in

Sinonim “Kebenaran”

Kata yang tepat menjadi sinonim “kebenaran” adalah..

(Image: DALL-E)

Kalau kamu diminta ganti kata “kebenaran” dengan kata lain, kata apa yang akan kamu pakai?

Pada suatu malam, saya bertanya kepada beberapa mahasiswa, “Jika kamu diminta untuk mengganti kata -kebenaran-, kata apa yang akan kamu gunakan?”.

Mereka ini ada yang sedang menempuh studi filsafat, psikologi, sains, dan jawaban mereka berbeda-beda. Ada yang bilang, “Tidak bisa diganti. Kebenaran adalah kebenaran.”.

Jawaban mereka bagus. Mereka berani menyatakan -tidak berani-, secara eksplisit, itu sudah bagus. Setidaknya, saya menebak, mengapa mereka tidak berani, mengapa ada ketakutan menganggap kebenaran sebagai metafora, persepsi, dan seterusnya. Ada yang menjawab, “Tergantung konteks.

Menurut posmodernisme, “realitas” (kenyataan) hanyalah “konstruksi bahasa”. Orang mengenal “kebenaran” dalam bentuk kata “kebenaran”.

“Kebenaran” itu sendiri hanya kata.”.

Mungkin ini jawaban tentang makna -relatif- dari kata “kebenaran”. Relatif berarti berkaitan dengan hal lain, tidak bisa berdiri sendirian. Relatif bukan “nisbi”. Ideologi atau sistem ide mereka menjadi terlihat, hanya dari cara mereka menjawab pertanyaan. Apapun ideologi mereka, tetap ada benang merah mentalitas tentang cara mereka memperlakukan kata.

Sayang sekali, kedua kecenderungan ini tidak punya kata yang layak untuk mengganti “kebenaran”.

Mereka bertanya balik, “Menurut kamu sendiri, apa kata yang tepat untuk mengganti kata -kebenaran-?”. Saya sudah siapkan jawaban. Setidaknya, yang sepadan untuk menggantikan “kebenaran”.

Saya menjawab, “Menurutku, sekarang ini, mungkin nanti bisa berubah, kata yang tepat untuk mengganti “kebenaran” adalah “perjalanan”, alias “journey“”.

Alasan saya, agak panjang. “Kebenaran”, memang hanya kata, yang mungkin -kacau- kalau kita translate.

Dalam sistem kepercayaan, kita sering melihat kata lain yang dianggap identik dengan “kebenaran”, seperti “realitas” (kenyataan), “yang sesungguhnya”, dll. Secara leksikal, agak panjang kalau kita ulas per kata. “Kebenaran” hanya kata, seperti menjadi milik kata-kata.

“Perjalanan” terjadi seperti itu. Ada jalan, ada pelaku, ada yang diceritakan sepanjang perjalanan, tentu dengan pilihan fakta yang mengapa harus ini yang dikatakan, serta bisa berubah ketika ada orang lain menceritakan perjalanan yang sama.

“Perjalanan” dan “kebenaran” menjadi double-coined.

Saya sering membaca tulisan di mana penulisnya tidak merasa sedang menyatakan “kebenaran”. Mereka menuliskan sesuatu, tanpa prioritas, memilih fakta tanpa menimbang signifikansi, mencari referensi yang asal relevan, tanpa melewati banyak filter.

Menuliskan “perjalanan” (ini bisa perjalanan intelektual, pertarungan pikiran, dll.) atau menceritakan perjalanan, tentu berhadapan dengan dilema, “Bagaimana kalau ternyata tidak seperti ini?”. Tidak masalah. Seperti “kebenaran”, “perjalanan” memiliki unsur “experiencing“, sisi mengalami sesuatu yang bisa berbeda dari orang lain.

Kamu merasakan “kenyataan” bernama X dalam hidupmu, menceritakan perjalanan kamu, dari sisi X. Mungkin saya dan orang lain, melihat dari konteks yang berlainan.

Kalau X dirasakan orang lain sebagai “penderitaan”, mungkin pengalaman saya justru mempertanyakan, “Benarkah ini penderitaan?”. Selain berada dalam problem linguistik yang sering ambigu dan ambivalen, “kebenaran” selalu menjadi.

Tidak bisa kita melihat sesuatu yang tetap. Pengertian kita tentang “sesuatu”, sebaiknya berkembang, agar cara-pandang kita bisa lebih meluas dan mendalam. Ketika kemarin saya mendefinisikan “jalan”, mungkin definisi saya besok, tentang “jalan”, sudah bertambah dan berbeda.

Apa artinya “kebenaran” tanpa sentuhan “pengalaman” yang berbeda?

Perjalanan juga berlangsung seperti itu.
Saya berani, sampai sekarang (entah besok), menyatakan bahwa “kebenaran” boleh kita ganti dengan “perjalanan”. Itu sangat mengubah pemahaman saya tentang “menulis kreatif”.
Tanpa berani memainkan metafora, tanpa melihat dari beberapa sisi, tulisan saya akan menjadi statis.

Penulis yang melihat kemarin sama seperti sekarang dan besok, itu tidak berhasil melihat “perjalanan” sebagai pengalaman mereka. Ketika sedang menulis catatan perjalanan (journal), termasuk diary, dan menceritakan sesuatu, saya sedang berada dalam semangat “jurnalisme”.

Jangan ragu mengatakan, “Saya menuliskan “kebenaran””. [dm]