SEMARANG (jatengtoday.com) — Kasus perundungan pelajar di Semarang masih menjadi sorotan. Banyak pihak yang mendesak agar pelaku perundungan diproses hukum.
Sementara itu, dosen Fakultas Psikologi Unika Semarang Indra Dwi Purnomo berpendapat bahwa hukuman bukan menjadi solusi terbaik untuk menanganinya.
Menurutnya, pada dasarnya para pelaku perundungan juga memerlukan uluran bantuan. Apabila dilakukan pemeriksaan psikologis bisa saja pelaku melakukan perbuatannya karena juga pernah menjadi korban di masa lalunya.
Baca Juga: Polisi Libatkan Psikolog Tangani Kasus Perundungan Pelajar
Indra menduga, para pelaku bisa saja ingin menunjukkan bahwa dirinya orang yang kuat atau punya power karena kondisi psikologisnya yang sebetulnya inferior, tidak percaya diri, dan merasa tidak diakui.
“Intinya pendampingan tidak hanya perlu diberikan kepada korban tetapi juga terhadap pelaku anak, bukan mengedepankan hukuman,” ujarnya, Senin (30/5/2022).
Di sisi lain, korban perundungan jelas memerlukan perhatian serius. Korban yang masih usia sekolah dapat memunculkan gejala psikologis apabila tidak mendapat pendampingan.
Indra yang juga dosen Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang ini menjelaskan, perundungan atau bullying merupakan ancaman yang dilakukan seseorang terhadap orang lain, sehingga dapat menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya.
Perundungan dapat terjadi di mana seseorang berinteraksi satu sama lain, seperti sekolah, keluarga, tempat kerja, rumah, dan lingkungan, serta tempat yang mungkin saja kita tidak duga.
“Kapan masyarakat menyadari orang terdekatnya mengalami perundungan tentu kita perlu menyadari tanpa menunggu viral di medsos,” kritiknya.
Bagi dia, masyarakat perlu paham bahwa perundungan dapat terjadi secara fisik. Contohnya mendorong dengan sengaja, memukul, menampar, memalak atau meminta secara paksa barang yang bukan miliknya.
Baca Juga: Viral Siswi SMP di Semarang Beringas, Netizen: Ini Contoh Kegagalan Pendidikan
Perundungan juga dapat terjadi secara verbal berupa memaki, mengejek, menghina, menggosip, mengancam, membuat julukan yang bersifat ejekan.
Ada pula perundungan secara psikologis, seperti mengintimidasi, mengucilkan, mengabaikan, dan mendiskriminasikan.
Sebagai informasi, perundungan yang dilakukan tiga siswi kelas VIII itu terjadi pada Selasa (24/5/2022) di Alun-Alun Semarang.
Ketiga pelaku masih memakai seragam sekolah saat menganiaya korban yang merupakan adik kelasnya itu. Dugaan sementara, penganiayaan itu dipicu salah kirim pesan dari korban kepada salah seorang pelaku. (*)
editor : tri wuryono