SEMARANG (jatengtoday.com) – Segmen milenial banyak dibidik tim pemenangan capres-cawapres. Tapi ternyata, banyak yang belum tahu cara mengambil hati pemilih milenial.
Sebagian besar menganggap kaum milenial merupakan pemilih yang masih polos. Mudah dipengaruhi dan digiring tim pemenangan agar ikut menyumbang suara. Tapi ternyata tidak sesimpel itu.
Pengamat Politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, M Yulianto menilai, pemilih milenial justru punya banyak referensi soal figur-figur yang bertarung di bursa Pemilu. Mereka yang saban hari sarat dengan gadget, mampu mengakses informasi, meski tak melulu seputar politik.
Diakui, semua calon tengah berupaya membidik pemilih milenial. Tapi dirasa belum ada yang efektif. Sebab, pemilih milenial tidak suka dijejali pandangan politik ‘ngalor-ngidul’ yang perlu pemahaman mendalam untuk memahaminya.
“Justru figur yang memiliki pandangan dan sikap populis lah yang bisa menarik minat generasi milenial. Usia agak lanjut, boleh lah. Tapi bisa berkomunikasi dengan gaya itu. Pandangan yang mudah dipahami dan dimengerti. Bukan pikiran besar tapi sulit dicerna. Mereka pengin yang riil, rasional, dan aplikatif,” ungkapnya dalam diskusi ‘Berebut Suara Milenial’ di Kantor Gubernur Jateng, Jumat (21/12/2018).
Dari kacamatanya, generasi milenial cenderung mencari figur politik yang mampu memberikan ekspektasi positif di masa depan. Yang mampu memberikan ruang berkreasi dan inovatif. Memberikan masa depan lapangan pekerjaan yang terjamin dengan baik.
“Mereka punya harapan untuk itu. Bukan yang ngomong sana sini tanpa ada kejelasan. Mereka punya pikiran bahwa Kreativitas saya adalah masa depan saya. Makanya dia pengen yang optimis, yang menyampaikan pandangan pasti ke depannya,” terangnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng, Yulianto Sudrajat mengakui, jumlah pemilih milenial di Jateng memang menjanjikan. Porsinya 35 persen dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Karena itu, kami mendorong agar keterlibatan generasi milenial tidak hanya sekedar dengan datang ke TPS di hari H, melainkan berpartisipasi pada tiap tahapan pemilu. Salah satunya terkait bagaimana mereka mengakses informasi mengenai pemilu,” paparnya.
Dijelaskan, pemilih milenial terbagi menjadi dua tipologi dalam mengakses informasi. Aktif dan pasif. Untuk yang pertama, tidak hanya aktif dalam mencari informasi melalui media sosial saja namun juga tergabung aktif dalam beberapa organisasi.
“Sementara yang pasif pun tidak sepenuhnya pasif. Mereka juga melek informasi. Sehingga kepada mereka KPU terus mendorong agar menjadi pemilih yang cerdas dan rasional. Karena dengan jumlah yang cukup besar mereka tentu berdampak,” tegasnya. (*)
editor : ricky fitriyanto