SEMARANG (jatengtoday.com) – Karut-marut pendaftaran sekolah negeri menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) diharapkan tidak terulang tahun depan. Artinya, regulasi yang mengatur tentang pemberian kursi VIP bagi pemegang SKTM perlu direvisi.
Seperti diketahui, seluruh tahapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online, telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018. Termasuk aturan meloloskan calon siswa pemilik SKTM, tanpa melihat nilai atau prestasi akademik.
Niat pemerintah memberikan hak warga miskin untuk mengenyam pendidikan di sekolah favorit itu justru dimanfaatkan orang-orang kaya. Mereka yang tak punya prestasi akademik, rela dianggap miskin, asal bisa masuk sekolah favorit. Yakni dengan meminta bantuan Ketua RT/RW setempat, untuk membuatkan SKTM. Terbukti, ada 78.065 anak orang kaya yang mengaku miskin saat mendaftar di SMA dan SMK negeri di seluruh Jateng.
Melihat fenomena ini, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tak tinggal diam. Dia meminta Mendikbud untuk merevisi aturan tersebut agar tidak terulang di PPDB tahun depan. “Saya pastikan setelah ini bertemu dengan Pak menteri, sistemnya harus diubah tidak seperti ini,” kata politikus PDI Perjuangan ini, Selasa (10/7).
Rencananya, dia akan mendorong agar sistem penerimaan calon siswa dari kalangan kurang mampu, diubah. Salah satu masukannya, dibuatkan jalur tersendiri khusus untuk menyeleksi warga miskin. Jika mengandalkan verifikasi faktual seperti tahun ini, masih ada peluang kecolongan.
“Kalau tidak, ya lebih baik kasih beasiswa saja agar mereka (anak orang miskin) tetap bisa sekolah. Ini masukan ke saya sudah banyak sekali memang yang komplain, secara sosiologis ini tidak aplikatif karena ada demoralisasi dengan menggunakan SKTM itu,” paparnya.
Selain soal aturan SKTM, Permendikbud itu juga kurang jelas soal batasan kuota siswa miskin di setiap sekolah negeri. Di aturan itu, hanya tertulis, minimal 20 persen saja. Tidak ada batas maksimalnya. Artinya, bisa dipersepsikan bahwa satu sekolah, kuotanya bisa dihabiskan untuk pemegang SKTM saja. Tanpa menerima calon siswa yang punya prestasi akademik.
“Ini terjadi pada PPDB tahun lalu. Di salah satu sekolah di Kebumen, menerima banyak sekali calon siswa miskin. Karena jumlahnya tidak rasional, kami meminta tim turun langsung ke lapangan. Tapi ternyata, di wilayah sekolah itu memang rata-rata penduduk miskin,” papar Ganjar.
Meski begitu, dia sempat bertanya mengenai batas maksimal kuota siswa miskin kepada Mendikbud. “Pas saya tanya, katanya di Jabar memberikan batas maksimal. Lho, tapi aturannya kan tidak ada. Kalau membuat batas sendiri, justru kami yang salah,” ungkapnya. (ajie mh)
editor: ricky fitriyanto