SEMARANG (jatengtoday.com) – Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Semarang menerima adanya sejumlah keluhan dan aduan warga di Kota Semarang mengenai pelaksanaan kebijakan Pendataan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 2021. Salah satunya mengenai adanya temuan praktik pungutan tidak wajar yang dibebankan kepada sejumlah warga.
Direktur Pattiro Semarang, Widi Nugroho mengungkapkan, berdasarkan aduan warga yang diterima Pattiro Semarang, nilai pungutan tersebut beragam. “Warga dikenai biaya mulai dari Rp 500 ribu, Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta. Nilai pungutan tersebut tidak wajar,” kata dia, Sabtu (20/3/2021).
Pungutan tersebut diduga dilakukan oleh tim kepanitiaan tidak resmi yang terdiri atas sejumlah oknum di tingkat RT, RW dan kelurahan.
“Dibentuk kepanitiaan di tingkat kelurahan atau RW secara tidak resmi untuk kegiatan sosialisasi dan pendataan dalam program PTSL tersebut. Oknum panitia baik di tingkat kelurahan atau RW memungut dana dari masyarakat untuk menyelenggarakan sosialisasi dan membuat pathok,” terangnya.
Menurut dia, pungutan dana tidak wajar yang dilakukan oleh panitia tidak resmi tersebut tidak bertanggung jawab. Dasar hukum PTSL tersebut mengacu instruksi Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di seluruh wilayah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI tahun 6 tahun 2018.
Selain itu, ada Keputusan Bersama 3 Menteri ATR/ BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa PDTT Nomor 25/ SKB/ V 2017, 590-3167A Tahun 2017, 34 tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.
“Permen ART/BPN Nomor 6 Tahun 2018 menyebut sumber pembiayaan PTSL dapat berasal dari Daftar Isian Program Anggaran (DIPA) Kementerian, anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, Kabupaten/Kota, Corporate Social Responsibility (CSR), Badan Usaha, Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, badan hukum swasta,” katanya.
Bahkan, lanjut Widi, untuk pelaksanaan kegiatan PTSL tersebut, Pemkot Semarang telah mengganggarkan Pengadaaan Kegiatan Pra PTSL Paket 1, 2, 3, 4 di Dinas Tata Ruang (Distaru) dengan jumlah total Rp 8 miliar di tahun 2021. Penganggaran tersebut tercatat di situs https://sirup.lkpp.go.id/sirup/ro/penyedia/kldi/D129).
Permasalahannya, apakah diperbolehkan memungut biaya kepada masyarakat dalam pelaksanaan PTSL tersebut? Widi menjelaskan, berdasarkan SKB 3 Menteri, memang diperbolehkan.
“Terutama dalam tiga hal, yakni pengadaan dokumen seperti sertifikat, biaya pengangkutan dan pemasangan pathok dan transportasi untuk petugas yang mendata PTSL tersebut. Di wilayah Jawa maksimal Rp 150 ribu. Tetapi praktik di lapangan, nilai itu membesar,” katanya.
BACA JUGA: Reforma Agraria Dianggarkan Rp 1,5 Miliar, Janjikan 1000 Sertifikat Gratis
Lebih lanjut, kata dia, ini program nasional dengan tujuan seluruh tanah di Indonesia harus dilakukan pendataan. Pelaksanaannya dibiayai pemerintah, baik APBN maupun APBD. Maka dari itu, pihaknya mendesak Wali Kota Semarang agar mengeluarkan imbauan untuk tidak membuat kepanitian secara khusus dalam rangka PTSL tersebut.
“Kelurahan dan masyarakat tidak melakukan penarikan dana dalam kegiatan PTSL di luar kebutuhan untuk pendataan,” ujarnya.
BACA JUGA: Biaya PTSL di Kelurahan Tegalsari Capai Rp 957 Ribu per Bidang, Uangnya Digelapkan Panitia
Selain itu, pihaknya mendesak Inspektorat Kota Semarang melakukan melakukan pengawasan secara intensif terkait pelaksanaan kegiatan PTSL di Kota Semarang. “Jika memang sudah melakukan pemungutan biaya, panitia harus mengumumkan kepada masyarakat dan mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut,” tegas dia.
BACA JUGA: Program PTSL Jokowi Dianggap Tak Mampu Selesaikan Konflik Pertanahan
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang Iswar Aminudin mengaku telah menerima informasi tersebut. “Pihak Pattiro sudah ketemu saya. Nanti akan ada sosialisasi oleh tim Pemkot Semarang dan BPN,” katanya.
BACA JUGA: Sertifikat Tanah Gratis Jokowi Disebut Ketinggalan Zaman
Nanti dalam sosialisasi, lanjut Iswar, akan dijelaskan permasalahan pungutan tersebut. “Saya sudah minta pihak kelurahan tidak boleh ikut. Diserahkan kembali ke warga, rembukan warga, kesepakatan warga. Kalau ada warga yang keberatan dengan kesepakatan antara mereka, sebaiknya langsung mengurus sendiri ke BPN,” terangnya. (*)
editor : tri wuryono