SEMARANG (jatengtoday.com) – Bambang Teguh Setyo, makelar jual beli jabatan pada Pemkab Klaten disebut tetap membujuk rekan-rekannya untuk mau menerima tawarannya. Padahal, beberapa ada yang tidak menyanggupi lantaran tarif yang dipasang terlalu tinggi.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Bambang selaku mantan Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Kabid Dikdas) pada Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (20/5/2019).
Terdakwa Bambang diberi kepercayaan penuh untuk mengurusi mutasi jabatan oleh Bupati Klaten Sri Hartini (dilakukan penuntutan secara terpisah dan telah berkekuatan hukum tetap). Saat itu Pemkab Klaten akan melakukan perubahan dalam Susunan Organisasi Tata Kerja (STOK) pada Dinas Pendidikan.
Salah satu yang ditawari kenaikan jabatan adalah Slamet, staf di Dinas Pendidikan Klaten. Saat dihadirkan sebagai saksi ia mengaku awalnya senang ketika terdakwa Bambang memberitahu hal itu. Namun, kesenangan itu sirna ketika tahu bahwa ada tarif yang harus dibayarnya.
“Saya diberitahu akan dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Tapi saya tidak menyanggupi karena harus membayar ‘uang syukuran’ yang tidak sedikit. Apalagi waktu itu saya habis opname,” jelasnya.
Pada saat itu Slamet diharuskan membayar Rp 30 juta untuk menduduki Kepala Seksi di Dinas Pendidikan, dari sebelumnya yang hanya sebagai staf. “Saya bilang jujur, mohon maaf kalau segitu tidak sanggup. Lalu saya sempat nawar setengahnya, tapi ditolak karena katanya biayanya memang segitu,” imbuhnya.
Menurut Slamet, meski sudah tidak menyanggupi, tapi terdakwa Bambang terus menyakinkannya untuk menerima tawaran tersebut, dengan dalih bahwa tidak semua staf di Dinas Pendidikan diberi tawaran prestisius seperti dirinya.
“Pak Bambang terus menyakinkan saya soalnya saya di sana (staf Dinas Pendidikan) udah termasuk senior. Makanya saya istilahnya diperjuangin sama Pak Bambang,” tutur Slamet.
Akhirnya Slamet pun luluh. Ia bersedia mencari uang untuk syukuran sebesar Rp 30 juta. Meskipun di sisi lain ia menyadari bahwa tindakan tersebut kurang benar. “Uang itu sebagai ‘uang syukuran’ Bu Bupati. Setahu saya ya cuma itu,” imbuhnya.
Hal serupa juga dialami oleh Suramlan selaku mantan Kasi SMP pada Dinas Pendidikan (sekarang sudah dilakukan penuntutan secara terpisah dan telah berkekuatan hukum tetap). Kali ini Suramlan dihadirkan sebagai saksi, bukan sebagai terdakwa lagi.
Menurut pengakuan Suramlan, pada saat ditawari kenaikan jabatan oleh terdakwa Bambang, ia tidak menyanggupinya lantaran harus membayar uang syukuran sebesar Rp 200 juta. Waktu itu ia dipromosikan untuk menjadi Kepala Bidang SMP pada Dinas Pendidikan Klaten.
“Kalau Rp 200 juta, saya tidak punya. Tapi saat itu karena memang saya ingin naik jabatan, akhirnya saya sanggupi, tapi saya minta Pak Bambang untuk mencarikan hutangan,” jelasnya.
Sementara saksi lain, Agustinus Budi Utomo selaku staf kecamatan dan Guntur Sri Wijanarko selaku staf pada Dinas Pendidikan, mengaku langsung menyanggupi tawaran dari terdakwa Bambang.
Waktu itu Agustinus mengaku menyerahkan uang Rp 10 juta agar dipindahkan ke tempat kerja yang lebih dekat dengan rumahnya. Sedangkan Guntur menyerahkan uang Rp 30 juta untuk naik dari staf menjadi Kepala Seksi di Dinas Pendidikan Klaten.
Untuk diketahui, atas perbuatannya, terdakwa Bambang didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat I KUHPidana. Selain itu, terdakwa juga diancam pidana Pasal 11 dalam UU yang sama. (*)
editor : ricky fitriyanto