SEMARANG (jatengtoday.com) – Diresmikannya Tol anyar yang membelah Pulau Jawa baru-baru ini menjadi kabar bahagia. Pemerintah pusat telah menyediakan fasilitas infrastruktur berupa akses jalan bebas hambatan.
Sebagian pihak mengeklaim bahwa hal tersebut menjadi bukti keberhasilan tampuk kepemimpinan. Namun rupanya kemegahan jalan tol ini dinilai hanya menguntungkan segelintir pihak saja, yakni orang kaya dan tentu saja investor tol. Sedangkan kebanyakan rakyat kecil dan pengusaha hanya bisa gigit jari lantaran tarif tol mahal.
Mereka mengaku tak tahu harus mengadu kemana. “Ya namanya rakyat kecil bisa apa? Manut terhadap kebijakan apa saja yang ditetapkan oleh pemerintah. Termasuk tol baru ini. Saya bahagia mendengar kabar jalan tol baru telah diresmikan. Tapi begitu melihat tarifnya, wah mendadak hilanglah kebahagiaan itu,” keluh salah satu warga Ngaliyan Semarang, Yuswinarto (45), kepada jatengtoday.com, Kamis (10/1/2019).
Menurutnya, tarif tol baru yang diterapkan ini belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat kecil. “Bagi saya yang ekonomi menengah ke bawah, jalan tol ini hanya cocok untuk perjalanan jarak pendek. Sebab, kalau jarak jauh, biaya tol ini sudah bisa untuk beli BBM (bahan bakar minyak),” katanya.
Begitupun salah satu pengemudi mobil asal Yogyakarta, Budi, yang singgah di Semarang. Dia mengaku hanya masuk tol saat jalan utama terjadi kemacetan saja. “Saya baru saja perjalanan dari Yogyakarta, Surabaya, dan Semarang. Saat perjalanan ke Surabaya, saya cari info tarif tol. Wah, ternyata sangat mahal,” katanya.
Ia akhirnya memilih jalur utama yang biasa dilewati. Bukan lewat tol. “Bayangkan saja, perjalanan ke Surabaya lewat tol tarifnya berkisar Rp 250-an ribu. Itu sudah bisa untuk beli bensin,” katanya.
Budi menyayangkan dan memertanyakan, mengapa tarif tol sangat mahal? Menurutnya tarif tersebut di kalangan rakyat menengah ke bawah cukup mencekik leher. “Tapi apalah daya rakyat kecil seperti kami. Mau protes ke siapa? Bisanya hanya tanya kepada rumput bergoyang,” katanya sembari bercanda.
Keluhan serupa juga datang dari kalangan pengusaha. Salah satunya Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jawa Tengah, Tony Winarno.
Ia menjelaskan, biaya antar logistik dari Semarang ke Surabaya melewati Tol Trans Jawa, harus merogoh kocek Rp 259 ribu untuk sekali jalan. “Sementara ongkos solar Rp 200 ribu sekali jalan. Ongkos itu, dikalikan dua kali yakni untuk pulang pergi jadi Rp 518 ribu plus dengan biaya bahan bakar Rp 400 ribu pulang pergi pula,” katanya.
Dengan demikan, biaya logistik jauh lebih mahal. Mestinya, adanya jalan tol bertujuan agar bisa lebih efektif. Bisa memangkas biaya, akses lancar, dan mendukung roda perekonomian.
“Nah, ini malah menambah biaya. Dari segi bisnis jelas ini tidak menguntungkan bagi pengusaha logistik,” katanya.
Tony juga memertanyakan mengapa tarif tol sangat mahal. Kalau tarif mahal, rakyat tidak mampu membayar, dan pengusaha dirugikan, lantas untuk apa infrastruktur jalan tol dibangun? “Jalan tol ini untuk siapa? Kalau untuk rakyat, mengapa tarifnya sangat mahal. Sebab, tarif mahal ini sangat merugikan,” katanya.
Sejauh ini, kata Tony, barang-barang logistik yang paling banyak dikirim oleh anggota Asperindo mayoritas barang UMKM dari Solo, Semarang, maupun Yogyakarta dengan tujuan berbagai kota termasuk luar Jawa Tengah.
“Tarif tol mahal akan berimbas pada usaha kecil yang dikirim dari pengarajin. Bagi kami tol hanya jalur alternatif saja, kami lebih memilih jalur di luar tol meski harus memutar,” katanya.
Sementara, Nugroho Arif dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah menyampaikan hal senada. Menurutnya, tarif Tol Trans Jawa belum berpihak kepada pengusaha truk.
“Selain mahal, Tol Trans Jawa ini juga minim rest area untuk truk. Apabila ban pecah bisa repot,” katanya.
Apabila terjadi kejadian seperti itu, lanjutnya, salah satu jalan keluarnya adalah mengirim bantuan perlengkapan atau tim servis. “Kami sering menyarankan truk memilih jalur Pantura saja. Kalau kendaraan pribadi banyak masuk tol, kondisi Pantura sepi,” katanya.
Berdasarkan pengalaman sejak Jalan tol Trans Jawa diresmikan Desember lalu, kata dia, truk ke arah Jakarta melintasi Pantura membutuhkan waktu 24 jam dengan istirahat.
“Beda sebelum ada tol, Pantura macet. Perjalanan bisa lebih dari satu hari. Kasihan sopirnya harus menanggung biaya tambahan perjalanan,” katanya.
Meski begitu, ia meminta agar tarif tol dikaji ulang. Sehingga adanya jalan tol juga berpihak dan bermanfaat bagi rakyat kecil dan pengusaha.
Sebelumnya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, telah merilis tarif tol Trans Jawa. Ada 20 ruas jalan tol yang mengelilingi Pulau Jawa yang dioperasikan oleh beberapa Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
Untuk kendaraan golongan I, yang melewati ruas tol Jakarta-Cikampek-Semarang, dikenakan tarif sebesar Rp 226.000. Dari Merak menuju Semarang melewati ruas tol Jakarta Outer Ring Road (JORR)-Jakarta-Cikampek-Semarang dikenakan tarif Rp 289.000.
Selanjutnya, dari Jakarta menuju Surabaya menyusuri ruas tol Jakarta-Cikampek-Surabaya dikenakan tarif tol sebesar Rp 483.000. sedangkan dari Merak ke Surabaya lewat ruas tol JORR-Jakarta-Cikampek-Surabaya dikenakan tarif seharga Rp 546.000. (*)
editor : ricky fitriyanto