SEMARANG (jatengtoday.com) – Kasus yang menimpa salah satu penumpang di Bandara Ahmad Yani Semarang, Nathalie mendapat sorotan dari Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Kota Semarang.
Ketua LP2K Kota Semarang Ngargono menyatakan, kejadian tersebut sangat disayangkan. Ironisnya menurut dia, sebenarnya sudah beberapa kali terjadi bahkan sering terjadi sebelum terminal penumpang pindah ke tempat yang baru.
“Ini jelas pelanggaran terhadap UU Ni 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No 5 tahun 1999 tentang Persaingan Usaha dan Larangan Monopoli,” kata dia.
Menurutnya, pemerintah serta aparatur penegak hukum tidak boleh diam. Mereka harus melakukan tindakan tegas kepada oknum yang melakukan tindakan itu.
“Nggak bisa praktik-praktik intimidasi kepada konsumen taksi di Bandara Ahmad Yani Semarang ini terus menerus terjadi. Kapan teror seperti ini harus berakhir,” imbuhnya.
Ia juga berharap kepada pengelola taksi bandara Ahmad Yani tersebut untuk tidak seenaknya melakukan tindakan di luar nalar.
“Jangan mentang-mentang sedang berkuasa terus mereka memperlakukan konsumen seenaknya sendiri. Sekali lagi praktik monopoli taksi Bandara Ahmad Yani Semarang tidak boleh lagi terjadi,” paparnya.
Dia juga menyarankan bagi para konsumen bandara untuk aktif melaporkan kejadian yang menimpanya di Bandara Ahmad Yani Semarang. Jika ada pengaduan akibat monopoli pelayanan taksi bandara, ia meminta masyarakat untuk bisa melapor kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
“Kalau lapor ke pihak bandara malah ujungnya mentok, maka laporkan ke KPPU saja,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang warga asal Surabaya, Nathalie menerima perlakuan tidak menyenangkan saat berada di Bandara Ahmad Yani Semarang. Ia dipaksa turun dari taksi oleh oknum bandara karena ia menaiki taksi di luar taksi bandara.
Kejadian ini kemudian oleh Nathalie diupdate ke status facebooknya. Bahkan, ia menjadikan statusnya itu sebagai surat terbuka yang ditujukan kepada sejumlah pihak, salah satunya Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi. (andika prabowo)
editor : ricky fitriyanto