in

Tak Diberi Pesangon, 307 Buruh Gugat PT Holi Karya Sakti

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sebanyak 307 buruh menggugat PT Holi Karya Sakti (HKS) lantaran tak kunjung diberikan pesangon. Gugatan terhadap perusahaan industri garmen (sarung tangan) merek Zuna tersebut diajukan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Semarang.

Perkara gugatannya tercatat dalam nomor register: 76/Pdt.Sus-PHI/2019/PN Smg. Namun, dalam sidang perdananya, pihak PT HKS selaku tergugat memilih tak menghadiri sidang.

Kuasa hukum buruh dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang, Endang Subekti menegaskan, ada banyak hal yang mendasari pengajuan gugatan tersebut.

Dia menjelaskan, sejak dulu PT HKS memproduksi barang yang bersifat tetap dan bukan bersifat musiman atau dilakukan secara terus menerus.

Kemudian 19 November 2018, PT HKS telah melakukan pemindahan kegiatan operasional perusahaan yang semula di Jalan Majapahit, Kota Semarang berpindah ke Jalan Semarang–Purwodadi, Kabupaten Grobogan.

“Semua pekerja yang tidak ikut pindah tidak pernah menerima upah. Padahal masa kerja buruh tersebut beragam, ada yang 3 tahun sampai 29 tahun,” ujar Endang di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (29/10/2019).

Berdasarkan ketentuan Pasal 155 ayat 2 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, jelas disebutkan bahwa baik pengusaha maupun pekerja harus tetap melaksanakan kewajiban. Dengan demikian perusahaan wajib membayarkan upah buruh dan hak yang biasa diterima.

Karena itu, pihaknya meminta perusahaan segera membayar pesangon yang belum dibayarkan dari November 2018 hingga sekarang. Juga mendesak agar membayar Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2019.

Perkara ini sebelumnya juga sudah dibawa ke Disnakertrans Kota Semarang untuk dimediasi. Namun, PT HKS tidak mempunyai itikad baik untuk melaksanakan anjuran tersebut.

Salah satu buruh PT HKS, Tina Puji Lestari mengaku kecewa atas pemindahan kantor operasional dari Semarang ke Grobogan. Para pekerja yang tergabung dalam SPN juga menyatakan tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.

Hal itu disebabkan UMK Grobogan yang lebih rendah dari UMK Kota Semarang. Selain itu juga mengingat jarak tempuh dari tempat tinggal lebih jauh. Sebab, mayoritas pekerja bertempat tinggal di daerah Mranggen dan Semarang. (*)

 

editor : ricky fitriyanto

Baihaqi Annizar