SEMARANG (jatengtoday.com) – Tol Trans Jawa sudah beroperasi. Masyarakat saat ini bisa menikmati jalur bebas hambatan tersebut meski harus merogoh kocek cukup dalam.
Selain itu, pembangunan Tol Trans Jawa ini masih menyisakan sejumlah persoalan yang belum tertuntaskan. Diantaranya penggantian lahan di beberapa tempat. Salah satunya penggantian lahan SMPN 16 Semarang. Kurang lebih separuh bidang lahan sekolah tersebut terpaksa “dicaplok” untuk kepentingan bisnis tol.
Hingga saat ini, kondisi SMPN 16 ini cukup memprihatinkan. Siswa dan guru harus ikhlas mengalah meski proses belajar mengajar sejujurnya tidak nyaman. Mereka harus menempati fasilitas darurat dalam kondisi bising lalu-lintas.
Namun hingga kini, penggantian lahan dan wacana pemindahan SMPN 16 ini belum ada kejelasan. Mereka terkatung-katung dalam ketidaknyamanan. Sedangkan penggantian lahan dan pemindahan lokasi berlarut-larut tanpa perkembangan.
Kepala SMPN 16 Semarang, Yuli Heriani, mengakui dampak pembangunan jalan tol tersebut sangat memengaruhi kondusivitas belajar mengajar.
“Terpaksa harus mengubah penataan, karena sejumlah fasilitas gedung harus menempati ruang darurat. Guru sebagian menggunakan musala, sebagian di aula,” katanya, belum lama ini.
Proses belajar mengajar jelas tidak nyaman. Misalnya pelajaran olahraga biasanya membutuhkan aula, sekarang ini terpaksa mencari tempat lain. Bahkan beberapa kali sekolah terpaksa harus meminjam aula di Graha Padma.
“Jam pelajaran juga terpaksa diubah, sebelumnya ada tiga kelas bisa melakukan pembelajaran olahraga dalam satu hari. Namun setelah terkena dampak tol, berkurang hanya dua kelas dalam sehari. Itupun harus bergantian lapangan,” katanya.
Praktis, jadwal masuk sekolah pun terpaksa berubah. Jika sebelumnya memberlakukan lima hari sekolah, sekarang ini dikembalikan menjadi enam hari sekolah. Tidak hanya itu, proses pembelajaran ekstrakurikuler pun terkena dampak karena minimnya fasilitas gedung. “Penggunaan lapangan harus bergantian untuk ekstrakurikuler, maka ada kelas yang dipulangkan terlebih dahulu karena menunggu giliran,” katanya.
Yuli berharap agar relokasi dan pembangunan gedung baru segera direalisasikan. Dia juga menyampaikan keluhan dan aspirasi orang tua siswa yang kurang berkenan apabila ditempatkan jauh dari lokasi semula.
“Maka kami berharap agar pembangunan gedung baru nantinya bisa memilih lokasi di Kecamatan Ngaliyan,” katanya.
Sejumlah orang tua siswa mengeluhkan apabila jaraknya terlalu jauh. Rata-rata siswa merupakan warga Ngaliyan, Mijen, Tugu, Jerakah, Krapyak dan sekitarnya. Harapannya bisa ditempatkan di jalur utama Ngaliyan agar transportasi mudah.
“Bangunan baru harus dibangun terlebih dahulu sebelum pindah. Jumlah siswa SMP begitu banyak, tentu akan kesulitan jika mencari gedung sementara,” katanya.
Namun hingga sekarang, Yuli mengaku belum mengetahui mengenai lahan dan bangunan pengganti tersebut. Jika berlarut-larut, dia khawatir mengganggu proses belajar mengajar. Lebih jauh lagi dia khawatir memengaruhi prestasi siswa. “Sejauh ini siswa kami banyak menorehkan prestasi, baik di tingkat lokal, hingga nasional,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi utomo mengatakan lahan pengganti dan bangunan baru tetap akan difasilitasi Pemkot Semarang. Namun ia meminta agar permasalahan ini tidak berlarut-larut.
“Kami mendorong agar Pemkot Semarang untuk segera memutuskan lokasi mana yang cocok untuk relokasi SMPN 1 Semarang. Proses relokasi jangan sampai berlarut-larut, karena berkaitan dengan proses belajar mengajar,” katanya.
Menurutnya, permasalahan yang ada bisa disiasati. Misalnya ternyata lokasinya agak jauh, Pemkot Semarang bisa memberikan fasilitas transportasi bus sekolah. “Persoalan transportasi bisa diberikan bus sekolah,” katanya.
Namun hal yang pasti, lanjut Anang, sebelum dilakukan proses relokasi harus dibangun bangunan baru terlebih dahulu. “Jangan sampai gedung baru belum dibangun, bangunan lama dirobohkan,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto