in

Tekhne dan Mimesis dari Aristoteles, tentang Dasar Ketertarikan Manusia

Pada awalnya, memahami dan meniru. Memahami gagasan Aristoteles yang bisa diterapkan dalam sains dan seni.

Kita tertarik kepada hal-hal, seseorang, karena: kemiripan.

Kalau ketertarikan ini disingkat, menjadi ungkapan: “saya juga..”.

Dalam sekejap, orang bisa suka, pemasaran, ingin terus-menerus, kecanduan, dan mencintai. Tidak jarang, kemudian putus dan tidak mau lagi berhubungan dengan hal atau seseorang itu.

Apa sebenarnya yang mendasari ketertarikan?

Jika mau memeriksa ini, kita akan tahu, mengapa orang memiliki kesukaan tertentu.

Orang tertarik karena ingin mengetahui.

“Semua orang pada dasarnya menginginkan pengetahuan,” kata Aristotle di pembukaan buku Metafisika, yang berisi 14 volume itu.

Semua orang ingin tahu, kemudian menjadi penasaran (curiousity).

Bentuk “ingin mengetahui” ini, terjadi sejak masih bayi. Kita merangkak, memasukkan sesuatu ke dalam mulut, melanggar peraturan, menggunakan indra, membayar lebih, menyukai kopi, melihat sunset.

Kesenangan besar atau kecil itu bersumber dari “ingin mengetahui”.

Sampai akhirnya kita memahami bagaimana dunia ini bekerja. Ini level berikutnya dari “ingin mengetahui”.

Ini terjadi ketika kita lebih sistematis dalam prosea ” ingin mengetahui”, misalnya: belajar pemrograman, bahasa asing, ikut piknik, melihat Discovery Channel, membaca berita.

Rasa penasaran (curiousity) menjadi pujaan orang-orang sukses. Leonardo Da Vinci, Einstein, Elon Musk, semua menuruti rasa penasaran mereka. Dan tidak berhenti.

Kita memakai hanya sekitar 300 kata dalam bahasa Inggris, dari 171.476 kata yang bisa kita pakai. Setiap hari ada kata yang tumbuh dan tenggelam.

Aristotle memperkenalkan “tekhne”, gabungan dari skill, teknik, dan seni.

Contohnya: memasak, membuat kursi, itu tekne.

Elemen inti tekhne adalah “understanding” (memahami).

Teknologi, di masa Aristotle, bekerja untuk kesenangan, bukan untuk industri, bukan fabrikasi.

Melatih pikiran dan indra untuk perasaan yang bermanfaat itu juga tekhne.

Membangun keahlian dengan tekhne itu menyenangkan karena tekhne sesuai dengan naluri dasar manusia dalam memahami sesuatu: memperhatikan, meniru, dengan gerak, tindakan, dll.

Coba perhatikan, tayangan seperti ini di YouTube dan TikTok:

Mengapa seorang anak kecil mau menonton mobil lewat sampai berjam-jam?

Mengapa penggemar mau menonton pertandingan bola begitu lama?

Mengapa video melukis, membersihkan komedo, memancing, dan parkour mendapat tontonan lama?

.. karena tekhne.

Aristotle memperkenalkan “mimêsis” di buku Poetics.

“Mimesis” itu mirip “imitasi”, kalau terpaksa diterjemahkan. Kemiripan.

Contohnya? Lagu rock dengan teriakan keras, dianggap mirip dengan kemarahan.

Mimêsis mendasari aktivitas manusia, dalam kenyataan, karya seni, non-artistik, dll.

Manusia terlibat dalam menciptakan kemripan, menanggapi kemiripan dengan kesenangan. Mereka mencari yang serupa, pola yang hampir sama.

Tidak ada yang baru. Yang ada: yang lama, diteruskan, dimodifikasi, dengan teknik dan konteks berbeda.

Mimêsis menjadi latihan kapasitas seseorang.

Ketika seorang anak kecil melihat burung, ia bertanya, “Apa ini?”. Kemudian, ibunya menjelaskan, bahwa hewan terbang itu bernama burung. Melihat yang hampir sama, anak itu masih bertanya, “Apa ini?”. Burung.

Anak kecil ini melakukan “pengakuan” sebelum memahami hubungan 2 hal yang mirip tadi.
Orang tertarik pada sesuatu karena mengumpulkan hubungan apa-apa yang sudah ia kenal. Anak kecil itu berteriak, “Lihat, ada burung di situ!”.

Dia akan mengatakan “Itu burung..” dan bercerita “Tadi saya melihat burung..”.

Tertarik karena penasaran, bisa membuat orang tersesat.

Orang melihat, mendengar, kemudian terlibat dalam peniruan, dan mengenali 2 hal atau lebih yang serupa.

Ketika kita mendeteksi banyak kesamaan dengan orang lain secara berurutan, otak kita yang menghabiskan banyak pengetahuan, mengirim kita ke dalam keadaan setengah-sadar, karena kerja hormon dopamine, sekalipun kesamaan itu dibangun di atas dasar yang paling goyah.

Di sini, kita perlu memeriksa fakta, menggunakan logika dan alasan untuk membedakan korelasi yang penting dan tidak. Kita tidak bisa sesingkat itu menuruti ketertarikan, berdasarkan “kemiripan”.

Tekhne dan mimesis menentukan kita akan melangkah ke mana. Dasar dari ide kreatif yang tidak ada habisnya. Yang menentukan kualitas kita. Inilah yang membuat dunia menjadi membosankan atau justru penuh warna baru. [dm]