. Namun Pemkot Semarang justru “menerobos” SE tersebut dengan memberi kelonggaran operasional Pedagang Kaki Lima (PKL) hingga pukul 22.00 WIB.
Dalam SE Gubernur Jateng Ganjar Pranowo disebutkan bahwa rumah makan, baik formal maupun informal hanya beroperasi hingga pukul 20.00 untuk layanan makan di tempat, dan hingga pukul 21.00 untuk layanan pesan antar atau dibawa pulang. Sementara itu, pusat perbelanjaan atau mal beroperasi hingga pukul 20.00.
“Sekda Provinsi Jateng sudah mengingatkan saya tentang hal itu. Tapi saya menjelaskan, Pak Sekda, mohon maaf, kalau boleh kami ingin memenuhi keinginan masyarakat sedikit saja. Satu jam saja yakni hingga pukul 22.00 WIB, karena PPKM kemarin, operasional PKL tutup pukul 21.00 WIB,” ungkap Hendi saat memberikan keterangan pers di Balai Kota Semarang, Selasa (26/1/2021).
Secara statistik, kata Hendi, angka Covid-19 di Kota Semarang mengalami tren penurunan. “Pak Sekda bilang ‘Ndak bisa mas, penderita Covid-19 di Kota Semarang naik. Lho, kita yang merawat masyarakat, update data dilakukan di Dinas Kesehatan, termasuk data ditampilkan realtime di portal siagacorona.semarangkota.go.id. Data tersebut menunjukkan angka Covid-19 di Kota Semarang ini turun. Kami berharap ada satu data,” katanya.
Pasalnya, data Pemprov Jateng menunjukkan kenaikan dan berbeda dengan data milik Pemkot Semarang. “Pertanyaannya, pemerintah provinsi mengambil data di Kota Semarang seperti apa? Kok bisa data provinisi berbeda dengan data yang kami punya. Kalau kita ini kan jelas, setiap rumah sakit melaporkan ke Dinas Kesehatan, ditambah dengan pasien yang dirawat di Ruang Diklat, Rumah Dinas Wali Kota, Transit Asrama Haji. Data-data tersebut dimasukkan menjadi data penderita Covid-19, kan begitu. Saya tidak tahu mengapa data provinsi bisa berbeda,” ujarnya.
Hendi mengaku telah meminta jajarannya untuk melakukan koordinasi dengan Pemprov Jateng agar ketidaksinkronan data tersebut ditemukan penyebabnya. Berdasarkan hasil evaluasi sejak 11-25 Januari 2021, lanjut Hendi, awal diterapkan PPKM di Kota Semarang pada 11 Januari 2021, angka Covid-19 di Kota Semarang kurang lebih 1100 orang.
“Pertumbuhan penderita Covid-19 rata-rata setiap hari di atas 250 orang saat itu. Lalu diberlakukan PPKM dua minggu, sesuai dengan instruksi Kemendagri. Mal tutup pukul 20.00 WIB, Work From Home 75 persen dan lain-lain. Waktu itu kami tambah ada tujuh jalur lalu-lintas di Kota Semarang ditutup, operasional Pedagang Kaki Lima semula tutup pukul 23.00 WIB diturunkan menjadi pukul 21.00 WIB,” katanya.
Pada 25 Januari 2021, masih kata Hendi, Dinas Kesehatan menjelaskan bahwa jumlah akumulatif penderita Covid-19 di Kota Semarang mengalami penurunan, yakni di kisaran 800-an penderita.
“Jadi secara tren turun. Saya tanya, pertambahan penderita setiap hari berapa. Hari itu, Pak Hakam (Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang) menyampaikan 108 orang. Jadi, dari rata-rata 250 orang setiap hari menjadi 100-an setiap hari. Artinya, PPKM yang kita terapkan efektif,” terang dia.
Atas dasar hasil evaluasi tersebut, Hendi mengaku mengombinasikan kebijakan sesuai dengan keinginan masyarakat di lapangan, yakni tentang jam operasional PKL dan restoran. “Yang diatur (dalam Permendagri) adalah operasional mal yakni tutup pukul 20.00 WIB. Apakah di Permendagri mengatur PKL? Tidak kan? Boleh dong kita melakukan modifikasi. Kalau kami ditegur Pak Sekda karena ada Surat Edaran Gubernur Jateng. Saya sudah menjelaskan, bahwa di lapangan ada gelutan. Kami ini yang di lapangan, mbok kami minta toleransi satu jam saja. Apalagi kondisinya sudah turun. Masyarakat juga sudah taat. Masak sih tidak boleh? Toh program resmi Kemendagri tetap kami ikuti,” katannya.
Hendi mengaku memahami apa yang dialami para pedagang yang meminta diberikan kelonggaran. “Dari tujuh ruas jalan yang ditutup dibuka dua jalur, yakni Jalan Supriyadi dan Jalan Lamper Tengah. PKL dan restoran yang tadinya tutup jam 21.00 WIB, kami longgarkan menjadi pukul 22.00 WIB. Kalau operasional Mal memang harus tutup pukul 20.00 WIB,” terang dia.
“PKL ini mereka kan tidak punya tabungan. Mereka baru buka pukul 17.00 WIB, pukul 20.00 WIB disuruh tutup, pukul 21.00 WIB disuruh tutup. Mereka kemudian melawan, berantem. Lha daripada berantem ya sudah kami berikan kelonggaran 1 jam. Tapi harus ikut menjaga Kota Semarang,” imbuhnya lagi.
Namun demikian, lanjut Hendi, apabila ditemukan pelanggaran tiga kali berturut-turut, maka pihaknya akan mengambil tindakan tegas dengan memberikan sanksi sesuai aturan. “Pelanggaran tiga kali berturut-turut akan kami tinjau izinnya. Kalau PKL akan ditangani oleh Satpol PP akan melakukan penutupan,” tegasnya. (*)
editor: ricky fitriyanto
