SEMARANG (jatengtoday.com) – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang M Abdul Hakam menanggapi kabar terkait Layanan Rapid Test untuk diagnosis virus corona yang berbayar di sejumlah rumah sakit.
Menurutnya, masyarakat harus berhati-hati. Pasalnya, sesuai dengan edaran Kementerian Kesehatan pada 19 Maret 2020 lalu bahwa Rapid Test tidak untuk diperjualbelikan (no commercial value).
Sejauh ini, Rapid Test di sejumlah rumah sakit yang menangani Covid-19 dialokasikan langsung oleh pemerintah provinsi. Sementara Pemprov Jateng dapat dari pusat.
“Di Rapid Test itu ada kodenya. Misalnya dari PT A barang tersebut sudah tertera dan tidak diperjualbelikan,” ujar Hakam, Kamis (16/4/2020).
Rapid Test ini hanya diperuntukkan bagi orang yang sudah dinyatakan berstatus sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pemantauan (ODP), dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
Namun, katanya, berbeda lagi ketika pengadaan Rapid Test dibeli sendiri oleh suatu rumah sakit dari pihak ketiga. Dalam hal ini, merek Rapid Test-nya juga tidak sama dengan yang diberikan oleh pemerintah.
Terkait ini, Hakam sebagai regulator bidang kesehatan di kota sedikit bimbang. Menurutnya, layanan Rapid Test yang berbayar ini masih menjadi perdebatan dan menjadi suatu hal yang harus dibicarakan lebih lanjut.
“Karena ini berhubungan dengan masyarakat yang makin membutuhkan Rapid Test yang sifatnya untuk screening secara masal. Namun di satu sisi diperjualbelikan. Memang ini masih abu-abu menurut saya,” imbuh Hakam.
Yang jelas, katanya, jika yang melakukan Rapid Test hasilnya positif, maka harus dibarengi pemeriksaan swab atau pemeriksaan dalam bentuk paket.
Terpisah, Wakil Direktur Pelayanan RSUD Tugurejo, Prihatin Iman Nugroho menegaskan lembaganya tidak melakukan praktik jual beli Rapid Test. Bahkan, rumah sakit milik pemerintah tersebut hanya melayani Rapid Test untuk ODP, PDP dan tenaga medis.
“Kami layani sesuai dropping. Di RSUD Tugurejo kami dapat dari dropping untuk tenaga kesehatan dan pasien. Tidak melakukan pemeriksaan untuk umum,” tandasnya.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bakal melakukan penelitian layanan Rapid Test di sejumlah rumah sakit di Indonesia.
Inisiatif tersebut didasarkan atas banyaknya informasi dan keluhan dari masyarakat atas penawaran jasa Rapid Test Covid-19 secara paket. Hal ini menyebabkan harga jasa yang ditawarkan menjadi sangat tinggi.
Temuan sementara KPPU terkait harga paket yang ditawarkan rumah sakit bervariasi, dari kisaran Rp 500 ribu hingga Rp 5,7 juta untuk satu kali pengujian. (*)
editor: ricky fitriyanto