SEMARANG (jatengtoday.com) – Sebuah batu nisan—diduga bekas makam—ditemukan di belakang tangga salah satu gedung sisi timur di kompleks SMPN 38 Kota Semarang, di Jalan Bubakan Nomor 29, Kelurahan Purwodinatan, Semarang Tengah. Belakangan temuan makam ini sempat viral di media sosial setelah sekolah tersebut dilakukan pembangunan.
Belum diketahui secara pasti makam atau petilasan siapa. Namun keberadaan batu nisan di dalam kompleks sekolah ini bukan hal baru bagi warga sekitar. Bahkan berdasarkan cerita dari mulut ke mulut secara turun-temurun, warga sekitar meyakini bahwa batu nisan tersebut merupakan petilasan atau bekas makam tokoh pendiri Semarang, Ki Ageng Pandanaran I. Warga biasa menyebutnya “Petilasan Mbah Bubakan”.
Kepala Sekolah SMP Negeri 38 Semarang, Slamet M.Pd, membenarkan adanya petilasan makam di dalam sekolah tersebut. Dia mengaku saat awal menjabat kepala sekolah di SMP Negeri 38 Semarang diberitahu oleh mantan kepala sekolah sebelumnya (Almarhum) Prayitno.
“Beliau mengatakan di belakang tangga sekolah ada makam Petilasan Mbah Bubakan dan diminta untuk merawat,” katanya, Jumat (30/9/2022).
Slamet juga mengaku sempat diberikan sebuah buku sejarah Bubakan oleh Prayitno yang di antaranya mendukung sebagai petunjuk sumber keberadaan makam tersebut. Di hari tertentu, lanjut dia, petilasan makam tersebut juga sering dikunjungi peziarah.
“Kata penjaga sekolah, rata-rata peziarah datang dari luar kota,” katanya.
Pembantu Pimpinan Bidang Sarana Prasarana SMPN 38, Ali Imron mengatakan, berdasar informasi yang dikumpulkan sekolah dari masyarakat sekitar, bahwa petilasan tersebut disebut sebagai bekas makam Bupati Semarang, Ki Ageng Pandanaran I.
“Para orang tua di sini mendapat cerita itu turun temurun dari buyut-buyutnya. Bahwa di tempat itu, Ki Ageng Pandanaran menancapkan tongkatnya saat beristirahat menjadi tetenger bahwa pembangunan Kota Semarang berawal dari Bubakan, saat meninggal kemudian dimakamkan di situ,” ungkapnya menirukan cerita masyarakat.
Keyakinan cerita mayarakat tersebut sejalan dengan penggalan cerita di catatan Amen Budiman dalam buku “Semarang Riwayatmu Dulu” jilid pertama, diterbitkan Tanjung Sari 1978. Salah satunya disebut ketika Ki Ageng Pandan Arang atau Pandanaran meninggal, jenazahnya dimakamkan di kompleks kabupaten di Bubakan. Namun di era penjajahan Belanda, makam dan jenazah Ki Ageng Pandan Arang dipindah ke daerah Tinjomoyo atau Pakisaji.
Meski demikian, kebenaran cerita-cerita tersebut masih perlu dilakukan riset ilmiah. “Kami masih berupaya mencari literatur yang bisa menjadi petunjuk sejarah dari petilasan Bubakan. Pihak sekolah juga membuka diri dengan kehadiran para ahli sejarah yang hendak menelusuri cerita peradaban lampau petilasan ini,” katanya.
BACA JUGA: Mural Serat Purwaning Ringgit Purwo, Kisah Wali Kota Tunduk di Kaki Tukang Rumput
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang, Iswar Aminuddin pada Jumat, 30 September 2022 meninjau lokasi Petilasan Makam Bubakan tersebut. Dia mengapresiasi langkah SMPN 38 yang tetap merawat petilasan tersebut.
“Saya rasa keberadaan petilasan tidak akan mengganggu aktivitas belajar mengajar di tempat ini,” katanya.
Iswar meminta agar keberadaan petilasan tersebut dirawat sekaligus menguatkan visi misi sekolah. “Perlu adanya dukungan dari Dinas Pendidikan untuk membantu penelusuran cerita petilasan melalui para ahli sejarah maupun literasi sejarah yang lain,” ungkap dia. (*)