SEMARANG (jatengtoday.com) – Jalan tol Trans Jawa jarang dilewati truk. Alasannya beragam. Mulai dari tarif tol yang mahal, hingga kurangnya jumlah rest area.
Ketua Asosiasi Penguasa Truk Indonesia (Aptrindo) Cabang Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Supriyono menjelaskan, tarif tol, terutama golongan V dirasa sangat mahal. Tidak seusai dengan efisiensi antara waktu dan bahan bakar jika dibandingkan lewat jalur konvensional.
Dicontohkan, biasanya, biaya distribusi barang Semarang-Jakarta untuk truk golongan V sebesar Rp 3 juta. “Biasanya, yang Rp 1 juta buat beli solar, sisanya yang Rp 2 juta uang makan dan komisi sopir. Kalau lewat tol, biaya sekali jalan Rp 1 juta. Pulang pergi Rp 2 juta. Tidak ada sisa untuk sopir,” jelasnya, Rabu (27/2/2019).
Mengenai efisiensi waktu, juga tidak signifikan. Jika Semarang-Jakarta biasa ditempuh dalam waktu sekitar 2 hari, lewat tol 1,5 hari. “Tidak signifikan karena truk memang tidak bisa melaju kencang. Di jalan tol juga hanya bisa 40 kilometer per jam,” bebernya.
Selain itu, truk yang mengangkut barang hingga puluhan ton, harus berhenti setiap 3-4 jam untuk menjaga suhu ban. Sayangnya, jarak rest area jalan tol cukup jauh. Sedangkan kalau harus berhenti untuk mendinginkan suhu ban, tidak bisa berhenti sembarangan.
Supriyono menegaskan jika jalan tol merupakan jalan alternatif dan bukan kewajiban. Artinya, pengusaha sah-sah saja memilih jalan nasional atau jalan tol. Pertimbangannya adalah nilai ekonomi.
“Kalau hitung-hitungannya ada keuntungan, ya lewat tol. Tapi kalau tidak, ya lewat jalan nasional. Kan jalan tol itu jalan alternatif,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto